Jaegopal Hutapea dan Ali Zum Mashar
PT Lonping High Tech,Cikarang Jakarta
Abstrak
Dengan penduduk 216 juta
jiwa, Indonesia saat ini membutuhkan bahan pangan pokok sekurang-kurangnya 53
juta ton beras, 12,5 juta ton jagung dan 3,0 juta ton kedelai. Jika tidak
diimbangi dengan laju pertumbuhan produksi pangan dalam negeri secara signifikan,
dapat menyebabkan ketahanan pangan nasional rendah. Meskipun upaya peningkatan
produksi pangan di dalam negeri saat ini terus dilakukan, namun laju
peningkatannya masih belum mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri karena
produktivitas tanaman pangan serta peningkatan luas areal yang stagnan bahkan
cenderung menurun. Untuk meningkatkan produksi
pangan nasional, dapat dilakukan peningkatan produktivitas dengan menerapkan
teknologi produksi antara lain melalui penggunaan pupuk organik/hayati. Pupuk tersebut
dapat mengembalikan kesuburan lahan melalui jasa mikroba yang menguntungkan.
Sejalan dengan itu, juga perlu dilakukan perluasan lahan pertanian antara lain
melalui pengembangan kawasan transmigrasi.
ANALISA TRADE OFF DALAM PERUBAHAN PROPORSI INPUT PRIMER DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA PERIODE 1990 - 2005
Dhoho Sumarto
PT Agrosentosa,Banyuwangi
ABSTRACTS
ABSTRACTS
This article starts from the fact that agriculture’s
role in the Indonesia’s economy is declining every year. This phenomenon, on
one side, is in line with the decreasing of primary input to the agriculture
sector as well. On the other side, although the quantity of input used is
declining, technology development makes the agriculture production is still
growing. This condition raises a concern that if the input for agriculture is
not decreasing, then of course, the output resulted will be much higher. At the
same time, however, it will decrease the input from other sectors and will
reduce the output from other sectors. Is the additional output from agriculture
sector able to compensate such decline? Therefore, if it is compensated,
sustaining the proportion of primary input will result in a more beneficial
condition.
In order to examine the above thesis, the Ghosh’s
supply side input-output model (1958) will be used, so the variable of primary
input will be a changeable variable of exogenous. To assuage the analysis, estimating
the quantity of output using technology matrix of the last period (2005) is
used. However, the used primary input is relocated by using the proportion of
primary input of 1990, 1995, 2005. The estimated output will be used as the
basis to conclude which condition is more beneficial. A condition whereby
primary input is sustained or the real condition of primary input.
From the conducted simulation, a data is obtained.
Such data explains that sustaining primary input in accordance with the proportion
of previous period will result in the addition proportion of primary input for
agriculture. This addition does not decrease the total output of the economy. .
Keywords: Input-output, agriculture, development,
trade-off.
MODEL PENGELOLAAN
WANATANI BERBASIS LINGKUNGAN HIDUP
DI
DUSUN BENDOSARI KECAMATAN
ARGOMULYO,
KOTA SALATIGA
Roberto
D. Quintão., Simon Taka Nuhamara., Soenarto Notosoedarmo
UKSW,Salatiga,Solo
Abstrak
Masyarakat di Dusun
Bendosari, Desa Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, merupakan
masyarakat yang dinamis. Lahan-lahan tidak produktif diubah menjadi lebih
produktif. Batu-batu besar dipecahkan dan disingkirkan, tanaman bernilai
ekonomi seperti kopi ditanam bahkan tanaman semusim diusahakan. Banjir dan
erosi merupakan bagian dari masalah setiap tahun, utamanya bagi wilayah bagian
bawah Dusun Warak. Suatu model pengelolaan agroforestri berbasis rumah tangga
yang sedang tumbuh, perlu didukung dengan dasar-dasar teori ilmiah.
Pengembangan rorak yang dikombinasikan dengan rekayasa teknik sumur resapan
merupakan upaya meredam banjir dan erosi, dan menjamin kesuburan tanah.
Pemberdayaan kelompok tani kopi yang secara bersama mengembangkan tanaman keras
berupa pohon-pohonan bernilai ekonomi akan menjamin ekonomi keluarga dan pada
saat yang bersamaan ikut menyumbang kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi
masyarakat luas.
Kata
kunci: Lingkungan hidup, ekonomi, petani penggarap.
Perlukah Perbaikan Cara Pemupukan untuk Tanaman Tebu?
Dr.rer.hort. Ketut Anom
Wijaya
Fakultas Pertanian
Universitas Jember
Abstrak
Impor gula terus dilakukan
setiap tahun oleh Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
yang mencapai angka 3 juta ton/tahun, sedangkan produksi gula nasional hanya
sekitar 1,5 juta ton. Tahun 2000, Indonesia tercatat sebagai pengimpor gula
terbesar no 5 dunia yaitu sekitar 64% dari kebutuhan. Penyebab dari masalah ini
adalah antara lain luas areal tebu yang terus berkurang, rendemen gula rendah
(<7%), manajemen tebang angkut yang buruk, teknologi budidaya terutama cara
pemenuhan nutrisi tanaman yang tidak akurat. Sampai hari ini cara pemupukan
tebu masih menggunakan cara yang tidak akurat yaitu dengan cara mengikuti dosis
rekomendasi yang dikeluarkan oleh pabrik gula (PG). Cara ini tidak
memperhitungkan N yang terkandung di dalam tanah, padahal tanah mengandung N
yang sangat bervariasi. Tanah yang ditanami tebu di daerah Semboro, sebagai
contoh, mengandung N mulai dari 217 sampai 532 kg/ha. Pada kondisi tanah seperti ini, petani tebu dianjurkan memberi pupuk
ZA sebesar 800 kg/ha samarata tanpa melihat berapa N yang sudah ada di dalam
tanah, sehingga tanaman tebu menerima N yang tidak sama (N tanah + N pupuk).
Secara fisiologis, tanaman tebu membutuhkan N dalam jumlah tertentu untuk dapat
menghasilkan rendemen tinggi. Dengan cara dosis jumlah N tertentu ini tidak
akan dapat dicapai. Petani-petani di Eropah menerapkan suplai N akurat pada
semua jenis tanaman karena dapat menghemat penggunaan pupuk N, kandungan gula
dapat dipastikan sehingga keuntungan besar dapat dicapai. Pada tanaman beet
gula dapat dicapai penghematan penggunaan pupuk N sebesar 52 kg N/ha dan peningkatan hasil gula 200-300
kg/ha. Pada blumenkol penghematan bahkan lebih besar yaitu 197 kg N/ha
dengan mutu hasil yang sama. Melihat kenyataan dan data-data di atas maka
diperlukan metode suplai N yang akurat pada tanaman tebu sehingga rendemen gula
dapat ditingkatkan dan produksi dapat memenuhi kebutuhan gula nasional.
Abstract
To sufficient national sugar demand Indonesia have
to import about 64% of total sugar demand annually. National demand is around 3
million ton/year, but the national sugar production on the other hand only
about 1.5 million ton/year. In 2000 Indonesia was recorded as the big 5 sugar
importer the world. The reason why are, sugar cultivation technology
particularly nitrogen supply technology is out of date called recommended
fertilizer dosage, it causes unaccurate of N supply, sugar rendemen is under 7%
(the potential rendemen is 10%), post harvest management is poor (causes
sugarcontent lost). Fertilization with recommended dosage does not take the
soil nitrogen into account to meet the sugarcane physiological need of N. Many publication
paper reported there is big variation of N content in the soil, soil in Semboro
for example, deposited 217-532 kg N/ha. In the soil, farmers have to fertilize
their sugarcane with 800 kg ZA/ha. It means sugarcane to be oversupplied with
unaccurate amount of N. Physiologicaly, sugarcane need N in certain level to
able synthesis high level of sucrose, it is impossible to be acheaped by using
unaccurate method of N supply. Eropean farmers are use an accurate method in
supplying N for their crops because the accurate method able to reduce N
fertilizer consume and increase the inner quality of product. On sugar beet,
for example, the accurate supply able to reduced 52 kg N/ha and increased sugar
yield 200-300 kg/ha. On blumenkol, even reduced 197 kg N/ha without any
reducing of yield quality. With those above mentioned facts it is nessasary to
develop an accurate method for supplying N.
Mutasi Gen Dengan Ethyl Methane Sulfonate (EMS)
Untuk Memodifikasi Kandungan Asam Fitat dan P anorganik Biji Kedelai (Glycine
max L.)
Miswar
Fakultas Pertanian Universitas Jember, Jl.
Kalimantan 37 Jember
contact person : mmiswar20@gmail.com
Abstract
Plant seeds accumulate phosphorus in the form of myo-inositol-1,2,3,4,5,6-hexa-kisphosphate, commonly referred to as phytic acid. Phytic acid is found complexed with cationic mineral species in the form of phytate, which is not well digested or absorbed by monogastric species such as humans, poultry, and swine. As a result, soybean [Glycine max (L.) Merr.] has an effective deficiency of phosphorus and other minerals (Mg, Ca, Fe, Mn and Cu) despite high levels of minerals and phosphorus in the seed. Excreted phytate can also contribute to phosphorus contamination of groundwater and eutrophication of freshwater lakes and streams. Because of the nutritional and environmental problems caused by phytic acid, development of cultivars with low phytic acid (lpa) mutations has become an important objective in soybean breeding programs. Low phytic acid (lpa) mutations induced by treatment of seeds with ethyl methanesulfonate (EMS) have been used to lower phytate levels in soybean. The objective of this research was to develop new genotype of soybean has low phytic acid content. In this research, soybean seeds var. Wilis were submerged in 20 mM EMS solution for ten hours. The results were shown that the mutant soybean No. 29 had the lowest phytic acid (2.09 mg g-1 seed) , the highest of P inorganic (154,63 μg g-1 seed) . The other way, The mutant soybean No. 54 had the highest phytic acid ( 3.51 mg g-1 seed) and the lowest P inorganic (6.50 μg g-1 seed) . Based on SDS-PAGE analysis, one kind of soluble protein of seed of the mutant No. 29 was lost that had molecular weight more than 116 kD. In the future, the mutant soybean No. 29 and 54 will be developed as soybean low phytic acid and high phytic acid respectively.
Key words
: Soybean, EMS, Phytic acid, P
inorganic, mutation
PENINGKATAN
KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI MELALUI PERBAIKAN EFISIENSI TEKNIS
USAHATANI PADI DI DESA TELANG
Oleh
: Elys Fauziyah
Faperta
Univ.Trunojoyo Madura
Abstrak
Terdapat
beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan
rumahtangga petani, salah satunya adalah dengan cara meningkatkan efisiensi
teknis usahatani yang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
tingkat efisiensi teknis yang telah dicapai oleh petani padi, menganalisis
faktor-faktor yang menjadi penyebab
terjadinya inefisiensi teknis, dan
mendiskripsikan upaya yang dapat dilakukan oleh petani padi untuk memperbaiki
tingkat efisiensi teknis. Penelitian dilakukan di Desa Telang Kecamatan Kamal
terhadap 30 responden yang diambil secara acak. Data dianalisis dengan menggunakan fungsi
produksi frontier stokastik. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar
petani padi di daerah penelitian belum berproduksi secara efisien, sehingga
petani belum dapat menciptakan ketahanan pangan rumahtangganya secara maksimal.
Sedangkan faktor yang menjadi sumber inefisiensi teknis adalah pendidikan, dummi kelompok tani, dummi
teknologi, dan frekwensi penyuluhan pertanian. Dengan demikian petani dapat meningkatkan ketahanan pangan
rumahtanngganya dengan melakukan
perbaikan efisiensi teknis melalui beberapa cara seperti mengikuti
pelatihan-pelatihan teknis yang
diselenggarakan oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), bergabung dan berperan
aktif dalam kegiatan kelompok tani, menggunakan teknologi yang telah direkomendasikan, dan mencontoh teknologi yang telah dilakukan
oleh petani yang sudah mampu mencapai efisiensi teknis.
Kata Kunci : Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani, Efisiensi Teknis.
FARM
HOUSEHOLD
FOOD
SECURITY
DEVELOPMENT THROUGH IMPROVEMENT RICE FARMING TECHNICAL EFFICIENCY
IN
TELANG VILLAGE
By: Elys Fauziyah
Abstract
There
are several alternatives
that can be done to improve farm household food security, one of them is increasing the farm technical efficiency. This study aims
to analyze the level of technical efficiency that has been achieved by rice
farmers, analyze the factors that
cause the occurrence of technical
inefficiency, and describe the efforts that
can be done by rice
farmers to improve technical efficiency levels. The study was conducted in Telang Village
with 30 respondents drawn at random. Data were
analyzed using a stochastic frontier
production function. The analysis showed that the majority of rice farmers have not
produced efficiently. A source of technical inefficiency factors are
education, farmer groups dummy, technology
dummy, and frequency of agricultural extension. Farmers can improve food security by
increasing technical efficiency
such as technical training organized by the Center for Agricultural Extension (BPP), join and actively participate in the activities of farmer’s groups, using technology that has been recommended, and imitate the technology that has been done by the farmers who
have been able to achieve technical efficiency.
Keywords: Farm household Food Security, Technical Efficiency.
Membangun Kedaulatan Negara Melalui
Kedaulatan Pangan
Fuad Hasan
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo
HP: 0815 7875 3458
Abstrak
Pangan
mempunyai arti biologis, ekonomis, politis, dan sosial. Kedaulatan negara dapat
dicapai dengan menjamin ketersediaan pangan dari aspek kuantitas, kualitas,
distribusi, keterjangkauan, dan keamanan tanpa merugikan pelaku utama sektor
pangan (petani). Konsep ketahanan pangan yang masih membuka peluang impor
memberikan dampak negatif yaitu pengurangan devisa negara, ancaman kedaulatan
negara, penurunan kesejahteraan petani, dan ancaman krisis pangan karena krisis
pangan dunia.
Konsep
ketahanan pangan harus diubah menjadi kedaulatan pangan dimana mengutamakan bagaimana pangan ditentukan oleh
komunitas secara mandiri, berdaulat, dan berkelanjutan. Kebijakan
pangan nasional menjadi steril dari berbagai tekanan pihak asing. Upaya pemenuhan pangan dilakukan dari dua aspek yaitu 1) aspek konsumsi dengan berusaha
untuk merubah pola makan yang seimbang
bagi masyarakat, mendorong untuk mengkonsumsi makanan lokal, dan menggugah kesadaran
masyarakat untuk menghindari pemborosan makanan; dan 2) aspek produksi dengan
intensifikasi dan ekstensifikasi yang bernilai ekonomi, berwatak sosial, dan
tanpa mengorbankan lingkungan.
Kata kunci: kedaulatan pangan, ketahanan pangan,
kedaulatan negara
To establish
state sovereignty over
food sovereignty
Fuad Hasan
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo
HP: 0815 7875 3458
Abstract
A Foods has a biological sense, economically,
politically, and socially. State sovereignty can be achieved by ensuring the
availability of food include quantity and quality aspect, distribution,
affordability, and seafety without
harming the main perpetrators of the food sector (farmers). The concept of food
security that still depend on imports have negative impacts i.e the reduction of foreign exchange, the threat
of state sovereignty, the decline in the welfare of farmers, and the threat of
food crisis since the world food crisis.
The concept of food security must be converted to food sovereignty which prioritizes how the food is determined by the community as independent, sovereign, and sustainable. National food policy to be sterile from various foreign pressures. Effort to fulfill the food is done include two aspects: 1) consumption aspects by trying to change that a balanced diet for the people, encouraged to eat local food, and arising public awareness to avoid wasting food, and 2) the production aspects by intensification and extension that having economic value, social character, and without sacrificing the environment.
The concept of food security must be converted to food sovereignty which prioritizes how the food is determined by the community as independent, sovereign, and sustainable. National food policy to be sterile from various foreign pressures. Effort to fulfill the food is done include two aspects: 1) consumption aspects by trying to change that a balanced diet for the people, encouraged to eat local food, and arising public awareness to avoid wasting food, and 2) the production aspects by intensification and extension that having economic value, social character, and without sacrificing the environment.
Key words: food sovereignty, food security, State sovereignty
REDUKSI ACETYLENE
SEBAGAI PENANDA TERJADINYA AKTIVITAS LOKALISASI N-AZOLLA OLEH SIMBION ANABAENA
AZOLLA (CYANOBACTERIA) SEBAGAI BIOFERTILIZER ALAMI PADI SAWAH
HUDAINI HASBI)*
*FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
JL.KARIMATA 49 JEMBER,68121,JAWA TIMUR
* E-mail : Hhasbi2006@Yahoo.co.id
ABSTRAKS
Reduksi
acetylene aerobik (microaerophilie)
tergantung pada cahaya dan saturasinya terbaik pada 450 fC. Jumlah maksimum
reduksi acetylene didapat pada 60 mmol/mg klorofil-menit. Namun umunya berkisar
antara 25 – 30 mmol/mg klorofil-menit. Pertumbuhan Azolla selama 35 hari dengan
menambahkan nitrat atau urea sebagai sumber N ternyata menurunkan jumlah
reduksi Acetylene kira-kira 30 % jika dibandingkan dengan kontrol yang diberi
N. Selama masa pertumbuhan pada media nitrat atau urea (6-7 bulan) menghasilkan
penurunan jumlah reduksi Acetylene sebanyak 90%. Penghambatan (inhibisi) 3
(3,4-dichlorophenol) 1,1-dimethylurea (12µM)
terhadap reduksi Acetylene terlihat tidak begitu jelas sampai Azolla mengalami
deplesi selama proses fotosintesis. Interval waktu yang dibutuhkan selama
proses deplesi ini tergantung dari perlakukan sebelumnya dan bervariasi dari 2 atau > 12 jam. Evolusi oksigen
terhambat 75 % selama 10 menit pada konsentrasi yang sama dari
3(3,4-dichlorophenol) 1,1-dimethylurea.Penambahan oksigen 20% mengakibatkan
terjadinya penurunan jumlah reduksi Acetylene 30 – 40% dan inhibisi oleh
3(3,4-dichlorophenol)1,1-dimethylurea menjadi lebih cepat pada keadaan
anaerobil (microphilie). Jumlah Reduksi Acetylene aerobik-gelap hanya 10-30%
nya saja dibandingkan dengan keadaan terang. Aktivitas reduksi Acetylene tidak
terjadi pada kavitas yang tak mengandung Cyanobacteria (Anabaena azolla-free)
namun terjadi pada isolatnya (Anabaena
azollae).Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cyanobacteria (Anabaena
azollae) adalah agen terjadinya reduksi Acetylene dan mengindikasikan
terjadinya proses pertukaran metabolit antara Azolla (Inang) dan BGA (Blue
Green Alagae) sebagai simbionnya.
Kata kunci: Reduksi Acetylene;
Azolla;Cyanobacteria;Anabaena azollae;
deplesi;Aeromicrophilie;inhibisi;agen;metabolit
ACETYLENE
REDUCTION AS ASSAYED ON LOCALIZATION OF NITROGENASE ACTIVITY BY CYANOBACTERIA
AS A NATURAL BIOFERTILIZER OF PADDY FIELD
HUDAINI HASBI)*
*AGRIC. FACULTY,UNIV. OF MUHAMMADIYAH JEMBER
KARIMATA STREET NO. 49 JEMBER, 68121,EAST JAVA
* E-mail : Hhasbi2006@Yahoo.co.id
ABSTRACTS
Anaerobic (micro-aerophilie) Acetylene reduction by
Azolla sp was dependent on light and saturated at approximately 450 foot
candles. Maximum rates of acetylene reduction were 60 mmoles/mg
chlorophyll.minute. However, rates of 25 to 30 mmoles/mg chlorophyll.minute
were more common. The growth of Azolla
for 35 days with nitrate or Urea as a nitrogen source decreased the rate of
Acetylene reduction approximately 30 % compared to controls grown on nitrogen,
Prolonged growth on nitrate or Urea (6-7 months) resulted in a 90% decrease in the rate of Acetylene reduction.
The inhibition of Acetylene reduction by
3 (3,4-dichlorophenol)1,1-dimethylurea (12µM) was not pronounced until the Azolla became depleted of reserved formed during photosynthesis.
The interval required for this depletion
was dependent upon pretreatment and varied from 2 to more than 12 hours. Oxygen
evolution was inhibited 75% in 10 minutes by the same concentration of
3(3,4-dichlorophenol)1,1-dimethylyrea. The addition of oxygen 20% volume per
volume, resulted in a 30 to 40% decrease in the rate of acetylene reduction and
the onset of 3(3,4-dichlorophenol)1,1-dimethylurea inhibition was more rapid
than under microaerophilie conditions. The aerobic dark reduction of acetylene
was from 10 to 30% of the rate of aerobic reduction in the light. Acetylene
reduction activity was absent in fronds freed of the symbiotic algae and
present in isolated Anabaena azollae.This
study shows that the algae is the agent of Acetylene reduction and suggest that
there is considerable transport of metabolites between the Azolla and BGA (Blue
Greean Algae).
Key words : Acetylene reduction;
Azolla;Cyanobacteria;Anabaena azollae;
depletion;Aeromicrophilie;inhibition;agen;metabolites
TEKNIK PERSILANGAN MANGGA (Mangifera
casturi) KASTURI SEBAGAI HASIL PERAKITAN BEBERAPA VARlETAS UNGGUL
Muchammad Chabib Ichsan*)
*)Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Jember
E-mail: mh_ichsan@yahoo.com
ABSTRAK
Mangga Kasturi (Mangifera casturi) merupakan salah
satu komoditas hortikultura Indonesia yang mempunyai peranan penting dalam
perekonomian nasional sehingga memerlukan teknik perbanyakan tanaman secara
khusus seperti teknik persilangan. Percobaan ini bertujuan untuk memberikan
informasi tentang teknik persilangan buatan dalam rangka perakitan varietas
mangga unggul baru. Informasi tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman
tentang pentingnya penyilangan guna meningkatkan mutu buah mangga. Bahan yang
digunakan adalah tanaman tetua mangga yang telah berproduksi (berumur 12-15
tahun), yaitu mangga Kasturi dan klon mangga berkulit buah merah yaitu Marifta,
Kartikia, Saigon, Haden, Gedong Gincu,
Arumanis, dan Khirsapatimaldah. Berdasakan hasil penelitian diperoleh
hasil (1) persilangan pada tanaman mangga merupakan proses penggabungan sifat
melalui pertemuan tepung sari dengan kepala putik dan kemudian embrio
berkembang menjadi benih. Secara teknis persilangan mangga secara buatan
dimulai dengan pemilihan tetua, dilanjutkan dengan kastrasi, bastarisasi,
isolasi, dan pemeliharaan, dan (2) persilangan mangga Kasturi dengan klon
mangga yang berwarna kulit merah yaitu Marifta, Kartikia, Saigon, Haden, Gedong
Gincu, Arumanis, dan Khirsapatimaldah telah menghasilkan tujuh kombinasi
persilangan. Persilangan antara Kasturi
dengan Haden menghasilkan persentase buah jadi paling tinggi (60%). Untuk
mendapatkan varietas unggul baru diperlukan tahapan yang panjang dan waktu yang
cukup lama, yaitu (6-20) tahun.
Katakunci : Mangga Kasturi, teknik
persilangan, perakitan dan varietas unggul.
ENGINEERING CROSSING MANGO (Mangifera casturi) KASTURI AS A RESULT
OF SOME VARlETAS SUPERIOR ASSEMBLING
Muchammad Chabib Ichsan*)
*)Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Jember
E-mail: mh_ichsan@yahoo.com
ABSTRACT
Kasturi mango (Mangifera casturi) was one of the
Indonesian horticultural commodities that have a crucial role in the national
economy so requires special techniques of plant propagation such as hybridization techniques. This experiment aimed to provide information on artificial
hybridization technique of assembling new superior varieties of mangoes. Such
information is expected to provide insight into the importance of crossing to
improve the quality of mango fruit. The materials used are plants that have been producing mango
elders (aged 12-15 years), namely mango mango clones Kasturi and red-skinned
fruit that is Marifta, Kartikia, Saigon, Haden, Gedong Gincu, Arumanis, and
Khirsapatimaldah. Based on the research results (1) crosses the mango crop is
merging process properties through meetings pollen with the stigma and then the
embryo develops into a seed. Technically mango
artificially crossing begins with the selection of elders, followed by
kastrasi, bastarisasi, isolation, and maintenance, and (2) crosses Kasturi
mango with mango-colored clones of red skin that is Marifta, Kartikia, Saigon,
Haden, Gedong Gincu, Arumanis, and Khirsapatimaldah has produced seven
combinations of crosses. Crossbreeding between Kasturi with Haden produce fruit
so the highest percentage (60%). To get the new varieties required a long stage
and a long time were (6-20) years.
Keyworld: Kasturi mango, technique of assembling,
some varietas superior
assembling.
IMPLIKASI
KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP
KINERJA
PPL DAN PARTISIPASI PETANI
(Kasus
di Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung)
Hepi Hapsari
Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas
Pertanian, UNPAD
e-mail : hapsari.hepi@yahoo.co.id
Abstrak. Kebijakan otonomi daerah dimaksudkan untuk efisiensi dan
efektifitas pembangunan secara demokratis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) kinerja PPL pasca otonomi
daerah, (2) partisipasi petani pasca otonomi daerah, (3) korelasi antara
otonomi daerah, kinerja PPL dan partisipasi petani. Penelitian dilakukan tahun 2009. Metode penelitian survei eksplanatori. Respoden penelitian terdiri atas PPL dan
petani padi sawah. Responden PPL diambil
secara keseluruhan dan responden petani berjumlah 60 orang diambil secara acak
sederhana. Analisis data secara
deskriptif. Untuk mengetahui hubungan
antar variabel menggunakan uji korelasi rank spearman (rs). Hasil penelitian
menunjukkan kinerja PPL menurun setelah otonomi daerah karena kurangnya dana dan
tenaga penyuluh. Partisipasi petani meningkat setelah otonomi daerah karena
program pertanian dilaksanakan sesuai dengan kemauan dan kebutuhan petani. Kinerja PPL berkorelasi secara nyata (rs
=
0,93). Kebijakan tonomi daerah
berkorelasi secara nyata dengan partisipasi petani (rs
= 0,75) melalui kinerja PPL. Kinerja PPL sebelum dan sesudah otonomi daerah
berkorelasi secara nyata dengan partisipasi petani. Ini berarti kinerja PPL berperan meningkatkan
partisipasi petani. Bila kinerja PPL
setelah otonomi daerah dapat ditingkatkan, maka partisipasi petani akan lebih
baik.
Kata
kunci : otonomi daerah, kinerja PPL,
partisipasi petani
REGIONAL AUTONOMY POLICY IMPLICATIONS ON PERFORMANCE OF PPL AND FARMERS
PARTICIPATION
(Cases in Kutawaringin Sub-district, Bandung District)
Hepi Hapsari
Department Of Social
Economics, Faculty of Agriculture, UNPAD
e-mail : hapsari.hepi@yahoo.co.id
Abstract. Regional
autonomy policy intended for efficiency and effectiveness of development in a
democratic way. This research aims are to find out: (1) ppls
performance post regional autonomy, (2) participation
of farmers post regional
autonomy, (3) a correlation between regional
autonomy, the performance of ppl and the participation
of farmers. The research
was conducted in 2009. The research method was eksplanatori survey. The Respondent
of research consists of PPL and farmers of rice field. PPL respondent were all
of them and the respondent of farmers totaled 60 people were taken at simple
random. Analysis of data was in descriptive. To know the relationships between
variables using the spearman rank correlation test (rs). The results showed
that PPL performance decreased after regional autonomy because of lack of funds
and instructor. Participation of farmers increased after the regional autonomy
because the agriculture program was conducted according to the will and needs
of farmers. PPL performance significantly correlated (rs = 0.92). Regional
autonomy policy correlated significantly with the participation of farmers (rs =
0.75) through performance of the PPL. Performance of ppl before and after the regional
autonomy significantly correlated with the participation of farmers. This means
the performance of ppl played the role in increasing the participation of
farmers. If performance of ppl after regional autonomy can be raised, the
participation of farmers would be better.
Keywords: regional autonomy, performance of pp;, participation of
farmers
Keterkaitan Antara Ketahanan Pangan dan Adaptasi
Petani Padi di Daerah Tercemar Limbah Industri di Jawa Barat
Ahmad Choibar Tridakusumah dan Yayat Sukayat
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UNPAD
Jl. Raya Jatinangor –Ujungberung Bandung 40600
Abstrak
Pesatnya pertumbuhan industri di beberapa
Kabupaten/Kota di Jawa Barat berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja
bagi masyarakat, tetapi di sisi lain menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan terutama limbah industri yang
dibuang ke beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti sungai Cimanuk, Citarum
dan lain sebagainya. Hasil
penelitian Sudirja (2000) mengungkapkan bahwa pencemaran limbah industri yang
terjadi telah mengakibatkan penurunan produktivitas lahan sawah hingga 60 %
dan sebagian besar bulir tidak berisi.
Keadaan tersebut menunjukkan bahwa air sungai yang dipakai untuk
mengairi sawah dapat mengakibatkan menurunnya tingkat ketahanan pangan suatu
daerah, apalagi daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi padi
seperti Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Permasalahan
lain yang dihadapi petani padi antara lain sangat tergantung pada usaha tanaman
padi (berbudidaya padi) dan tidak banyak memiliki pilihan usaha tani lain. Oleh
karena itu, meskipun terdapat masalah
limbah industri mereka tetap menanam padi.Tujuan
dari kajian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana dampak pencemaran limbah
industri dan perubahan lingkungan terhadap kehidupan sosial ekonomi petani,
strategi adaptasi yang dilakukan oleh petani, serta sejauhmana keterkaitan
adaptasi petani tersebut terhadap ketahanan pangan di daerah kajian. metode penelitian menggunakan metode survey
eksplanatori. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pencemaran limbah industri berdampak terhadap
aspek sosial, ekonomi maupun fisik. Strategi adaptasi yang dilakukan petani
antara lain pengunaan varietas padi unggul seperti Ciherang dan Inpari, teknik
pengairan di malam hari, penambahan volume air dan penambahan pupuk. Selain itu terdapat keterkaitan yang
erat antara tingkat adaptasi petani padi dalam mengatasi pencemaran limbah
industri dengan ketahanan pangan di daerah kajian.
Kata kunci: Adaptasi Petani, Limbah Industri,
Ketahanan Pangan.
The Linkages Between Food Security and
Rice Farmers Adaptation in Industrial Waste Contaminated Areas in West Java
Ahmad Choibar Tridakusumah and Yayat Sukayat
Ahmad Choibar Tridakusumah and Yayat Sukayat
Abstract
The rapid industrial growth in several regencies /
cities in West Java plays an important role in the employment for the people,
but on the other hand cause adverse effects on the environment, especially
industrial waste dumped into a river basin (DAS) as the river Cimanuk, Citarum
etc. The results studies from Sudirja
(2000) reveals that the industrial waste pollution that occurred have resulted
in reduced productivity of paddy fields up to 60% and most of the grains do not
contain. Circumstances indicate that the river water used to irrigate the
fields can lead to reduced levels of food security of an area, especially the
area is a center of rice production such as Bandung and Garut district. Another
problem faced by rice farmers, among others, is highly dependent on the efforts
of paddy cultivation and not many have the option of another opportunity.
Therefore, although there remains the problem of industrial waste they grow
rice.The purpose of this study was to determine the
extent of the impact of industrial waste pollution and environmental change on
social and economic life of farmers, adaptation strategies undertaken by
farmers, as well as the extent of farmers' adaptation linkages to food security
in the study area. method of explanatory survey research methods.The results showed that the industrial waste
pollution impact on social, economic and physical. Farmer adaptation strategies
include the use of superior rice varieties such as Ciherang and Inpari,
irrigation techniques in the evening, the addition of water volume and the
addition of fertilizer. In addition there is a close link between the level of
adaptation of rice farmers in dealing with industrial waste pollution in the
area of food security.
Key words: Farmers Adaptation, Industrial Waste,
Food Security.
REGENERASI
PETANI DAN KETAHANAN PANGAN BERKELANJUTAN: TINJAUAN TEORI DAN PENGAMATAN
Dika Supyandi1)
1)
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran
dika_supyandi@yahoo.com; dika.supyandi@unpad.ac.id
ABSTRAK
Meregenerasi petani dengan individu yang secara efektif mampu menangani kompleksitas sistem pertanian
dan pangan merupakan masalah yang mendesak dalam pembangunan pertanian
saat
ini. Kita memerlukan tipe
“petani baru” dalam menghadapi berbagai
ketidakpastian sosial ekonomi, kegagalan pasar
dan kelembagaan, hingga dampak yang tak terduga dari perubahan iklim. Kita membutuhkan
generasi baru petani yang secara bersamaan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik dalam
teknik pertanian, memiliki pemahaman
yang lebih baik dalam mengelola sumber
daya ekonomi, juga mampu mengatasi dimensi sosial dalam operasi bisnis
mereka. Jika ketahanan pangan didefinisikan
tidak hanya dalam aspek penyediaan, tetapi juga kualitas, keamanan, dan
keterjangkauan, maka jaminan adanya petani masa depan dengan sejumlah kualitas
tadi menjadi keharusan. Di lain fihak, fenomena brain drain pemuda pedesaan dapat menjadi salah satu penghambat
potensial bagi tersedianya angkatan kerja pedesaan yang berkualitas. Tulisan
ini memperlihatkan secara ringkas jenis lapangan kerja yang tersedia dan
potensial dikembangkan di pedesaan; faktor pendorong/penarik dan penghambat pemuda
bekerja di pedesaan, khususnya sektor pertanian; kualitas yang harus dimiliki
generasi petani masa depan; dan upaya menyiasati dan membalik arah brain drain untuk kepentingan pedesaan,
khususnya dalam menjamin ketahanan pangan berkelanjutan. Paper ini merupakan
kajian literatur, merupakan refleksi, kontemplasi dan generalisasi dari berbagai
hasil penelitian terkait dengan isu di atas.
Kata kunci: regenerasi
petani, brain drain, ketahanan pangan
FARMER
SUCCESSION AND SUSTAINABLE FOOD SECURITY:
INSIGHTS FROM
THEORY AND EXPERIENCE
ABSTRACT
Replacing
retiring farmers with individuals who can effectively handle complexities of
today’s farming and food systems is an emergent concern in today agriculture
development. We need a new kind of farmer in order to face several today
uncertainties, from erratic socio-economic circumstances, institutional and
market failures to unpredictable impacts of climate change. We need a new
generation of farmers who simultaneously has better knowledge and skills in
farming techniques, having better understanding in managing economic resources,
similarly willing to consider social dimensions in operating their business. As
food security is defined not only in terms of supply, but also
quality, safety, and
affordability, then the guarantee of future farmers
with a number of above quality become imperative. On the other hand, the
phenomenon of brain drain of
rural youth could become a potential obstacle
to this qualified rural labor force
availability. This paper briefly shows the types
of jobs available and potential
to be developed in rural areas;
factors driving/motivating and inhibiting
the youth to work in rural area, especially the agricultural sector; a must-have qualities
of future generations of farmers, and efforts to reverse the brain drain for the benefit of rural area, particularly
in ensuring sustainable food security. This paper is a literature review, i.e. a reflection, contemplation and generalization
of research results relating to various issues
above.
Keywords:
farmer succession, brain drain, food security
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI PADA BEBERAPA DESA RAWAN
PANGAN DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Sitti Aida Adha Taridala[1]
[1] Staf Pengajar pada Jurusan/Program Studi
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo Kendari.
ABSTRAK
Fenomena tingginya kasus gizi buruk di Kabupaten
Konawe Selatan merupakan indikasi terjadinya ketidaktahanan pangan di tingkat
rumahtangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
menentukan ketahanan pangan rumahtangga pada beberapa desa rawan pangan di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi
Sulawesi Tenggara. Dalam penelitian digunakan analisis kuantitatif, yaitu model persamaan ekonometrik. Karena variabel dependennya bersifat biner (dikotomi), maka digunakan model logit. Untuk mengestimasi model logit
yang distribusi kumulatifnya tidak linier, digunakan maximum likelihood estimation (MLE). Hasil analisis
menunjukkan bahwa pencapaian
ketahanan pangan rumahtangga di desa-desa rawan pangan di Kabupaten
Konawe Selatan ditentukan oleh
variabel-variabel pendapatan perempuan, pendapatan laki-laki, pendapatan bersama
(perempuan dan laki-laki), dan
pendapatan usahatani, serta ukuran rumahtangga.
Kata Kunci : Ketahanan pangan,
model logit, penduga maximum likelihood,
pendapatan
ABSTRACT
The phenomena of
the high rate of malnutrition cases in the District of South Konawe in South
East Sulawesi Province indicate the persistent of food insecurity problems in
household level. The aim this study is to analyze factors affecting food
security at household level. In this study, econometric approach was used to
analyzed the objective. Due to the
dependent variable has biner characteristic, logit model was employed, and
since the cumulative distribution of dependent variables was nonlinear, maximum
likelihood was employed to estimate the parameter. The result of this study was factors
considered to affect the food security at farmer’s household level were, income of non-farm activities by man and woman,
on-farm income, and family size.
Key words : Food security, logit model,
maximum likelihood estimation, income
Perlukah
Perbaikan Cara Pemupukan untuk Tanaman Tebu?
Dr.rer.hort. Ketut Anom
Wijaya
Fakultas Pertanian
Universitas Jember
Abstrak
Impor gula terus dilakukan
setiap tahun oleh Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
yang mencapai angka 3 juta ton/tahun, sedangkan produksi gula nasional hanya
sekitar 1,5 juta ton. Tahun 2000, Indonesia tercatat sebagai pengimpor gula
terbesar no 5 dunia yaitu sekitar 64% dari kebutuhan. Penyebab dari masalah ini
adalah antara lain luas areal tebu yang terus berkurang, rendemen gula rendah
(<7%), manajemen tebang angkut yang buruk, teknologi budidaya terutama cara
pemenuhan nutrisi tanaman yang tidak akurat. Sampai hari ini cara pemupukan
tebu masih menggunakan cara yang tidak akurat yaitu dengan cara mengikuti dosis
rekomendasi yang dikeluarkan oleh pabrik gula (PG). Cara ini tidak
memperhitungkan N yang terkandung di dalam tanah, padahal tanah mengandung N
yang sangat bervariasi. Tanah yang ditanami tebu di daerah Semboro, sebagai
contoh, mengandung N mulai dari 217 sampai 532 kg/ha. Pada kondisi tanah seperti ini, petani tebu dianjurkan memberi pupuk
ZA sebesar 800 kg/ha samarata tanpa melihat berapa N yang sudah ada di dalam
tanah, sehingga tanaman tebu menerima N yang tidak sama (N tanah + N pupuk).
Secara fisiologis, tanaman tebu membutuhkan N dalam jumlah tertentu untuk dapat
menghasilkan rendemen tinggi. Dengan cara dosis jumlah N tertentu ini tidak
akan dapat dicapai. Petani-petani di Eropah menerapkan suplai N akurat pada
semua jenis tanaman karena dapat menghemat penggunaan pupuk N, kandungan gula
dapat dipastikan sehingga keuntungan besar dapat dicapai. Pada tanaman beet
gula dapat dicapai penghematan penggunaan pupuk N sebesar 52 kg N/ha dan peningkatan hasil gula 200-300
kg/ha. Pada blumenkol penghematan bahkan lebih besar yaitu 197 kg N/ha
dengan mutu hasil yang sama. Melihat kenyataan dan data-data di atas maka
diperlukan metode suplai N yang akurat pada tanaman tebu sehingga rendemen gula
dapat ditingkatkan dan produksi dapat memenuhi kebutuhan gula nasional.
Abstract
To sufficient national sugar demand Indonesia have
to import about 64% of total sugar demand annually. National demand is around 3
million ton/year, but the national sugar production on the other hand only
about 1.5 million ton/year. In 2000 Indonesia was recorded as the big 5 sugar
importer the world. The reason why are, sugar cultivation technology
particularly nitrogen supply technology is out of date called recommended
fertilizer dosage, it causes unaccurate of N supply, sugar rendemen is under 7%
(the potential rendemen is 10%), post harvest management is poor (causes
sugarcontent lost). Fertilization with recommended dosage does not take the
soil nitrogen into account to meet the sugarcane physiological need of N. Many publication
paper reported there is big variation of N content in the soil, soil in Semboro
for example, deposited 217-532 kg N/ha. In the soil, farmers have to fertilize
their sugarcane with 800 kg ZA/ha. It means sugarcane to be oversupplied with
unaccurate amount of N. Physiologicaly, sugarcane need N in certain level to
able synthesis high level of sucrose, it is impossible to be acheaped by using
unaccurate method of N supply. Eropean farmers are use an accurate method in
supplying N for their crops because the accurate method able to reduce N
fertilizer consume and increase the inner quality of product. On sugar beet,
for example, the accurate supply able to reduced 52 kg N/ha and increased sugar
yield 200-300 kg/ha. On blumenkol, even reduced 197 kg N/ha without any
reducing of yield quality. With those above mentioned facts it is nessasary to
develop an accurate method for supplying N.
USAHATANI PADI DENGAN CARA TANAM JAJAR LEGOWO 2 : 1 MENDUKUNG PERBENIHAN DI PROVINSI BALI
S.A.N. Aryawati dan I.B. Suastika
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali Jl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar
Selatan, Bali,8022 E-mail : bptp_bali@yahoo.com
ABSTRAK
Cara tanam adalah salah satu
komponen teknologi yang diketahui sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas
padi disuatu lokasi, yang diharapkan dapat memecahkan masalah kelangkaan benih
bermutu untuk mencapai program peningkatan produksi beras nasional (P2BN).
Kajian dilaksanakan di tiga lokasi yaitu (1) di Kabupaten Tabanan yang terletak
di Subak Guama, Desa Selanbawak, Kecamatan Marga seluas 6 ha (2) di Kabupaten
Gianyar yang terletak di Subak Kumpul, Desa Bone, Kecamatan Blahbatuh seluas 8
ha (3) di Kabupaten Jembrana seluas 2 ha di Subak Babakan Pohsanten. Kegitan dilaksanakan selama dua musim tanam
dari bulan Pebruari sampai bulan Desember 2010. Varietas yang digunakan Ciherang,
Cigeulis, Inpari 1 dan Inpari 6 dengan melibatkan 64 petani. Sebagian petani
menanam dengan cara legowo 2:1 dan sebagian menanam dengan cara biasa atau cara
petani. Parameter yang diamati dalam kegiatan ini meliputi keragaan tanaman,
komponen hasil dan produksi per hektar dari masing-masing varietas uji yang
dilakukan pada saat panen. Sebagai data pendukung juga diamati tingkat serangan
hama dan penyakit serta kelayakan ekonomi dengan cara mendata outtput dan input
dari masing-masing komponen kegiatan. Untuk mengetahui pengaruh antar
perlakuan, pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji jarak berganda (Duncant
Multiple Range Test) atau T-test menggunakan program SPSS 11. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa cara tanam legowo 2:1 memberikan pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi padi dibandingkan dengan cara petani. Produktivitas
padi yang dihasilkan meningkat sekitar 8-21,4% dibandingkan cara petani. Kelayakan
usahatani dengan cara tanam legowo lebih tinggi dibandingkan cara petani di
tiga lokasi yaitu: (1) Subak Guama dengan B/C ratio 4,4 untuk legowo 2:1 dan
cara petani B/C ratio 3,7 (2) Subak Kumpul dengan B/C ratio 3,1 untuk legowo
2:1 dan cara petani 2,3 (3) Subak Babakan Pohsanten B/C ratio 4,7 untuk legowo
2 : 1 dan cara petani 3,7. Hasil Pengkajian dapat disimpulkan bahwa dengan cara
tanam legowo 2:1 lebih menguntungkan daripada cara petani.
Kata kunci : usahatani, jajar
legowo 2:1 dan perbenihan
RICE FARMING BY PLANTING PARALLELOGRAM
LEGOWO 2 : 1 BALI PROVINCE IN SUPPORTING GERMINATION
S.A.N. Aryawati dan I.B. Suastika
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali Jl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar
Selatan, Bali,8022 E-mail : bptp_bali@yahoo.com
ABSTRACT
Planting method is one of the
component technologies that are known to greatly influence the level of
productivity of paddy in location, which is expected to solve the problem of
scarcity of quality seed to reach the national rice production enhancement
program (P2BN). Studies conducted at three locations: (1) in Tabanan Regency,
located in Subak Guama, Selanbawak Village, District Marga area of 6 ha (2) in
Gianyar regency, which is located in Subak Kumpul, Bone Village, District
Blahbatuh area of 8 ha (3) in Jembrana area of 2 ha in Subak Babakan
Pohsanten. Activity of conducted during two cropping seasons from February to
December 2010. Varieties used Ciherang, Cigeulis, Inpari 1 and Inpari 6
involving 64 farmers. Some farmers plant by legowo 2:1 and partially planted in
the usual manner or means farmer. Parameters observed in this activity include appearance plant,
yield components and production per acre of each variety of tests performed at
the time of harvest. As supporting data were also observed levels of pest and
diseases and the economic feasibility by outtput record and input of each
component activity. To determine the effect of inter-treatment, followed by
testing using a multiple range test (Duncant Multiple Range Test) or T-test using
SPSS 11. The results showed that planting method legowo 2:1 gives a real
influence on the growth and production of rice compared with the farmers. The
resulting rice productivity increased by about 8 to 21.4% compared to the way
farmers. Feasibility of farming by planting legowo higher than the way farmers
in the three locations, namely: (1) Subak Guama with B / C ratio 4.4 to 2:1 and
the way farmers legowo B / C ratio of 3.7 (2) Gather the Subak B / C ratio 3.1
to 2:1 and the way farmers legowo 2.3 (3) Subak Babakan Pohsanten B / C ratio
of 4.7 to legowo 2: 1 and the way farmers 3.7. Assessment results can be
concluded that by planting more profitable than 2:1 legowo way farmers.
Key words: farming,
parallelogram legowo 2:1 and Germination
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
TANAMAN MELALUI PERBAIKAN TANAH DENGAN
PENAMBAHAN ZEOLIT
Q.
D. Ernawanto1)
1) Peneliti pada Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Timur
Jl.
Raya Karangploso Km.4 Malang, Tlp.(0341)
494052, Fax (0341) 471255
email : qdadang@yahoo.co.id
ABSTRAK
Salah satu
permasalahan yang sering dihadapi para petani dalam
mengembangkan usahataninya adalah semakin menurunnya produktivitas lahan. Indikator penurunan
produktivitas lahan diantaranya
adalah rendahnya nilai kapasitas Tukar Kation (KTK). Pendekatan
untuk mengatasi masalah rendahnya KTK tanah di lahan sawah melalui penggunaan
Zeolit, pupuk organik, dan pupuk anorganik. Zeolit
di bidang pertanian, bermanfaat meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air
irigasi lahan persawahan, mampu mengikat logam berat seperti Pb dan Cd,
mengikat kation misalnya NH4+, K+, sehingga meningkatkan
efisiensi pemupukan, memperbaiki porositas tanah, meningkatkan KTK tanah yang
pada akhirnya meningkatkan produktivitas tanaman. Pemberian Zeolit dalam dosis tinggi
(di atas 1 t ha-1) dapat memperbaiki sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Aplikasi Zeolit yang diikuti pemberian pupuk
anorganik maupun organik dapat meningkatkan efisiensi serapan hara pupuk,
memperbaiki struktur dan agregat tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation
(KTK) yang mencegah pencucian hara dalam tanah.
Beberapa hasil penelitian dilaporkan penambahan 30% zeolit pada pupuk
Urea dapat meningkatkan produksi padi sekitar 10%, penambahan zeolit sebanyak
1.750 kg ha-1 meningkatkan
produktivitas kedelai 20,67 %, dan padi sebesar 4,16 %
Kata Kunci
: Zeolit, perbaikan tanah, produktivitas
ADDITION OF ZEOLIT TO IMPROVE PLANT PRODUCTIVITY
Q.
D. Ernawanto1)
1) Peneliti pada Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Timur
Jl.
Raya Karangploso Km.4 Malang, Tlp.(0341)
494052, Fax (0341) 471255
email : qdadang@yahoo.co.id
ABSTRACT
One of the problems frequently
faced by farmers in
developing farming is increasingly declining land
productivity. Indicators such as
decreased land productivity is the low value of Cation
Exchange capacity (CEC). Approaches to
address the problem of low CEC soil in paddy
fields through the use of zeolite,
organic fertilizer and inorganic fertilizer.
Zeolite in agriculture, they increase levels of dissolved oxygen in water irrigation rice field, able
to bind heavy metals such as
Pb and Cd, binding
of cations such as NH4 +, K
+, thereby
increasing the efficiency of fertilizer,
improve soil porosity, increasing soil CEC, which in turn increases the productivity of plants . Zeolite
in the provision of
high doses (above 1 t ha-1) can
improve the physical properties, chemical and biological
soil. Zeolite application followed an inorganic or
organic fertilizers can improve nutrient uptake efficiency of fertilizer, improve soil structure
and aggregate, increased cation exchange capacity (CEC), which prevents leaching
of nutrients in the soil. Several studies reported
the addition of 30% zeolite on urea fertilizer to increase rice
production by about 10%, the addition
of zeolite as much as 1750 kg ha-1
increase the productivity of 20.67% soybean, and
rice by 4.16%
Keywords: Zeolite,
soil improvement, productivity
PEMANFAATAN
KEANEKARAGAMAN MANGGA
LOKAL
UNTUK
PENINGKATKAN
KESEJAHTERAAN KOMUNITAS DI KEDIRI
Kuntoro
Boga Andri, Sudarmadi Purnomo, Hanik Anggraeni, Putu Bagus Daroini
Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) JAWA TIMUR
Jl. Raya Karangploso Km.4, PO Box 188
Malang, 65101, Indonesia
E-mail: kuntoro@gmail.com
Abstrak
Jawa Timur merupakan pusat dan
sumber dari berbagai varietas buah tropika beserta keanekaragaman hayatinya, dimana hal tersebut
memiliki peranan yang signifikan pada produksi pertanian dan perdagangan
berskala nasional maupun regional. Sumberdaya genetik buah tropika memiliki
peranan yang vital pada sumber pangan dan pendapatan lokal komunitas. Tujuan
dari studi ini adalah identifikasi strategi peningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan dari para
petani setempat melalui konservasi dan pemanfaatan sumber genetik pohon buah
tropika, khususnya mangga, di komunitas Kaligayam, Desa Tiron, Kecamatan
Banyakan, Kediri. Pengambilan data diilakukan melalui survey lapang dan FGD pada bulan Februari 2010 sampai dengan
November 2010. Hasil dari studi
memperlihatkan daerah penelitian merupakan pusat keanekaragaman tanaman buah
mangga. Tanaman mangga telah berkontribusi besar dalam perekonomian rumahtangga
komunitas baik dari pemanfaatan buah
sebagai sumber pangan keluarga, pemanfaatan kayu dan bagian tanaman lain. Dari
uji tingkat preferensi, diketahui jenis tanaman mangga yang disukai oleh
komunitas, sehingga dapat dilakukan upaya untuk lebih memberi nilai tambah dan komersialisasi jenis-jenis mangga yang kurang disukai agar
mereka secara sukarela melestarikan tanaman buah mangga tersebut.
Kata Kuci: konservasi on farm, sumberdaya genetik, tanaman
mangga, pemberdayaan
ABSTRACT
East Java is a centers and source for the varieties of
tropical fruits and its wild relative’s biodiversity, which has significat
roles on agricultural production and trade in nasional and regional scope. The
tropical fruits genetic resources, had a vital roles on nourish and source of
income of local people. This study aims to identify the strategy to improve livelihoods and food
security of target beneficiaries farmers through the conservation and use of tropical
fruit tree genetic resources especially manggo, in Kaligayam community, Tiron Village,
Banyakan sub district, Kediri.
Data
collected through field survey and FGD during
February 2010 to November 2010. The results showed that
the studied area is the center of mango tree
diversity. Mango tress have large contribution to
the household economy by utilization of community
both as a source of family food, the utilization
of wood and other tree parts. Based on
preference level test, it is known the types of mango tress
which is favored by the community, so it can be an effort
to further giving an added value and commercialization of the types
of mangoes which are less preferred
to voluntarily conserve the mango trees by themself.
Keywords: on farm conservation,
genetic resources, mango trees, empowerment
skenario Peluang Produksi dan
Pengembangan
Buah-Buahan Tropis Indonesia sampai dengan
tahun 2050
Kuntoro
Boga Andri dan Sudarmadi Purnomo
Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) JAWA TIMUR
Jl. Raya Karangploso Km.4, PO Box 188
Malang, 65101, Indonesia
E-mail: kuntoro@gmail.com
Abstrak
Peluang
Indonesia menjadi produsen utama dan pasar produk buah dunia pada era pasar bebas sangatlah besar. Konsumsi
dan produksi buah di Indonesia sampai dengan beberapa dekade
mendatang akan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya kesejahteraan
penduduk. Tujuan dari studi ini adalah
menentukan keseimbangan pemenuhan
kebutuhan konsumsi lokal dan pertumbuhan eksport, serta membuat skenario pengembangan
dalam
dua hal yaitu, penyediaan lahan baru untuk meningkatkan produksi melalui
perluasan areal tanam (ekstensifikasi) dan peningkatan
produktivitas (intensifikasi) buah tropis Indonesia. Dalam tulisan ini dipaparkan tantangan
terbesar pengembangan
buah-buahan tropis Indonesia sampai dengan tahun 2050 adalah
menekan tingkat kehilangan (waste) produk, dan pemenuhan kebutuhan pasar ekspor
serta industri pengolahan yang makin meningkat. Untuk itu, program pengembangan
sektor buah nasional dimasa datang perlu pada penekanan upaya penaganan yang
baik pada saat panen dan pasca panen. Juga melalui perbaikan
kualitas dan mutu buah, perbaikan rantai pasok dan infrastruktur distribusi,
insentif ekonomis bagi pelaku agribisnis buah-buahan, disamping tetap menjaga
pertumbuhan produksi secara berkelanjutan.
Kata Kunci: buah-buahan tropis Indonesia, sistim produksi, proyeksi pengembangan,
kebutuhan lahan
Abstract
During the free markets epoch, Indonesia has an
enormous opportunity in the world to become a main producers and marketplace of
fruits. The country’s fruits consumption and production up to the next few
decades will remain increase in accordance with the growing of people
prosperity. Objective of this study is to determined the equilibrium of self-sufficiency
of Indonesian tropical fruits, to meets the local consumption and export growth
demand, as well as to formulate the scenario approach in two matters i.e, the
provision of new land to increase production through expansion of planting
areas (extensification), and on the other hand, through increased productivity
(intensification). It is illustrates in this article, that the main challenges
for the development of Indonesia's tropical fruits up to 2050 are to suppress
the level of loss (waste) of products, and fulfillment of export markets
supplies and growing manufacturing industry demand. Furthermore, the national
fruit sector development program in the future need to emphasize the efforts of
good handling during harvest and post harvest, quality improvement and fruit
quality, improved supply chain and distribution infrastructure, economic
incentives for a fruits agribusiness, as well as maintain sustainable growth production.
Keywords: Indonesia's tropical fruits, production systems, the projected
development, land needs
ANALISA
RANTAI PASOK PISANG
AGUNG SEMERU
DARI
WILAYAH AGROPOLITAN SEROJA DI LUMAJANG
Kuntoro
Boga Andri dan F. Kasijadi
Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) JAWA TIMUR
Jl. Raya Karangploso Km.4, PO Box 188
Malang, 65101, Indonesia
E-mail: kuntoro@gmail.com
Abstrak
Pisang Agung Semeru merupakan tanaman khas spesifik
lokasi yang tersebar di 16 desa di dua kecamatan sentra penghasil utama, yaitu
Senduro dan Pasrujambe. Tanaman ini mampu beradaptasi dan tumbuh dengan baik di
beberapa wilayah Lumajang, Malang, Jember, Banyuwangi dan Sekitaranya. Tujuan
dari penelitian ini adalah identifikasi rantai pasok Pisang Agung Semeru dari
wilayah agropolitan Seroja di Lumajang
mulai dari petani hingga konsumen, sehingga dapat diketahui peran, fungsi,
dan manfaat dari pelaku rantai pasok dan sistem yang ada. Hasil pengkajian terhadap
rantai pasok Pisang Agung dari Lumajang menunjukkan bahwa secara ekonomi
agribisnis pisang ini memberikan keuntungan langsung kepada petani setempat dan
multiflier effect kepada masyarakat sekitarnya. Sistem pemasaran melibatkan
banyak pemain didalamnya yang merupakan kombinasi struktur pasar persaingan
sempurna dan kontrak pemasaran. Akan tetapi perlu lebih ditingkatkan nilai
tawar dari petani melalui pengembangan kelembagan petani, kelembagaan
permodalan dan kelembagaan pemasaran. Disisi lain, pola kemitraan petani dan
perusahaan agribisnis, perlu diarahkan pada
suatu legal kontrak yang mengikat lebih kuat kedua belah pihak.
Perbaikan teknologi budidaya dan pasca panen perlu terus dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk.
Kata Kunci: rantai pasok, agropolitan Seroja, Pisang Agung Semeru, Lumajang
ABSTRACT
Agung Semeru Banana is a site-specific crop which is widespread in 16 villages within two sub
districts of main production
centers, namely Senduro and Pasrujambe. This crops is suitably adapt and grow in some areas of Lumajang, Malang, Jember, Banyuwangi and it surrounds. The purpose of this study is to identify the supply chain of Agung Semeru Banana from Seroja Agropolitan areas in
Lumajang, start from the producer’s farmers to the consumers, so
that it can grasp the
role, function, as well as benefits by the actors of supply chain and the existing
systems. Results of the supply chain assessment
on Agung Semeru Banana from Lumajang has shown that economically this
agribusiness provide direct benefits to local farmers and gives multiplier
effects to the surrounding community. The marketing system involved many
players on the market structure in which is a combination structure of perfect
competition and contract marketing. However, it is needed to increase farmers
bargaining position through development of farmer’s institution, capital
institution and marketing institution. On the other hand, partnership of
farmers and agribusiness company, is needed to direct to a legal contract that
binds stronger both parties. Technology improvement on cultivation and
post-harvest is needed to be continue to improve productivity and product
quality.
Key words: supply
chain, Seroja Agropolitan, Agung Semeru Banana, Lumajang
KAJIAN EFEKTIVITAS PEMBERIAN PUPUK N-P-K PELANGI
20:10:10 TERHADAP PENINGKATAN HASIL DAN
PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI JAWA TIMUR
M. Saeri*) dan
Suwono*).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
Abstrak
Untuk mengetahui pengaruh pupuk
N-P-K Pelangi 20:10:10 terhadap
pertumbuhan dan peningkatan hasil padi sawah, telah dilaksanakan percobaan di Desa Klemunan, Kecamatan Wlingi, Kab. Blitar pada musim penghujan (MH) 2007/2008. Percobaan
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) diulang 3 kali. Perlakuanya adalah pupuk N-P-K Pelangi (20-10-10) sebanyak 400 kg/ha ditambah 200; 100 dan 25 kg/ha urea pril produk PT.
Pupuk
Kaltim, diberikan 3 (tiga) kali yaitu pada umur 0 hst, 25 hst dan 45 hst. (hari setelah tanam)
sesuai perlakuan. sebagai pembanding
adalah pupuk produksi PT. Petrokimia
Gresik pada dosis yang setara yaitu 374 kg Urea + 111 kg. SP-36 dan 67 kg KCl per hektar. Varietas padi yang
ditanam adalah Ciherang. Analisis data menggunakan ANOVA dilanjutkan
dengan uji BNT 5%. Kepekaan ekonomi dianalisis dengan Analisis Input Output. Hasil pengkajian pemupukan, N-P-K-Pelangi (20-10-10) 400 kg/ha ditambah dengan 200 kg Urea diberikan 2
kali, memberikan hasil gabah kering panen sebesar 6,42 t/ha, penerimaan
usahatani sebesar Rp. 14.766.000,-, keuntungan sebesar Rp.7.446.000,-, dan R/C
Ratio sebesar 2,02, adalah sebanding dan
beda tidak signifikan dengan pemupukan 374 kg Urea+111 kg SP-36 dan 67 kg KCl per hektar yang memberikan
hasil gabah kering panen sebesar 6,58 ton, penerimaan usahatani sebesar Rp.
15.134.000,-, keuntungan sebesar Rp. 8.284.700,- dan
R/C Ratio sebesar 2,21. Pupuk N-P-K
Pelangi (20-10-10) baik secara teknis maupun secara ekonomis adalah layak untuk
digunakan sebagai pupuk majemuk alternatif.
Kata kunci: Efektivitas, Pupuk, NPK Pelangi 20-10-10, Padi,
pendapatan,Petani
EFFECTIVENESS STUDY OF GRANT OF FERTILIZER NPK PELANGI 20:10:10 ON THE IMPROVEMENT OF REVENUE AND RICE FARMERS IN EAST JAVA
M. Saeri*) dan
Suwono*).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
Abstract
To determine the
effect of NPK Pelangi 20:10:10 on growth and
yield enhancement of rice paddies,
has conducted experiments
in the Village Klemunan, District
Wlingi, Kab. Blitar
in the rainy season
(MH) 2007/2008. The experimental design was a randomised blocked design with
three replication. Treatments is
NPK Pelangi (20-10-10)
as much as 400 kg/ha plus 200; 100 and 25 kg/ha
of urea pril PT.
Kaltim fertilizer products, three
times of given, at the age of 0 dat, d.a.t
25 and d.a.t 45.
(days after planting) according
to treatment. as a comparison is a fertilizer produced
by PT. Petrokimia Gresik at an equivalent dose
of 374 kg urea
+ 111 kg. SP-36 and 67 kg of
KCl per hectare.
Rice varieties are planted Ciherang. Data
analysis using ANOVA followed by
LSD 5%. Economic
sensitivity analysis with Input Output Analysis.
The results of the assessment fertilization with NPK Pelangi (20-10-10) 400 kg /
ha plus urea
200 kg given two
times, giving the profit of dry
grain yield 6.42 t
/ ha, farmer's revenue of Rp. 14,766,000, -,
a gain of Rp.7.446.000, -, and R / C ratio of 2.02, is comparable and not too
different from fertilization with Urea 374 kg +111 kg SP-36 and 67 kg of KCl
per hectare gives
grain yield of 6.58
tons of dry crops,
farm revenue of
Rp. 15,134,000, -, a gain of
Rp. 8,284,700, -
and R / C ratio of 2.21.
Keywords: Effectiveness, Fertilizer,
20-10-10 NPK Pelangi,
rice, income, Farmers
TINGKAT RISIKO
USAHA PEGARAMAN RAKYAT MASA PRODUKSI 2011:
SUATU TELAAH DALAM UPAYA MENGURANGI KETERGANTUNGAN IMPOR
Ihsanuddin
Universitas
Trunojoyo,Madura
ihsannudin@yahoo.com
ABSTRAK
Garam selain digunakan untuk
memenuhi kebutuhan industri utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Kebutuhan
garam nasional pada 2010 adalah sebesar 2,9 juta ton dan hanya mampu dipenuhi
oleh produksi nasional baik oleh PT. Garam maupun garam rakyat sebesar 1,4 juta
ton dan kekurangannya sebesar 1,5 juta ton dipenuhi impor. Sebuah ironi di
negeri bahari yang terkenal penuh dengan potensi ini. Penelitian ini bertujuan
mengetahui tingkat risiko usaha pegaraman baik risiko produksi, biaya, harga
dan pendapatan usaha pegaraman rakyat. Metode analisis yang dipergunakan untuk
mengetahui tingkat risiko ini adalah menggunakan koefesien varians. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa risiko usaha pegaraman baik risiko produksi,
biaya, harga dan pendapatan pada masa produksi 2011 adalah rendah.
Kata
Kunci: risiko, pegaraman, impor
ABSTRACT
Salt is used to meet
the industry need and mainly to consumption need. In 2010, the national need of
salt are 2,9 million tons and the national production (PT. Garam and salt
people) only amounted to 1,4 million tons and import are 1,5 million tons. An
irony in the famous maritime nation that is full of potential. This research
has aimed to find out the level of risk (production, costs, price and revenue)
people saltern business. Analysis method of this research uses coefficient of
variance. The result shows that the level risk (production, costs, price and
revenue) people saltern business is low.
Key words: risk, saltern, import
POTENSI HASIL UJI GALUR PADI SAWAH PADA MK-1 DI NGAWI
Sugiono
dan Amik
Krismawati
BPTP Jawa Timur Jl Raya Karangploso Km 4
Malang Tlp.(0341) 494052, fax(0341)471255
Email: bptp_jatim@yahoo.com, Sugiono: astro_bptp@yahoo.co.id
ABSTRAK
Untuk
mendukung ketahanan pangan berkelanjutan Badan Litbang pertanian, mengembangkan
inovasi teknologi varietas padi yang tahan terhadap cekanam hama, penyakit dan
lingkungan (kekeringan). Karena salah
satu faktor utama yang berpotensi untuk meningkatkan produksi padi secara
nasional adalah teknologi Varietas Unggul Baru (VUB). Untuk memperoleh calon VUB
dilakukan uji produksi galur yang dihasilkan BB-Biogen pada musim kering-1 (MK-1) 2010 di Kabupaten
Ngawi Jawa Timur . Jumlah perlakuan ada 15, jumlah galur yang diuji 13
dan 2 varietas cek/pembanding, rancangan percobaan Acak Kelompok, tiga ulangan.
Tujuan penelitian adalah mendapatkan calon varietas yang bisa dilepas menjadi
varietas unggul baru dengan potensi produksi tinggi dan tahan cekaman. Hasil pengamatan umur tanaman galur dan varietas cek 100-105 hari
setelah sebar (hss), tidak ditemukan gejala serangan hama dan penyakit sampai panen, tinggi
tanaman bervariasi antara 67,67 cm -107,33 cm. Produksi uji galur yang
setara/diatas cek Ciherang (6,29 t/ha) dan Inpari-1(6,75 t/ha): ada 3 galur: BIO127-BC-WBC (6,24 t/ha) galur tahan WBC, BIO62-AC-BLAS/BLB03 (6,81 t/ha) galur tahan Blas/BLB, dan produksi
tertinggi BIO129-BC-WBC (7,11 t/ha) galur tahan WBC. Galur yang tahan kekeringan rata-rata
produksinya dibawah varietas cek.
Kata kunci: galur, varietas, produksi
ABSTRACT
To support the food security of sustainable agriculture research and
development, technological innovation developed rice varieties resistant to
stress pests, diseases and environmental (drought). Because one of the main
factors that have the potential to increase national rice production technology
is the new superior variety (VUB). To obtain prospective new superior variety
production test conducted resulting strain BB-Biogen in the dry season-1 2010
in Ngawi regency of East Java. The number of treatments there are 15, the
number of strains tested 13 and two varieties of check/comparison, group
randomized experimental design, three replicates. The research objective is to
get the candidate varieties that can be released into new varieties with high
production potential and stress resistance. Observations age of the plant
strains and varieties of 100-105 days after the scatterplot checks, found no
symptoms of pests and diseases to harvest, plant height varied between 67.67-107.33
cm. Production test strain equivalent / above checks Ciherang (6.29 t/ha) and
Inpari-1 (6.75 t/ha): there are three strains: BIO127-BC-WBC (6.24 t/ha)
WBC-resistant strains, BIO62-AC-BLAS/BLB03 (6.81 t/ha) Blas/BLB-resistant
strains, and the highest production BIO129-BC-WBC (7.11 t/ha) WBC-resistant
strains. Drought-resistant strains of the average production below the check
varieties.
Key words: strains, varieties, production
PENGUJIAN STANDAR DAN KHUSUS
BENIH PADI, JAGUNG,
DAN KEDELAI HASIL PENANGKARAN
PETANI
(Studi Kasus di Kabupaten Muaro
Jambi, Provinsi Jambi)
Rudi Hartawan
Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Batanghari,
Jalan Slamet Riyadi, Jambi 36122
e mail: rudi2810@yahoo.com
Abstrak
Saat
ini kegiatan penangkaran benih tidak hanya dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri
dan PT. Pertani saja, telah banyak penangkar swasta, bahkan para petani telah
melakukan penangkaran benih. Guna memastikan apakah benih yang dihasilkan oleh
petani masuk dalam standar mutu, perlu dilakukan pengujian lapang dan
laboratorium untuk menentukan apakah benih tersebut layak mendapat sertifikat
untuk dipasarkan sebagai benih sebar. Percobaan
bertujuan untuk menguji apakah benih padi, jagung, dan kedelai yang ditangkar
oleh petani memenuhi syarat. Percobaan telah dilaksanakan pada Bulan Agustus
2011 sampai Januari 2012 di Laboratorium benih BPSB Propinsi Jambi dan
Laboratorium Dasar Universitas Batanghari. Percobaan
diawali dengan mengambil sampel benih di gudang penyimpanan milik petani.
Setiap komoditi diambil 15 sampel yang dianggap sebagai contoh kiriman.
Pengujian yang dilakukan adalah uji standar yang meliputi kadar air, persentase
benih murni, persentase benih tanaman lain, persentase kotoran benih,
persentase benih varitas lain, dan persentase daya tumbuh. Sedangkan pengujian
khusus yang dilakukan adalah uji tetrazolium dan bobot 1000 butir.Data
hasil pengamatan menunjukkan semua parameter masuk dalam standar, kecuali nilai
kadar air benih lebih tinggi dari nilai standar yang ditetapkan, sehingga
secara teknis tidak lolos dalam uji sertifikasi.
Kata Kunci : Sertifikasi
benih padi, jagung, dan kedelai
Abstract
Nowadays,
the activity of extention seed production not only done by PT. Sang Hiang Seri
and PT. Pertani, a lot of seed growers, even all farmers have become the seed
growers. To ascertain whether seed yielded by growers in quality standard,
require to be conducted by a spacious and laboratory by Bureau of seed
certification (BPSB) to determine what the seed competent get the certificate
to be marketed as extention seed. This study aim to test seeds of
rice, maize, and soybean which production by growers up to standard as
extention seed. The experiment was carried out at seed laboratory, the BPSB of
Jambi Province from August 2011 until January 2012. Seed sampling taking from
depository farmers. Each commodity taken 15 samples which is considered to be a
example of consignment. Examination the standard test covering water content,
pure seed percentage, other seed crop percentage, other seed varieties
percentage and seed germination. The
special examination are tetrazolium test and weight of 1000 seeds. Result
of this study showed that all of parameters incoming an standard, except water content, so that
technically not get an way in test certification.
Keywords : seed
certification of rice, corn, and soybean
PERTUMBUHAN TANAMAN KARET
(Hevea brasiliensis Muell Arg) DENGAN
TANAMAN SELA GANYONG (Canna edulis Ker)
L.N.Sulistyaningsih, Umar
Harun,Renih Hayati
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya
Jl.Raya Palembang Prabumulih KM 32 Inderalaya Ogan Ilir
e-mail:ninik_sulistyaningsih@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di PT.
Roesli Taher, Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan dimulai pada
bulan Juli 2011 sampai dengan Bulan Desember 2011. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengamati pertumbuhan tanaman karet belum menghasilkan (TBM)
dengan tanaman ganyong sebagai tanaman sela. Penelitian menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari tiga perlakuan dan tiga ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertumbuhan tanaman karet tidak terpengaruh dengan adanya tanaman sela ganyong,
ini dibuktikan dengan adanya pertambahan dari lilit batang, jumlah cabang dan
lebar tajuk, sedangkan untuk tanaman ganyong dipengaruhi oleh tanaman karet karena
adanya penaungan, ini dibuktikan dengan perbedaan tinggi tanaman dan kandungan
klorofll ,amilum dan sukrosa daun pada
tanaman ganyong yang ditanam di tegakan tanaman karet yang berumur satu tahun,
dua tahun dan tiga tahun.
Kata kunci: Karet muda, tanaman sela , ganyong
THE YOUNG RUBBER PLANTS (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
INTERCROPPED WITH EDIBLE CANNA(Canna
edulis Ker)
L.N.Sulistyaningsih, Umar
Harun, Renih Hayati
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya
Jl.Raya Palembang Prabumulih KM 32 Inderalaya Ogan Ilir
e-mail:ninik_sulistyaningsih@yahoo.com
ABSTRACT
This experiment was
conducted at PT. Roesli Taher, Tanjung Raja, Ogan Ilir regency South
Sumatera from July 2011 to December
2011. The aim of this experiment was to observe the growth of young rubber
plants which intercropped with Edible Canna. The experiment method being used
Randomized Block Design with three treatments and three replications.
The experiment result
showed that the growth of rubber plants were not affected by Edible Canna, it
was indicated by the increase of girth, number of branches and width of canopy
in each observation, on the other hand the growth of Canna was affected by the
rubber plants, it was indicated by the differences of plants height ,
chlorophyll ,amyllum,and sucrose leaf contents in one year, two years and three
years of rubber plants.
Keyword: young rubber ,
intercropped,edible canna
Pertumbuhan Stum Okulasi Mata Tidur Klon PB 260 dalam
Polibag
yang Ditumbuhkan di daerah Dataran Tinggi*
Lucy Robiartini1**, M.Umar Harun1,
Renih Hayati1 Yakup Parto1
1Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
UNSRI Jln. Raya Palembang –Prabumulih
km 32 Indralaya , Ogan Ilir Sumatera Selatan
*Bagian dari
Disertasi **alamat korespondensi
Abstrak
Peluang
untuk mengembangkan tanaman karet ke wilayah lain, seperti ke daerah dataran
tinggi menjadi pertimbangan, mengingat lahan untuk tanaman karet di dataran
rendah semakin berkurang, akibat persaingan komparatif dengan komoditas
perkebunan lainnya dan juga minat petani kopi didataran tinggi untuk
diversifikasi usaha dengan tanaman karet. Penelitian bertujuan untuk
mendapatkan informasi pertumbuhan stum okulasi mata tidur klon PB 260 dalam
polibeg yang ditumbuhkan di daerah dataran tinggi. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Mei 2011
sampai September 2011, di Desa Karya Nyata Kecamatan Semendo kabupaten
Muaraenim (760 m dpl) dan desa Sembawa Kabupaten Banyuasin (10 m dpl) Provinsi
Sumatera Selatan. Pertumbuhan stum sampai stadia satu payung daun menunjukkan
bahwa di dataran tinggi pertumbuhan stum mengalami hambatan pada lilit tunas
dan jumlah daun. Hasil analisis
karakter fisiologi daun didapat kandungan kadar sukrosa, protein, dan pati
yang lebih tinggi, sedang kadar lemak
lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan stum okulasi mata tidur klon
PB 260 yang ditumbuhkan di daerah dataran rendah.
Kata
Kunci : Hevea brasiliensis, dataran tinggi, stum okulasi mata tidur
The Growth of
budded stump Clone PB 260 in upland
Lucy Robiartini1**, M.Umar Harun1,
Renih Hayati1 Yakup Parto1
1Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
UNSRI Jln. Raya Palembang –Prabumulih
km 32 Indralaya , Ogan Ilir Sumatera Selatan
*Bagian dari
Disertasi **alamat korespondensi
Abstract
The
prospect of rubber crop to another part of Indonesia to be highland should be
considered because the suitable area in lowland tend to decrease. The cause of decreasing of rubber crop area
are competition to another industrial crop and farmer interest to change their
commodity coffea to rubber. The aim of the research is the collect information
about growth of budded stump clone PB 260
in polybag in highland (760 m ). The research was conducted from Mei 2011 until
September 2011, at Karya Nyata Village Semendo Muara Enim (760 m about sea
level) and Sembawa village Banyu Asin (10 m about sea level) South Sumatera. The
result should the growth of budded stump in highland had slower than in variables,
girth and number of leave. Fisiology character indicated the sucrose, starch and protein
were higher, however fat was lower than the leave stump in lowland.
Key words : Hevea brasiliensis, highland, budded stump.
Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Alokasi Waktu Kerja dan Konstribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani Kelapa Dalam (Cocos nucifera L.) Pada Perkebunan
Rakyat Di Berbagai Tipologi Lahan Pasang Surut Provinsi Sumatera Selatan
Yudhi Zuriah WP 1) : M.Yamin 2), Sriati 3),
Marwan Sufri 4)
1) Mahasiswa PPS UNSRI ; 2,3,4) Dosen Pembimbing Disertasi
Jurusan
Agribisnis STIPER Sriwigama
Jalan Demang IV-Demang Lebar Daun Lorok
Pakjo Palembang (30137)
yudhi.wardi@yahoo.com
Abstrak
Penulisan ini bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi alokasi waktu kerja
rumah tangga petani dan pendapatan usahatani kelapa dalam serta konstribusinya terhadap
pendapatan rumah tangga keluarga pada perkebunan rakyat di tipologi lahan pasang surut yang
berbeda. Dalam penelitian ini pemilihan unit sampling dilakukan dengan metode penarikan contoh disproportionate stratified random sampling (Bungin, 2010), berdasarkan pola yang diterapkan oleh petani
contoh, yaitu pola monokultur dan polikultur dengan jumlah sampel
yang akan diteliti sebanyak 240 KK.
Hasil analisis dengan menggunakan regresi nonlinier,
menunjukkan bahwa secara bersama-sama
faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi waktu kerja rumah tangga petani kelapa
dalam, yaitu tipe lahan pasang surut A, B, C, D, tingkat
pendidikan, pola usahatani, umur petani, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan
per kapita, upah tenaga kerja pria dan upah tenaga kerja pria. Sementara itu hasil analisis pengaruh
masing-masing varibel bebas (faktor yang berpengaruh nyata dan positif secara
statistik) terhadap alokasi waktu kerja rumah tangga petani kelapa dalam, yaitu
tipe lahan pasang surut B dan C, pola usahatani, umur petani, pendapatan per kapita, dan upah tenaga kerja
wanita. Sedangkan faktor yang tidak
berpengaruh nyata secara statistik, yaitu lahan tipe pasang surut A, tingkat
pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan upah tenaga kerja pria.
Pendapatan dan kontribusi pendapatan usahatani kelapa dalam pada pola monokultur dan Polikultur di lahan pasang surut tipe A dan B lebih besar dibandingkan tipe C dan D. Konstribusi pendapatan rumah tangga petani kelapa pada pola monokultur
dan polikultur di lahan tipe A dan B
tergolong besar, sedangkan pada tipe C dan D tergolong sedang.
Kata kunci : ”Cocos Nucifera L”,
Lahan pasang surut, Alokasi waktu kerja, Pendapatan dan konstribusi pendapatan.
Abstract
The study is aimed to analyze the determinants of working allocation
time and the income and its contribution of the coconut farm households on
different typological land area of coconut public plantation on tidal land
area. Disproportionate stratified random sampling was used in withdrawing 240
farm households as the samples (Bungin, 2010), in
accordance to the applied farming pattern, monoculture and polyculture.
The
result of linier regression analysis showed that the determinants of working
allocation time of the coconut farm households included tidal land typologies
A, B, C, or D; education level; farming pattern; farmers’ age; number of
household members; per capita income; male workers’ wage; and female workers’
wage. Meanwhile, the independent variables which were
statistically significant in influencing the working allocation time of the
coconut farm household included tidal land typologies B and C; the farming
pattern; farmers’ age; per capita income; and female workers’ wage. On the
other hand, the independent variables which were statistically insignificant in
influencing the working allocation time of the coconut farm household included tidal
land typology A; farmers’ education level, number of household member; and male
workers’ wage.
The
income and its contribution gained from coconut farming on tidal land
typologies A and B for both monoculture and polyculture were higher than the
ones gained from typologies C and D. Income contribution for both monoculture and polyculture on land typologies A and B were
categorized as high income contribution, whereas on land typologies C and D
were categorized as moderate income contribution.
Keywords :
”Cocos Nucifera L”, Tidal
land, Working time allocation, Income, and Income Contribution
PENGUJIAN STANDAR DAN KHUSUS
BENIH PADI, JAGUNG,
DAN KEDELAI HASIL PENANGKARAN
PETANI
(Studi Kasus di Kabupaten Muaro
Jambi, Provinsi Jambi)
Rudi Hartawan
Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Batanghari,
Jalan Slamet Riyadi, Jambi 36122
e mail: rudi2810@yahoo.com
Abstrak
Saat
ini kegiatan penangkaran benih tidak hanya dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri
dan PT. Pertani saja, telah banyak penangkar swasta, bahkan para petani telah
melakukan penangkaran benih. Guna memastikan apakah benih yang dihasilkan oleh
petani masuk dalam standar mutu, perlu dilakukan pengujian lapang dan
laboratorium untuk menentukan apakah benih tersebut layak mendapat sertifikat
untuk dipasarkan sebagai benih sebar.Percobaan
bertujuan untuk menguji apakah benih padi, jagung, dan kedelai yang ditangkar
oleh petani memenuhi syarat. Percobaan telah dilaksanakan pada Bulan Agustus
2011 sampai Januari 2012 di Laboratorium benih BPSB Propinsi Jambi dan
Laboratorium Dasar Universitas Batanghari.
Percobaan
diawali dengan mengambil sampel benih di gudang penyimpanan milik petani.
Setiap komoditi diambil 15 sampel yang dianggap sebagai contoh kiriman.
Pengujian yang dilakukan adalah uji standar yang meliputi kadar air, persentase
benih murni, persentase benih tanaman lain, persentase kotoran benih,
persentase benih varitas lain, dan persentase daya tumbuh. Sedangkan pengujian
khusus yang dilakukan adalah uji tetrazolium dan bobot 1000 butir.Data
hasil pengamatan menunjukkan semua parameter masuk dalam standar, kecuali nilai
kadar air benih lebih tinggi dari nilai standar yang ditetapkan, sehingga
secara teknis tidak lolos dalam uji sertifikasi.
Kata Kunci : Sertifikasi
benih padi, jagung, dan kedelai
Abstract
To day,
the activity of extention seed production not only done by PT. Sang Hiang Seri
and PT. Pertani, a lot of seed growers, even all farmers have become the seed
growers. To ascertain whether seed yielded by growers in quality standard,
require to be conducted by a spacious and laboratory by Bureau of seed
certification (BPSB) to determine what the seed competent get the certificate
to be marketed as extention seed.This study aim to test seeds of
rice, maize, and soybean which production by growers up to standard as
extention seed. The experiment was carried out at seed laboratory, the BPSB of
Jambi Province from August 2011 until January 2012. Seed sampling taking from
depository farmers. Each commodity taken 15 samples which is considered to be a
example of consignment. Examination the standard test covering water content,
pure seed percentage, other seed crop percentage, other seed varieties
percentage and seed germination. The
special examination are tetrazolium test and weight of 1000 seeds.
Result
of this study showed that all of parameters incoming an standard, except water content, so that
technically not get an way in test certification.
Keywords : seed
certification of rice, corn, and soybean
UJI SUBSTITUSI PUPUK BOKASI DAN NPK (SUPERTANI ) DALAM UPAYA PERBAIKAN BUDIDAYA PADI SAWAH DI KABUPATEN MADIUN
Luluk
Sulistiyo Budi1, Sukar1 dan Djoko Setyo Martono1
Unmer Madiun
Keberhasilan
program swasembada beras sangat ditentukan oleh meningkatnya produksi padi,
namun demikian akhir-akhir ini sering terjadi permasalahan tentang kelangkaan
pupuk makro anorganik yang beredar dimasyarakat sehingga diperlukan alternatif
strategi yang efektif dan efisien.
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan paket teknologi budidaya
melalui pemupukan yang berimbang dengan mengkombinasikan penggunaan pupuk
bokasi dan NPK supertani sebagai
pengganti pupuk UREA, SP36 dan KCL
atau NPK lain yang di rekomendasikan. Metode penelitian menggunakan RAK dengan satu
faktor yaitu kombinasi pemupukan berimbang terdiri dari 3 formula (UREA + NPK supertani) A (150:10), B (200:10), C (250:10),dan 3 formula (Bokasi + NPK supertani)m, yaitu E ( 3000:10), F (4000:10) dan G kontrol (UREA
400, SP-36 150,dan KCL 100). Hasil penelitian menunjukkan beda nyata terhadap parameter tinggi tanaman, sedangkan
parameter produksi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata Hipotesa diterima,
terutama pada parameter produksi bobot GKS (gabah kering sawah) dan bobot GKG (gabah kering giling) dibandingkan dengan kontrol. Nilai rata-rata GKG tertinggi di capai oleh
perlakuan C (Urea 200;10 kg NPK supertani) sebesar 8,6 ton/Ha, sedangkan
kontrol hanya 7,8 ton/Ha.
Sedangkan pada kombinasi bokasi dan NPK
(supertani) nilai rata-rata GKG tertinggi 7,0 ton/Ha, namun trendnya masih
naik, dan diduga penggunaan dosis bokasi masih dapat ditingkatkan agar dapat
memberikan manfaat. Dengan demikian
penggunaan bokasi dan NPK (supertani) potensial sebagai substitusi pupuk dalam upaya peningkatan produksi padi.
Keyword :
Substitusi, Pemupukan, Bokasi, dan Supertani, padi sawah
SUBSTITUTION BOKASI FERTILIZER AND SUPERTANI
(NPK) TO IMPROVEMENT LOWLAND RICE
CULTIVATION IN MADIUN REGENCY
Luluk Sulistiyo Budi1, Sukar1 and Djoko Setyo Martono1
1. Lecturer Faculty of Agriculture, University of Merdeka Madiun. Serayu Street, No. 79 Madiun. E-mail: luluksb@yahoo.co.id,
Luluk Sulistiyo Budi1, Sukar1 and Djoko Setyo Martono1
1. Lecturer Faculty of Agriculture, University of Merdeka Madiun. Serayu Street, No. 79 Madiun. E-mail: luluksb@yahoo.co.id,
Abstracts
Rice self-sufficiency program's success is largely determined by the increase in rice production, however, the recent common issues of macro inorganic fertilizer scarcity in circulation in the community so that the required alternative strategies that effectively and efficiently. The purpose of this study is the result cultivation technology package through a balanced fertilization by combining the use of fertilizers and NPK supertani bokasi instead of UREA fertilizer, SP36 and KCl or other NPK recommended. Methods of research using RGD with a combination of balanced fertilization factor is composed of three formulas (NPK + UREA supertani),ie A (150:10), B (200:10), C (250:10), and 3 formula (NPK + Bokasi supertani ), ie E (3000:10), F (4000:10) and G controls (UREA 400, SP-36 150, and KCL 100). The results show a real difference to the parameters of plant height, whereas the production parameters showed no significant difference hypothesis is accepted, mainly on the production parameters of the weight of GKS (unhusked rice) and dup weight (dry milled grain) compared to controls. The average value of the highest MPD achieved by treatment C (200 Urea, 10 kg NPK supertani) of 8.6 tonnes / ha, whereas the controls only 7.8 ton / Ha. While the combination bokasi and NPK (supertani) the average value of the highest MPD 7.0 tons / ha, but the trend is still rising, and the alleged use of bokasi dose can still be improved in order to provide benefits. Bokasi and thus the use of NPK (supertani) potential as a substitute for fertilizer in an effort to increase rice production
Keyword:
Substitution, Fertilization, Bokasi, and Supertani,
lowland rice.
Membangun Kedaulatan Negara Melalui
Kedaulatan Pangan
Fuad Hasan
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo
HP: 0815 7875 3458
Abstrak
Pangan
mempunyai arti biologis, ekonomis, politis, dan sosial. Kedaulatan negara dapat
dicapai dengan menjamin ketersediaan pangan dari aspek kuantitas, kualitas,
distribusi, keterjangkauan, dan keamanan tanpa merugikan pelaku utama sektor
pangan (petani). Konsep ketahanan pangan yang masih membuka peluang impor
memberikan dampak negatif yaitu pengurangan devisa negara, ancaman kedaulatan
negara, penurunan kesejahteraan petani, dan ancaman krisis pangan karena krisis
pangan dunia.
Konsep
ketahanan pangan harus diubah menjadi kedaulatan pangan dimana mengutamakan bagaimana pangan ditentukan oleh
komunitas secara mandiri, berdaulat, dan berkelanjutan. Kebijakan
pangan nasional menjadi steril dari berbagai tekanan pihak asing. Upaya pemenuhan pangan dilakukan dari dua aspek yaitu 1) aspek konsumsi dengan berusaha
untuk merubah pola makan yang seimbang
bagi masyarakat, mendorong untuk mengkonsumsi makanan lokal, dan menggugah kesadaran
masyarakat untuk menghindari pemborosan makanan; dan 2) aspek produksi dengan
intensifikasi dan ekstensifikasi yang bernilai ekonomi, berwatak sosial, dan
tanpa mengorbankan lingkungan.
Kata kunci: kedaulatan pangan, ketahanan pangan,
kedaulatan negara
To establish
state sovereignty over
food sovereignty
Fuad Hasan
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo
HP: 0815 7875 3458
Abstract
A Foods has a biological sense, economically,
politically, and socially. State sovereignty can be achieved by ensuring the
availability of food include quantity and quality aspect, distribution,
affordability, and seafety without
harming the main perpetrators of the food sector (farmers). The concept of food
security that still depend on imports have negative impacts i.e the reduction of foreign exchange, the threat
of state sovereignty, the decline in the welfare of farmers, and the threat of
food crisis since the world food crisis.
The concept of food security must be converted to food sovereignty which prioritizes how the food is determined by the community as independent, sovereign, and sustainable. National food policy to be sterile from various foreign pressures. Effort to fulfill the food is done include two aspects: 1) consumption aspects by trying to change that a balanced diet for the people, encouraged to eat local food, and arising public awareness to avoid wasting food, and 2) the production aspects by intensification and extension that having economic value, social character, and without sacrificing the environment.
The concept of food security must be converted to food sovereignty which prioritizes how the food is determined by the community as independent, sovereign, and sustainable. National food policy to be sterile from various foreign pressures. Effort to fulfill the food is done include two aspects: 1) consumption aspects by trying to change that a balanced diet for the people, encouraged to eat local food, and arising public awareness to avoid wasting food, and 2) the production aspects by intensification and extension that having economic value, social character, and without sacrificing the environment.
Key words: food sovereignty, food security, State sovereignty
Telaah: Rekonstruksi
Kepemilikan Lahan Menuju Kemandirian Pangan
Sucipto1 dan Wahyunanto
Agung Nugroho2
1Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya. Jl. Veteran Malang Jawa Timur Indonesia, E-mail: ciptoub@yahoo.com
2Program Studi
Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Jl.
Veteran Malang Jawa Timur Indonesia, E-mail: wahyunantoan@yahoo.co.id
Abstrak
Lahan merupakan salah satu faktor
penting usaha tani. Saat ini, sistem hukum mengizinkan seseorang, perusahaan
swasta, dan atau lembaga pemerintah yang memiliki lahan tanpa kewajiban
mengelolanya. Tanah menjadi obyek spekulasi. Ketimpangan kepemilikan lahan
sangat nyata. Banyak lahan terlantar tanpa dikelola lebih dari 3 tahun. Di sisi
lain, petani berlahan sempit atau tuna lahan. Kondisi tersebut memicu rawan
pangan. Beberapa pilihan model untuk membangun kemandirian pangan yang
ditawarkan yaitu berbasis pada perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
dan atau petani. Semuanya terkait status kepemilikan lahan. Diskursus reforma
agraria terbatas pada tuntutan redistribusi lahan bagi petani, namun belum
menyentuh hukum dasar kepemilikan lahan.
Ke depan ini berpotensi menjadi masalah. Karena itu, diperlukan kajian
mendasar terkait kepemilikan lahan, pengelolaan, dan upaya mewujudkan
kemandirian pangan yang berkelanjutan. Hasil kajian menunjukkan bahwa agar
pemanfatan lahan optimal maka pemilik lahan
disyaratkan mengelolanya. Lahan yang tidak dikelola lebih dari 3 tahun layak
dicabut status kepemilikannya dan dapat didistribusikan bagi yang membutuhkan.
Hal ini menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat. Kejelasan status tanah milik
pribadi atau perusahaan, milik negara, dan milik umum memudahkan untuk mengarahkan
alokasi peruntukannya. Berdasar paradigma ini, tanah tidak menjadi obyek
spekulasi, terdistribusi secara adil, dan menjadi lebih produktif. Tersedianya
lahan dan input usaha tani yang memadai mempermudah upaya mewujudkan
kemandirian pangan berkelanjutan yang seiring dengan kesejahteraan bagi petani
dan masyarakat.
Kata kunci: Kepemilikan lahan,
kewajiban, pengelolaan, kemandirian pangan, berkelanjutan
A Review: Reconstruction of Land Ownership
Towards Food Self-Sufficiency
Sucipto1 and Wahyunanto Agung Nugroho2
1Program Studies Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Veteran Street Malang East Java Indonesia, E-mail: ciptoub@yahoo.com
2Program Studies Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Veteran Street Malang East Java Indonesia, E-mail: wahyunantoan@yahoo.co.id
Abstract
Sucipto1 and Wahyunanto Agung Nugroho2
1Program Studies Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Veteran Street Malang East Java Indonesia, E-mail: ciptoub@yahoo.com
2Program Studies Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Veteran Street Malang East Java Indonesia, E-mail: wahyunantoan@yahoo.co.id
Abstract
Land is one of the critical factors for farming. Currently, the legal system allows a person, private companies and or government agencies to own the land without any obligation to manage the land. The land became the object of speculation. The gap of land ownership is very significant. There are many lands were left without land managed more than 3 years. On the other hand, farmers have small or no land. These conditions will lead to food insecurity. Several options for building food self-sufficiency model is based on private enterprise, State-Owned Enterprises (SOEs), and or farmers. All this situation is related to land ownership. Agrarian reform discourse is limited to demand of land redistribution for farmers, but it is not touching the legal basis of land ownership. In the future, it could potentially be a problem. Therefore, it is necessary to do a fundamental study related to the land ownership, management, and efforts to achieve sustainable food self-sufficiency. The results of study show that the utilization of land is optimal if there is an obligation for the land owner to manage it. Some policy have to applied, such as if there is a land that is not managed for more than 3 years, it is worth of ownership revoked and then be distributed to the needy. This creates a sense of justice for society. Clarity of the land ownership, private or corporate ownership, state ownership, and public ownership makes it easy to manage the land use policy. Based on this paradigm, the land does not become the object of speculation, distributed fairly, and be more productive. The availability of adequate land and input components of farming will ease to achieve the sustainable food self-sufficiency that parallel to the welfare of farmers and communities.
Keywords: Land ownership, liability, management, food self-sufficiency, sustainable
Pertumbuhan Stum Okulasi Mata Tidur Klon PB 260 dalam
Polibag
yang Ditumbuhkan di daerah Dataran Tinggi*
The Growth of
budded stump Clone PB 260 in upland
Lucy Robiartini1**, M.Umar Harun1,
Renih Hayati1 Yakup Parto1
1Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
UNSRI Jln. Raya Palembang –Prabumulih
km 32 Indralaya , Ogan Ilir Sumatera Selatan
*Bagian dari
Disertasi **alamat korespondensi
Abstrak
Peluang untuk mengembangkan tanaman
karet ke wilayah lain, seperti ke daerah dataran tinggi menjadi pertimbangan,
mengingat lahan untuk tanaman karet di dataran rendah semakin berkurang, akibat
persaingan komparatif dengan komoditas perkebunan lainnya dan juga minat petani
kopi didataran tinggi untuk diversifikasi usaha dengan tanaman karet. Penelitian
bertujuan untuk mendapatkan informasi pertumbuhan stum okulasi mata tidur klon
PB 260 dalam polibeg yang ditumbuhkan di daerah dataran tinggi. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Mei 2011
sampai September 2011, di Desa Karya Nyata Kecamatan Semendo kabupaten
Muaraenim (760 m dpl) dan desa Sembawa Kabupaten Banyuasin (10 m dpl) Provinsi
Sumatera Selatan. Pertumbuhan stum sampai stadia satu payung daun menunjukkan
bahwa di dataran tinggi pertumbuhan stum mengalami hambatan pada lilit tunas
dan jumlah daun. Hasil analisis
karakter fisiologi daun didapat kandungan kadar sukrosa, protein, dan pati
yang lebih tinggi, sedang kadar lemak
lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan stum okulasi mata tidur klon
PB 260 yang ditumbuhkan di daerah dataran rendah.
Kata
Kunci : Hevea brasiliensis, dataran tinggi, stum okulasi mata tidur
Abstract
The
prospect of rubber crop to another part of Indonesia to be highland should be
considered because the suitable area in lowland tend to decrease. The cause of decreasing of rubber crop area
are competition to another industrial crop and farmer interest to change their
commodity coffea to rubber. The aim of the research is the collect information
about growth of budded stump clone PB 260
in polybag in highland (760 m ). The research was conducted from Mei 2011 until
September 2011, at Karya Nyata Village Semendo Muara Enim (760 m about sea
level) and Sembawa village Banyu Asin (10 m about sea level) South Sumatera. The
result should the growth of budded stump in highland had slower than in variables,
girth and number of leave. Fisiology character indicated the sucrose, starch and protein
were higher, however fat was lower than the leave stump in lowland.
Key words : Hevea brasiliensis, highland, budded stump.
Karakteristik
Ekologi Habitat Alami dan Pengaruhnya terhadap Morfologi dan Kemelimpahan Nepenthes*
Mardhiana1*,
Yakup Parto2, Renih Hayati2, Dwi Putro Priadi2
1Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian, Universitas Borneo, Jl. Amal Lama No. 1. Tarakan, Indonesia
2Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya,Kampus Indralaya, Sumatera Selatan, Indonesia
Email: mardhiana.ub@gmail.com. *Bagian dari Disertasi.**penulis
untuk korespondensi
ABSTRAK
Penelitian
bertujuan untuk mengkaji karakteristik ekologi Nepenthes di habitat alami dan pengaruhnya terhadap morfologi dan kemelimpahannya.
Penelitian dilaksanakan di dua lokasi yaitu Desa Pasir Putih, Kecamatan
Sukajadi, Kabupaten Banyuasin Km 18, dan Desa Pangkalan Benteng, Kecamatan
Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin Km 14, berada pada ketinggian 9-14 m dari
permukaan laut. Penelitian berlangsung dari bulan April 2010 sampai dengan Juli
2010, menggunakan metode survei. Pengamatan dilakukan terhadap suhu udara dan
intensitas cahaya, sifat fisika dan kimia tanah, jenis tumbuhan yang
berasosiasi, morfologi Nepenthes, dan
kemelimpahan populasinya. Hasil penelitian menunjukkan habitat alami di Pasir
Putih memberikan pengaruh lebih baik terhadap morfologi dan kemelimpahan Nepenthes.
Kata Kunci : Nepenthes,
habitat alami, morfologi, karakteristik ekologi, kemelimpahan populasi
The
Ecology Characteristics of Natural Habitat and The Effects on Morfology and
Quantity Population of Nepenthes
Mardhiana1*, Yakup Parto2, Renih Hayati2, Dwi Putro Priadi2
UNSRI,Palembang
Mardhiana1*, Yakup Parto2, Renih Hayati2, Dwi Putro Priadi2
UNSRI,Palembang
ABSTRACT
The research was
study the ecology characteristics of natural habitat and the effects on morphology
and quantity population of Nepenthes.
The research was conducted at two locations, Pasir Putih village, Sukajadi,
Banyuasin Km 18 and Pangkalan Benteng village, Talang Kelapa, Banyuasin Km 14,
in the altitude of 9-14 meters above sea level from April 2010 to Juli 2010.
The method of the experiment was based on field survey, focus to measure the
temperature and light intensities, soil physics and chemistry, morphology of Nepenthes, associated species of plant,
and population quantity of Nepenthes.
The result showed was the best performances and population quantity of Nepenthes at the Pasir Putih.
Keywords : Nepenthes,
natural habitat, morphology, ecology characteristics, population quantity
Analisis Konsumsi Beras dan Pengganti
Beras Berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Di Kota Prabumulih Provinsi Sumatera Selatan*
Maryati Mustofa Hakim1**, Andy
Mulyana1, M.Yamin1, Taufiq Marwa2
1Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Unsri Jl. Raya Palembang Prabumulih Km 32, Ogan Ilir
2Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Unsri Jl. Raya Palembang Prabumulih Km 32, Ogan Ilir
*Bagian dari Disertasi **Alamat korespondensi
Email : maryati_psa@yahoo.co.id
Abstrak
Tujuan Penelitian
adalah mendeskripsikan jenis dan kualitas beras serta jenis pangan pengganti
beras yang dikonsumsi penduduk di Kota Parabumulih, menganalisis konsumsi beras
dan pangan pengganti beras rumah tangga pada tingkat pendapatan rumah tangga
yang berbeda di Kota Prabumulih, dan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi beras dan pangan pengganti beras penduduk di Kota
Prabumulih. Jenis beras yang banyak dikonsumsi penduduk Kota Prabumulih adalah
IR64. Jenis pangan pengganti dominan adalah mie instan. Hasil penelitian
menunjukkan konsumsi beras pada rumah tangga pendapatan tinggi lebih rendah
daripada tingkat pendapatan sedang dan rendah. Rumah tangga dengan tingkat
pendapatan tinggi, rata-rata konsumsi beras sebesar 94,95 kg per kapita per tahun,
sedangkan rumah tangga yang berpendapatan rendah, rata-rata konsumsi berasnya
mencapai 99,67 kg per kapita per tahun. Untuk pangan beras pengganti, pada
rumah tangga dengan tingkat pendapatan tinggi, rata-rata konsumsi mie instan
sebesar 8,51 kg per kapita per tahun, dan 6,55 kg per kapita per tahun untuk
rumah tangga yang berpendapatan rendah. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata
terhadap konsumsi beras adalah jumlah anggota keluarga, pendapatan rumah
tangga, harga beras, jenis pekerjaan, dan komposisi umur anggota rumah tanga.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras (mie instan) adalah
jumlah anggota rumah tangga, pendapatan, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan.
Kata Kunci : Konsumsi Beras, Pendapatan
The Analysis Of
Rice Consumption and Rice Substitution Based on Income Rate of
Household in
Prabumulih City South Sumatera Province
Maryati Mustofa Hakim1**, Andy
Mulyana1, M.Yamin1, Taufiq Marwa2
1Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Unsri Jl. Raya Palembang Prabumulih Km 32, Ogan Ilir
2Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Unsri Jl. Raya Palembang Prabumulih Km 32, Ogan Ilir
*Bagian dari Disertasi **Alamat korespondensi
Email : maryati_psa@yahoo.co.id
Abstract
The purpose of this research are to describes the
quality and type of rice and type of rice substitutes which consumed by residents
of Prabumulih City, analyze rice and rice substitute consumption in Prabumulih City. The result
showed that the rice consumed by
resident of Prabumulih City is good quality rice, considered from the price
more expensive than price of BULOG in rice. Type of dominant rice that
consumed was IR 64. Type of dominant rice substitution was instant noodle. Rice
consumption high income household isr is
lower than medium and low income rate. For households with high income rate,
average level of rice consumption amounted to 94,95 kg/capita/year, while rice
consumption medium rate amounted to
98,64 kg/capita/year, and 99,67 kg/capita/year for low income rate. Substitute
of rice consumption in high income household is higher than medium and low income
household. Factors that significantly affected consumption are : number of
family member, household income, price of rice, kind of job, and age
composition of family member. Factors that affected rice substitute consumption are : number of family member,
household income, gender, and kind of job.
Seleksi Aksesi Jarak (Jatropha
curcas L) Toleran Lahan Bekas Tambang Batubara Untuk Mendukung Revitalisasi
Lahan Dan Pertanian Berkelanjutan
Novisrayani
Kesmayanti 1), Benyamin Lakitan 2), Andi Wijaya 2), Nuni Gofar 2)
Fakultas Pertanian, Universitas IBA, Jalan Mayor Ruslan, Palembang
Fakultas Pertanian, Universitas IBA, Jalan Mayor Ruslan, Palembang Sumatera
Selatan Telp.
Tel. 0711-351364, Fax. 0711-351364, Fax. 0711-350793,
E-mail: noviekesmayanti@yahoo.co.id 0711-350793, E-mail: noviekesmayanti@yahoo.co.id
Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya-Ogan Ilir,
Indralaya 33692, Sumatera Selatan Fakultas Pertanian, Universitas
Srfiwijaya, Indralaya-Ogan Ilir,
Indralaya 33692, Sumatera Selatan
ABSTRAK
Seleksi Aksesi Jarak (Jatropha curcas L) Toleran Lahan Bekas
Tambang Batubara Untuk mendukung Revitalisasi Lahan Dan Pertanian Berkelanjutan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme adaptasi, menyeleksi dan
mendapatkan aksesi jarak yang toleran sebagai tanaman revegetasi pada lahan
bekas tambang batubara, dan mengetahui tingkat defisiensi hara yang masih dapat
ditoleransi oleh tanaman jarak, sehingga dapat mendukung upaya revitalisasi
lahan pasca tambang batubara dan pertanian berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan,
bertempat di rumah kaca Balai Perbenihan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura, Propinsi Sumatera Selatan.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial. Faktor yang diteliti adalah 7 aksesi jarak
(Aksesi Gorontalo, Lampung, ATP-2, Pidi, Aceh Besar, Palembang dan Curup) dan 4
media tumbuh tanah bekas tambang batubara dengan 4 tingkatan hara (30%, 50%,
75% dan 100% pupuk nitrogren, fosfor dan
kalium) dengan 3 ulangan. Hasil
penelitian menunjukan bahwa aksesi jarak mempunyai mekanisme adaptasi terhadap
media tumbuh defisien hara yaitu dengan mengembangkan mekanisme modifikasi dan
morfologi perakarannya. Semua aksesi mempunyai kemampuan beradaptasi pada media
tumbuh tanah bekas tambang batubara yang defisien hara, dan aksesi Gorontalo
merupakan aksesi paling toleran. Batas toleransi aksesi jarak terhadap
pengurangan hara nitrogen, fosfor dan kalium pada media tanah bekas tambang
batubara yang defisien hara adalah 25% dosis anjuran atau pemberian dilakukan
sejumlah 75% dosis anjuran.
Kata Kunci : Aksesi jarak,
toleran, lahan bekas tambang batubara,
revitalisasi lahan, pertanian berkelanjutan
HUBUNGAN KADAR AIR DENGAN RESPIRASI
PADA BENIH KARET PB 260
(Hevea brasilliensis
Muell. Arg.)
Zachruddin Romli
Samjaya, Zainal Ridho Djafar, Zaidan P. Negara, Mery Hasmeda
(Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya)
dan Heru
Suryaningtyas
(BPP Sembawa,
Sumatera Selatan)
e-mail : dedi_zach@yahoo.com
0711580461
ABSTRAK
Benih karet
merupakan benih tanaman kelompok Rekasitran yang memiliki kadar air dan makanan
cadangan cukup tinggi sehingga daya hidup singkat setelah matang fisiologis.
Keadaan ini menjadi permasalahan dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan benih
karet apabila benih belum dapat ditanam atau disimpan sementara. Oleh sebab itu
harus dilakukan tahapan penelitian untuk mengetahui cara-cara untuk memperpanjang
daya hidupnya.
Penelitian tahap kedua ini
adalah dengan membandingkan benih yang disimpan tanpa perlakuan dan pelapisan
kulit benih dengan Waxes. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi
Benih, Teknologi Pertanian, Rumah Bayang Fakultas Pertanian Unsri dan
Laboratorium Hasil Hutan, Bogor.
Tujuannya adalah untuk
mengetahui seberapa jauh peranan kadar air terhadap perubahan fisik,
fisiologis, fisiokimia dan biokimianya. Hasil penelitian benih yang dilapisi
lilin lebah (waxes) selama penyimpanan sampai 35 hari masih lebih baik
dibandingkan dengan benih yang tidak diberi perlakuan.
--------------------------------------------------------------------
Kata kunci : Benih Karet (PB260),
Waxes, Penyimpanan
THE RELATIONSHIP BETWEEN WATER CONTENT
AND RESPIRATION IN THE SEED OF RUBBER
PB 260
(Hevea Brasilliensis Muell. Arg.)
Zachruddin Romli Samjaya, Zainal Ridho Djafar, Zaidan P. Negara, Mery Hasmeda
(Faculty of Agriculture, Sriwijaya University)
and Heru Suryaningtyas
(BPP Sembawa, South Sumatra)
e-mail: dedi_zach@yahoo.com
0711580461
ABSTRACT
(Hevea Brasilliensis Muell. Arg.)
Zachruddin Romli Samjaya, Zainal Ridho Djafar, Zaidan P. Negara, Mery Hasmeda
(Faculty of Agriculture, Sriwijaya University)
and Heru Suryaningtyas
(BPP Sembawa, South Sumatra)
e-mail: dedi_zach@yahoo.com
0711580461
ABSTRACT
Rubber seeds are crop seeds belonging to Recalsitran group with sufficiently high water content and food reserves which make their longevity short after physiological maturity. This condition has been a problem in an effort to fulfill the need for rubber seeds when the seeds cannot be planted yet or must be stored temporarily. Therefore, there must be a study to find out the ways to extend the longevity of the seeds.
This second phase
study is done by comparing the stored
seeds without seed-coating
treatment and those which have been coated
with waxes. The study
was conducted at the Laboratory
of Seed Technology, Agricultural
Technology, Rumah Bayang of Faculty of Agriculture of Unsri and Forest Products Laboratory, Bogor.
The objective of the study is to reveal the
significance of the role of water
content on the changes in their physical,
physiological, physicochemical and biochemical condition of the seeds. The result of the study reveals that the quality of the seeds coated with
beeswax which are stored for up to
35 days is better than the untreated seeds.
-------------------------------------------------------------
Keywords : Rubber Seed (PB 260), Wax, Storage
KAJIAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL
BARU PADI MELALUI DEMPLOT SL-PTT DI
LAHAN SAWAH KABUPATEN MADIUN
Amik
Krismawati dan Sugiono
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
Jl Raya Karangploso
Km 4 Malang
ABSTRAK
Pengelolaan tanaman dan sumber daya
terpadu (PTT) padi sawah merupakan pendekatan pengelolaan tanaman padi dengan
mengimplementasikan beberapa komponen budidaya terpilih untuk mendapatkan hasil
optimal yang berkelanjutan. Tujuan perngkaijan ini untuk mengetahui tingat
produktivitas dan keuntungan beberapa Varietas Unggul Baru (VUB) Inpari padi
sawah dengan menggunakan pendekatan PTT. Model pengelolaan tanaman sumber daya
terpadu (PTT) padi sawah irigasi berupa demplot seluas 0,30 ha di lokasi
Laboratorium Lapang (LL), dilaksanakan pada Musim Kemarau II (MK II) 2010/1011,
di Desa Wonorejo, Kecamatan Mejayan .pada lokasi Laboratorium lapang (LL)
dengan jumlah petani kooperator 12 orang. VUB yang digunakan adalah Inpari 1,
4, 7, 8 dan 10 serta Ciherang sebagai kontrol. Pendekatan pengeloaan tanaman
terpadu (PTT) yang digunakan diantaranya (1) Penggunaan Varietas Unggul
Baru, (2) Benih bermutu (bersertifikat, daya dan kekuatan tumbuh tinggi). (3)
Bibit muda (15 – 20 HSS) dengan jumlah bibit 1 - 2 batang per titik tanam;
(4). Cara tanam jajar legowo 2 : 1, (5).
Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD). (6) Pemupukan P dan K
berdasarkan-berdasarkan status hara tanah, PUTS, (7) Penggunaan pupuk organik 2
ton/ha.Tahap kegiatan meliputi pelaksanaan Participatory
Rural Appraisal (PRA), pengamatan parameter vegetatif dan generatif tanaman
yakni tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, berat 1.000 biji, produktivitas padi
dan usahatani. Hasil pengkajian menunjukkan
bahwa, (1) Sebagian besar petani di sekitar lokasi LL-PTT yang mengikuti SL-PTT
belum mengetahui dan menerapkan teknologi pendekatan model PTT; (2) Pada semua
parameter vegetatif dan generatif yang diamati (tinggi tanaman, jumlah
anakan produktif, berat 1.000 biji, dan produktivitas padi) hasil tertinggi
dicapai oleh VUB Inpari 4 pada LL-PTT (8,58 ton/ha), diikuti oleh VUB Inpari 7
pada LL-PTT (8,16 ton/ha), VUB Inpari 1 pada LL-PTT (8,10 ton/ha), VUB Inpari 10
pada LL-PTT (7,74 ton/ha), VUB Inpari 8 pada LL-PTT (7,64 ton/ha) dan terendah
varietas Ciherang pada Non-LL PTT (7,14 ton/ha). Keuntungan usahatani tertinggi
dicapai VUB Inpari 4 yakni sebesar Rp 14.842.000 (B/C = 3,03) dan terendah pada
varietas Ciherang sebagai kontrol sebesar Rp 9.250.000,- (B/C = 2,32 ),
sehingga terjadi peningkatan penerimaan sebesar 60,45% dari varietas
pembanding.
Kata kunci : Varietas Unggul
Baru (VUB), padi sawah, SL--PTT, produktivitas, usahatani
TECHNOLOGY
INNOVATION NEW HIGH YIELD VARIETIES
(NHY) of INTEGRATED CROP and ROSOURCES MANAGEMENT (ICCM) in MADIUN RESIDENCY
Amik Krismawati and Sugiono
Amik Krismawati and Sugiono
Assessment Institute for
Agricultural Technology in East Java
Jl. Raya Karangploso Km 4 Malang
ABSTRACT
Integrated
Crop and Resources Management (ICCM) is an approach to the management of paddy
rice cultivation by implementing some of the components selected to obtain
optimum results are sustainable. The purpose of the research is provit
and production from some New High Yield rice varieties (NHY) rice variety plant
of Inpari rice using ICCM approach. Model of integrated
crop management of resources (ICCM) in the form of demonstration plots in
the lowland irrigated area of 0.30 ha on site Field
Laboratory (LL), held on Dry Season II (MK II) 2010/1011, the Village Wonorejo,
District Mejayan. The location of the Laboratory field (LL) by the number of
farmer cooperators 12 people. New High Yield rice varieties (NHY) rice
variety plant used
are 1, 4, 7, 8 and 10 and Ciherang as controls. Integrated Crop and Resources
Management (ICCM) that is used among others (1) New High Yield rice
varieties (NHY ), (2) Seed quality (certified, power and
strength grow tall). (3) young seedling (15-20 HSS) with the number of
seedlings 1-2 cigarettes a point of planting, (4). Row planting method legowo
2: 1, (5). N Fertilization on Leaf Color Chart (BWD). (6) Fertiliz NHY,
ICM-FS, rice, production, irrigated lowland ation-P and K
based on soil nutrient status, PUTS, (7) The use of organic manure 2 tons/ha. Stage
activities include the implementation of Participatory
Rural Appraisal (PRA) observations of vegetative and generative plant
parameters ie plant height, number of productive tillers, 1000 grain weight,
paddy and farm productivity. Assessment results show that, (1) Most of the
farmers in the vicinity of LL-ICCM that follow do not know the ICCM to
implementing technology, (2) In all vegetative and generative parameters were
observed (plant height, number of productive tillers, 1000 seed weight, and
productivity of rice) the highest yield achieved by the Inpari- 4 on LL-ICCM
(8.58 tonnes / ha), followed by Inpari- 7 on LL-ICCM (8.16 ton/ha), Inpari-1 on LL-ICCM (8.10 tonnes / ha), Inpari
10 on LL-ICCM (7.74 tonnes / ha), Inpari-
8 on the LL-ICM (7.64 ton/ha) and lowest of Ciherang variety on Non LL-ICCM
(7.14 ton/ha). Achieved the highest farm profit New High Yield rice
varieties (NHY) of Inpari 4 which amounted to Rp 14,842,000 (B/C = 3.03) and lowest
in varieties Ciherang as control of Rp 9.25 million, - (B/C = 2.32), resulting
in increased revenue amounting to 60.45% of the comparison varieties.
Key words : New High Yield rice varieties (NHY), ICCM, production, farming
Key words : New High Yield rice varieties (NHY), ICCM, production, farming
system
Pendampingan
SLPTT melalui Demfarm PTT
Padi dan Pengenalan VUB Padi Inpari untuk
Meningkatkan Produksi Padi
di Kabupaten Blitar
Nurul Istiqomah, Dini Hardini, dan Indra
Juanda
BPTP Jawa Timur
Jl. Raya Karangploso KM
4 PO BOX 188 Malang
Telp. (0341) 494052, Fax
(0341)471255
ABSTRAK
Pendampingan SL-PTT Padi
melalui Demfarm PTT Padi dengan pengenalan VUB Inpari di Jawa Timur
dilaksanakan di seluruh kabupaten diantaranya di Kabupaten Blitar. Pengkajian
bertujuan meningkatan produktivitas
tanaman padi yang ditempuh melalui
pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) Padi dengan penggunaan VUB Inpari. Metode pengkajian dilaksanakan melalui
Pendampingan SL-PTT Padi dengan Demfarm PTT Padi di Desa Butun Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar pada MK-1 dengan luas 3 hektar yang dilaksanakan
oleh 15 petani secara partisipatif. VUB yang ditanam adalah Inpari 1, Inpari 4,
Inpari 5, Inpari 6, Inpari 7, Inpari 10, dan Inpari 13 dengan pemupukan Urea 200 kg/ha + Ponska 300 kg/ha + Pupuk Organik Petroganik 2 t/ha, menggunakan
cara tanam jajar legowo 2 : 1 {40 cm x (20
cm x 15 cm)}, tanaman
bibit umur 18-20 hari, jumlah bibit 2-3 bibit/lubang, dan dilaksanakan
pelatihan penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) dan Bagan warna daun
(BWD) sebelum tanam untuk mengetahui
kebutuhan pupuk. Sebagai pembanding adalah Varietas Ciherang yang ditanam
oleh petani diluar Demfarm dengan dosis pemupukan 500 kg/ha Urea + 100 kg/ha
SP-36 dan 50 kg/ha KCl menggunakan jarak tanam 25x25 cm. Hasil pengkajian
menunjukkan bahwa peningkatan
hasil per hektar yang diperoleh melalui
kegiatan pendampingan PTT Padi mencapai 0,39-2,19 t/ha atau meningkat 6,42-36,08 % dibandingkan dengan Varietas
Ciherang. Hasil gabah tertinggi pada Varietas Inpari 13 mencapai 8,26 ton/ha
diikuti oleh Inpari 10 dan Inpari 6 masing-masing mencapai 7,14 ton/ha dan 7,60
ton/ha sedangkan hasil terendah pada Varietas
Ciherang sebesar 6,07 ton/ha.
Kata kunci : pendampingan SL-PTT, partisipatif, VUB
Inpari, Ciherang, Blitar
ABSTRACT
The
Assistance of SL-PTT PTT Rice Demfarm through introduction of VUB Inpari in
East Java implemented in all districts including Blitar. The assessment aims to
increase the productivity of rice plants through the approach PTT (Integrated
Crop Management) with the use of VUB Inpari Rice. Method of assessment is
carried out through assistance SL-PTT Demfarm Rice with in the Village District
Butun Gandusari Blitar on MK-1 with an area of 3 acres held by the 15 farmers
in a participatory manner. Varieties what planted in those area were Inpari 1,
Inpari 4, Inpari 5, Inpari 6, Inpari 7, Inpari 10, and 13 Inpari with Urea
fertilizer 200 kg / ha + Ponska 300 kg / ha + Organic Fertilizer Petroganik 2 t
/ ha, using cropping legowo row 2: 1 {40 cm x (20 cm x 15 cm)}, 18-20 days
seedlings of plants, number of seedling 2-3 seedling/hole, and conducted
training in the using of Paddy Field Soil Testing (PUTS) and chart of leaf color (BWD) before planting to
determine fertilizer needs. For comparison the Ciherang varieties what grown by
farmers outside from Demfarm with fertilizer dose of 500 kg / ha urea + 100 kg
/ ha SP-36 and 50 kg / ha KCl using a spacing of 25x25 cm. The results of the
assessment indicate that an increase in grain yield per hectare obtained
through mentoring activities PTT Rice reached 0.39 to 2.19 t / ha or an
increase from 6.42 to 36.08% compared with Ciherang varieties. The yield of
highest rice varieties were Inpari 13 reached 8.26 t / ha followed by Inpari 10
and 6 respectively reached 7.14 tons / ha and 7.60 t / ha while Ciherang was the lowest yield varieties by 6, 07 tons / ha.
Key Words : assistance of SL-PTT, partisipatif, VUB Inpari, Ciherang,
Blitar
Keragaan
Hasil VUB Kedelai di lokasi SL-PTT Kabupaten Blitar
Nurul
Istiqomah, Dini Hardini, dan Indra Juanda
BPTP Jawa
Timur
Jl. Raya
Karangploso KM 4 PO BOX 188 Malang
Telp. (0341)
494052, Fax (0341)471255
ABSTRAK
Peningkatan produksi kedelai
nasional masih bisa ditingkatkan antara lain dengan peningkatan produktivitas
lahan karena rata-rata produktivitas kedelai ditingkat petani masih rendah
0,6-2,0 ton/ha, sementara itu varietas unggul yang berpotensi tinggi mampu
berproduksi hingga 3,25 ton/ha sehingga diperlukan pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) kedelai. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan hasil VUB kedelai
di lokasi
SL-PTT Kedelai,
dilaksanakan pada lahan sawah di Desa Butun Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar pada MK I 2011 dengan
metode pendampingan SL-PTT Kedelai dengan Demfarm PTT Kedelai Blitar dengan
luas 2 hektar yang dilaksanakan dengan memperkenalkan 5 varietas unggul baru kedelai yaitu: Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, Burangrang, dan Kaba, dan
Wilis sebagai pembanding
dengan pendekatan proses produksi yang bersifat spesifik lokasi, melalui
pendekatan partisipatif, dan mengintegrasikan komponen teknologi yang
disesuaikan dengan agroekologi setempat.
Hasil pengkajian menunjukan adanya keragaan hasil dari
masing-masing varietas, beberapa
perlakuan menunjukan perbedaan yang nyata antar varietas. Produksi tertinggi adalah Varietas Anjasmoro
mencapai 2,4 ton/ha, kemudian Argomulyo dan Kaba masing-masing 2,08 ton/ha.
Produksi varietas pembanding sama dengan varietas Burangrang dan Grobogan masing-masing mencapai
produksi 1,92 ton/ha. Varietas Anjasmoro menjadi pilihan petani karena
produksinya yang tinggi sehingga dapat dipertimbangan untuk bisa
direkomendasikan sebagai varietas unggul baru kedelai yang mampu berproduksi
tinggi pada kondisi agroekologi setempat.
.
Kata kunci : pendampingan
SL-PTT, keragaan agronomis, VUB kedelai, lahan
sawah,
Blitar
ABSTRACT
Increased national soybean production
can still be improved, among others, with
an increasing in land productivity
due to the average productivity of soybean farmers is still low 0.6 to 2.0 tonnes / ha, while a potentially high
yielding varieties capable of producing up to 3.25
tons/ha so that the necessary approach of Integrated Crop
Management (ICM) soybeans.
This assessment aims
to know variability VUB soybeans on
site SL-PTT Soybeans, carried out on
rice fields in the Village Butun Gandusari Blitar
District in MK 1 2011
with assistance methods SL-PTT PTT Soybeans Soybeans with
Demfarm Blitar with
an area of 2 acres heldby introduce
five new varieties of soybean namely: Anjasmoro,
Argomulyo, Grobogan, Burangrang, and Kaba,
and the Wilis as
a comparison with the approach
of production processes that are specific locations, through a participatory approach, and integrating the component
technologies adapted to local
agro-ecology. Assessment results indicate the existence of each variety, some treatments
showed significant differences between varieties. Variety
Anjasmoro highest production was reached 2.4 tons/ha, then
Argomulyo and Kaba
respectively 2.08 tons/ha. The production of comparison varieties and varieties
Burangrang Grobogan each production reached
1.92 tons/ha. Anjasmoro
is variety choiced of farmers because of its
high production so it can be
considered to be
recommended as a superior new soybean varieties
capable of producing high on the local
agro-ecological conditions.
Keywords: assistance of SL-PTT, keragaan agronomic, VUB soybean, rice fields, Blitar
Keragaan
Hasil VUB Kedelai di lokasi SL-PTT Kabupaten Blitar
Nurul
Istiqomah, Dini Hardini, dan Indra Juanda
BPTP Jawa
Timur
Jl. Raya
Karangploso KM 4 PO BOX 188 Malang
Telp. (0341)
494052, Fax (0341)471255
ABSTRAK
Peningkatan produksi kedelai
nasional masih bisa ditingkatkan antara lain dengan peningkatan produktivitas
lahan karena rata-rata produktivitas kedelai ditingkat petani masih rendah
0,6-2,0 ton/ha, sementara itu varietas unggul yang berpotensi tinggi mampu
berproduksi hingga 3,25 ton/ha sehingga diperlukan pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) kedelai. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan hasil VUB kedelai
di lokasi
SL-PTT Kedelai,
dilaksanakan pada lahan sawah di Desa Butun Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar pada MK I 2011 dengan
metode pendampingan SL-PTT Kedelai dengan Demfarm PTT Kedelai Blitar dengan
luas 2 hektar yang dilaksanakan dengan memperkenalkan 5 varietas unggul baru kedelai yaitu: Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, Burangrang, dan Kaba, dan
Wilis sebagai pembanding
dengan pendekatan proses produksi yang bersifat spesifik lokasi, melalui
pendekatan partisipatif, dan mengintegrasikan komponen teknologi yang
disesuaikan dengan agroekologi setempat.
Hasil pengkajian menunjukan adanya keragaan hasil dari
masing-masing varietas, beberapa
perlakuan menunjukan perbedaan yang nyata antar varietas. Produksi tertinggi adalah Varietas Anjasmoro
mencapai 2,4 ton/ha, kemudian Argomulyo dan Kaba masing-masing 2,08 ton/ha.
Produksi varietas pembanding sama dengan varietas Burangrang dan Grobogan masing-masing mencapai
produksi 1,92 ton/ha. Varietas Anjasmoro menjadi pilihan petani karena
produksinya yang tinggi sehingga dapat dipertimbangan untuk bisa
direkomendasikan sebagai varietas unggul baru kedelai yang mampu berproduksi
tinggi pada kondisi agroekologi setempat.
.
Kata kunci : pendampingan
SL-PTT, keragaan agronomis, VUB kedelai, lahan
sawah,
Blitar
PEMBERDAYAAN
ENTREPRENEUR AGRIBISNIS BERBASIS INTEGRATED FARMING UNTUK KETAHANAN PANGAN DAN
KELESTARIAN LINGKUNGAN
Rahayu
Relawati*, J.T. Ibrahim, B.Y. Ariadi
Fakultas
Pertanian Peternakan Univ. Muhammadiyah MalangUniversitas Muhammadiyah Malang, rrelawati@yahoo.com
ABSTRAK
Pemberdayaan
entrepreneur agribisnis pangan sangat penting untuk mewujudkan ketahanan pangan
sekaligus mewujudkan pertanian lestari (sustainable agriculture). Salah satu
implementasi pertanian ramah lingkungan adalah integrated farming. Idealnya
konsep entrepreneurship dan integrated farming dapat sejalan atau mempunyai
simbiosis mutualisme. Tujuan penelitian adalah menyusun konsep pemberdayaan
entrepreneur berbasis integrated farming. Tempat penelitian di satu desa di
Kota Batu. Unit analisis adalah pelaku petani komoditi sayur yang
mengaplikasikan integrated farming. Analisis deskriptif kualitatif digunakan
untuk menjawab berbagai tujuan penelitian, rumusan konsep pemberdayaan
digunakan pendekatan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep
pemberdayaan entrepreneur agribisnis berbasis integrated farming sebagai
berikut. Kesesuaian lahan dan sikap entrepreneurship merupakan kekuatan untuk
menangkap peluang trend pasar produk organik disertai dukungan teknologi dan dukungan
pemerintah dengan meningkatkan adopsi teknologi IF. Profitabilitas
usahatani/ternak dan aktivitas kelompok tani merupakan kekuatan untuk menangkap
teknologi IF. Profitabilitas usahatani dan aktivitas kelompok tani merupakan
kekuatan untuk mendirikan koperasi petani sayur untuk bargaining pada pasar
sayur organik dan mencegah masuknya sayur impor. Aktivitas kelompok tani dan
sikap entrepreneurship petani dapat digunakan untuk mengatur pola produksi
sehingga mengurangi ketidakpastian harga. Aktivitas kelompok tani dan sikap
entrepreneurship petani merupakan kekuatan untuk bersama-sama mengatasi
serangan hama penyakit. Peningkatan akses pada pasar supermarket untuk
mengatasi persaingan dengan sayur non organik, dengan memanfaatkan permintaan
sayur organik kalangan menengah ke atas. Peluang pasar sayur organik disertai
dukungan teknologi digunakan untuk
meningkatkan harga jual dengan budidaya off season. Pengaturan pola tanam sayur
dapat mengatasi ketidakpastian harga. Peningkatan akses pada pasar industri
untuk mengurangi ancaman produk impor, dengan bargaining gabungan kelompok
petani sayur.
Kata Kunci:
Integrated farming, pemberdayaan, entrepreneur agribisnis.
EMPOWERING
AGRIBUSINESS ENTREPRENEUR BASED ON
INTEGRATED FARMING FOR FOOD SECURITY AND ENVIRONMENTAL SUSTAINABILITY
Rahayu
Relawati*, J.T. Ibrahim, B.Y. Ariadi
Universitas
Muhammadiyah Malang, rrelawati@yahoo.com
ABSTRACT
Empowering
agribusiness entrepreneur is important for achieving food security and sustainable agriculture. One of the implementation
is integrated farming. Ideally, concept of entrepreneurship and integrated
farming can run in one way or has mutualism symbiosis. The research was
conducted at one village in Kota Batu. The unit of analysis was vegetable
farmers who applied integrated farming. A qualitative descriptive analysis was
used to analyze some research objectives, especially for the empowerment
concept, SWOT analysis was used. The research result showed that the concept of
empowerment for agribusiness entrepreneur based on integrated farming was as
follow. Soil fertility and farmer’s entrepreneurship became strength to get opportunity of market trend
of organic product and followed by technology and government support to
increase adoption of IF. Profitability of farm/livestock and farmer group
activity became strength to apply IF technology. Farm profitability and
activity of farmer group became strength to build farmer cooperative to get
bargaining in market of organic vegetable and protect imported vegetable.
Farmer group’s activities and farmer’s entrepreneurship can be used to manage
production pattern to reduce price uncertainty. Farmer group activities and
farmer’s entrepreneurship became strength to solve pest and desease together.
Increasing access to supermarket is important to win the competition with non
organic vegetable, by gaining vegetable demand from middle-upper customer. The
opportunity of organic vegetable which is supported by technology can be used to increase selling price with
off season cultivation strategy. Managing farming pattern of vegetable can be
use to solve price uncertainty. Increasing access to industrial market can
reduse threat of imported vegetable, this can be reach by bargaining of
association of vegetable farmer group.
Key words: Integrated
farming, empowerment, agribusiness entrepreneur.
Jurusan
Agribisnism FP-UMM Jl.Raya Tlogomas No.246 Malang.
Penelitian bertujuan 1) Mengidentifikasi
potensi dan daya dukung sumberdaya lokal alam dan lingkungan, manusia serta
kelembagaan, 2) Membuat model empirik kelembagaan agribisnis gandum
berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan: 1). Potensi usahatani gandum cukup
baik dan prospektif untuk dikembangkan terutama mengisi lahan kering saat musim
kemarau. Varietas yang dikembangkan adalah Dewata, Nias dan Selayar. 2). Model
empirik Kelembagaan agribisnis berkelanjutan melibatkan Pemerintah Daerah,
BUMN, Perguruan Tinggi, Koperasi Tani dan Kelompok Tani.
ABSTRACT
The
aims of this research were 1) Identify potential and carrying local resources and
environment, human and institution. 2)) To Make empiric model of insstitution
of wheat sustainable agribusiness.Result of the analysis: 1). Potential of
wheat farming was good enough and prospective to developt in East Java
especially at dry land on dry season. Varieties that can be developed are
Dewata, Nias and Selayar. 2). Empiric
model of insstitution of wheat sustainable agribusiness was involved
Government, BUMN, University, Farm Cooperative and Farm Group.
EFEKTIFITAS PEMBERIAN PUPUK UREA
DAN NPK BUNGA TANI
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI
Al. Gamal
Pratomo dan Sunaryo
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
Jl. Raya Karangploso Km 4 telp. (0341) 494052; Fax (0341)
471255
Email :algamalpratomo@yahoo.com
ABSTRAK
Pemupukan pada lahan sawah merupakan kegiatan yang
rutin dilakukan petani guna meningkatkan
produksi padinya. Pupuk yang umum
digunakan petani adalah Urea, ZA, SP-36 dan KCl. Tetapi pada prakteknya kebanyakan petani
hanya melakukan pemupukan dalam bentuk N saja, sehigga dikhawatirkan dapat
mengakibatkan kekahatan hara dalam tanah.. Untuk mengatasi masalah tersebut
perlu diterapkan kebijaksanaan pemupukan berimbang. Anjuran pemupukan secara lengkap
berupa NPK, di beberapa tempat pemupukan berimbang mengalami hambatan bila yang
dianjurkan berupa pupuk N,P dan K secara parsial, sebagai petani tidak mau
repot mengusahakan pupuk dari dua jenis yang berbeda. Sehingga untuk
mempermudah aplikasi dalam pemupukan maka perlu dibuat formulasi pupuk
NPK. Tujuan adalah untuk mengetahui
pengaruh pupuk Pemberian Pupuk Urea dan NPK Bunga Tani terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Percobaan dilaksanakan di Desa Bulu - Nganjuk
Percobaan dilaksanakan pada musim penghujan (MH), dimulai pada bulan
Desember 2008 sampai April 2009 pada luasan lahan 0,15 ha dengan perlakuan
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok diulang 3 kali dengan jumlah
perlakuan sebanyak 10 kombinasi perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan semakin banyak pupuk urea dan
NPK yang diberikan pertumbuhan tinggi dan jumlah anakan produktif semakin lebih
baik pada dua lokasi yang berbeda
sedangkan untuk produksi walaupun ada kecenderungan demikian tetapi pada lokasi
penelitian di Kabupaten Nganjuk pemberian 200 kg Urea + 300 kg NKP Bunga Tani memberikan
produksi tertinggi yaitu 8,96 ton/ha dengan pendapatan bersih sebesar Rp.
13.182.000,- atau dengan R/C ratio 2,52.
Kata
kunci : Pupuk Urea, pupuk NPK, padi, pertumbuhan, produksi
KENDALA DAN PROSPEK SAYURAN DI KECAMATAN PAGU-KEDIRI DAN KECAMATAN GANDUSARI-BLITAR , JAWA TIMUR
Evy Latifah(1), Joko Mariyono(2), Rahkmat Sutarya (3), Wiwin Setyawati (3), Kuntoro Boga (1)
1), BPTP Jawa Timur - Malang; 2), AVRDC-Asean Vegetable Research Centre ; 3) Balitsa – Lembang
Evy Latifah(1), Joko Mariyono(2), Rahkmat Sutarya (3), Wiwin Setyawati (3), Kuntoro Boga (1)
1), BPTP Jawa Timur - Malang; 2), AVRDC-Asean Vegetable Research Centre ; 3) Balitsa – Lembang
Abstrak
Produksi sayuran yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani. Dengan
demikian, peningkatan produksi dan konsumsi sayuran akan membantu
kehidupan masyarakat lebih baik. Penelitian
ini bertujuan untuk mengamati masalah dan prospek
produksi sayuran. Penelitian ini dilakukan pada Mei-Juni 2011 di Kediri, Blitar.
Pendekatan kualitatif digunakan menggunakan beberapa
alat bantu dan teknik penilaian
partisipatif untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan tingkat kelompok petani. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa cabai dan tomat
merupakan tanaman sayuran utama, Terdapat beberapa kendala yang menyebabkan
mengapa tingkat produksinya rendah, di daerah Pagu - Kediri, penanaman tomat gagal
oleh layu bakteri, daun menggulung oleh virus, dan
lain-lain. Tanaman tomat tidak akan berhasil kecuali menggunakan varietas tahan penyakit yang diidentifikasi.
Tingginya serangan penyakit, terutama pada tanaman tomat (Geminiviruses), lada (antraknos). C. frustescens yang
pada dasarnya
100% terinfeksi geminivirus.
Terdapat beberapa masalah kesuburan tanah
dan nutrisi tanaman terkait tanah berpasir tampak cukup dalam tekstur dan berwarna terang. Untuk daerah Gandusari - Blitar,
cabe keriting sangat banyak terserang antraknos. Juga
terdapat sedikit serangan virus Gemini. Terdapat
penyakit akibat layu Phytophthora,
dengan kerugian berat di beberapa lahan. Tanah di
lokasi Gandusari Blitar juga tampak lebih kemerahan
(berisi tanah liat yang lebih tinggi) dari pada di Pagu - Kediri. Disamping itu penanganan pasca panen juga
tidak mendapat perhatian. Masih
bersifat tradisional.
Dengan demikian masih ada peluang yang cukup untuk meningkatkan produksi sayuran di daerah. Dengan meningkatkan sumber daya genetik dan teknologi sayuran yang dapat meningkatkan produksi.
Dengan demikian masih ada peluang yang cukup untuk meningkatkan produksi sayuran di daerah. Dengan meningkatkan sumber daya genetik dan teknologi sayuran yang dapat meningkatkan produksi.
Kata kunci : Tanaman sayuran, faktor agronomi, tanah, perlindungan tanaman, panen pasca
Telaah: Rekonstruksi Kepemilikan Lahan Menuju Kemandirian Pangan
Sucipto1 dan Wahyunanto Agung Nugroho2
1Program Studi Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Jl. Veteran
Malang Jawa Timur Indonesia, E-mail: ciptoub@yahoo.com
2Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Jl. Veteran
Malang Jawa Timur Indonesia, E-mail: wahyunantoan@yahoo.co.id
Abstrak
Lahan merupakan salah satu faktor penting usaha
tani. Saat ini, sistem hukum
mengizinkan seseorang, perusahaan swasta, dan atau lembaga pemerintah yang
memiliki lahan tanpa kewajiban
mengelolanya. Tanah menjadi
obyek spekulasi. Ketimpangan kepemilikan lahan sangat nyata. Banyak lahan
terlantar tanpa dikelola lebih dari 3 tahun. Di sisi lain, petani berlahan
sempit atau tuna lahan. Kondisi tersebut memicu rawan pangan. Beberapa pilihan
model untuk membangun kemandirian pangan yang ditawarkan yaitu berbasis pada
perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan atau petani. Semuanya
terkait status kepemilikan lahan. Diskursus reforma agraria terbatas pada
tuntutan redistribusi lahan bagi petani, namun belum menyentuh hukum dasar
kepemilikan lahan. Ke depan ini
berpotensi menjadi masalah. Karena itu, diperlukan kajian mendasar terkait
kepemilikan lahan, pengelolaan, dan upaya mewujudkan kemandirian pangan yang
berkelanjutan. Hasil kajian menunjukkan bahwa agar pemanfatan lahan
optimal maka pemilik lahan disyaratkan mengelolanya. Lahan yang tidak dikelola lebih dari 3
tahun layak dicabut status kepemilikannya dan dapat didistribusikan bagi yang
membutuhkan. Hal ini menciptakan
rasa keadilan bagi masyarakat. Kejelasan
status tanah milik pribadi atau perusahaan, milik negara, dan milik umum memudahkan
untuk mengarahkan alokasi peruntukannya. Berdasar paradigma ini, tanah tidak menjadi
obyek spekulasi, terdistribusi secara adil, dan menjadi lebih produktif. Tersedianya
lahan dan input usaha tani yang memadai mempermudah upaya mewujudkan
kemandirian pangan berkelanjutan yang seiring dengan kesejahteraan bagi petani
dan masyarakat.
Kata kunci: Kepemilikan lahan, kewajiban,
pengelolaan, kemandirian pangan, berkelanjutan
A Review: Reconstruction of Land Ownership Towards Food Self-Sufficiency
Sucipto1 and Wahyunanto Agung Nugroho2
1Program Studies Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Veteran Street Malang East Java Indonesia, E-mail: ciptoub@yahoo.com
2Program Studies Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Veteran Street Malang East Java Indonesia, E-mail: wahyunantoan@yahoo.co.id
Abstract
1Program Studies Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Veteran Street Malang East Java Indonesia, E-mail: ciptoub@yahoo.com
2Program Studies Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Veteran Street Malang East Java Indonesia, E-mail: wahyunantoan@yahoo.co.id
Abstract
Land is one of the critical factors for farming. Currently, the legal system allows a person, private companies and or government agencies to own the land without any obligation to manage the land. The land became the object of speculation. The gap of land ownership is very significant. There are many lands were left without land managed more than 3 years. On the other hand, farmers have small or no land. These conditions will lead to food insecurity. Several options for building food self-sufficiency model is based on private enterprise, State-Owned Enterprises (SOEs), and or farmers. All this situation is related to land ownership. Agrarian reform discourse is limited to demand of land redistribution for farmers, but it is not touching the legal basis of land ownership. In the future, it could potentially be a problem. Therefore, it is necessary to do a fundamental study related to the land ownership, management, and efforts to achieve sustainable food self-sufficiency. The results of study show that the utilization of land is optimal if there is an obligation for the land owner to manage it. Some policy have to applied, such as if there is a land that is not managed for more than 3 years, it is worth of ownership revoked and then be distributed to the needy. This creates a sense of justice for society. Clarity of the land ownership, private or corporate ownership, state ownership, and public ownership makes it easy to manage the land use policy. Based on this paradigm, the land does not become the object of speculation, distributed fairly, and be more productive. The availability of adequate land and input components of farming will ease to achieve the sustainable food self-sufficiency that parallel to the welfare of farmers and communities.
Keywords: Land ownership, liability, management, food self-sufficiency, sustainable
POTENSI HASIL UJI GALUR PADI SAWAH PADA MK-1 DI NGAWI
Sugiono
dan Amik
Krismawati
BPTP Jawa Timur Jl Raya Karangploso Km 4
Malang Tlp.(0341) 494052, fax(0341)471255
Email: bptp_jatim@yahoo.com
ABSTRAK
Untuk mendukung ketahanan pangan berkelanjutan Badan
Litbang pertanian, mengembangkan inovasi teknologi varietas padi yang tahan
terhadap cekanam hama, penyakit dan lingkungan (kekeringan). Karena salah satu faktor utama yang berpotensi untuk
meningkatkan produksi padi secara nasional adalah teknologi Varietas Unggul Baru
(VUB).Untuk memperoleh calon Varietas Unggul Baru (VUB) dilakukan uji produksi
galur yang dihasilkan BB-Biogen pada
musim (MK-1) 2010 di Kabupaten Ngawi Jawa Timur . Jumlah perlakuan ada 15, jumlah galur yang diuji 13 dan 2 varietas
cek/pembanding, rancangan percobaan Acak Kelompok, tiga ulangan. Tujuan
penelitian adalah mendapatkan calon varietas yang bisa dilepas menjadi varietas
unggul baru dengan potensi produksi tinggi dan tahan cekaman. Hasil pengamatan umur tanaman galur dan varietas cek 100-105 hari
setelah sebar (hss), tidak ditemukan gejala serangan hama dan penyakit sampai panen, tinggi
tanaman bervariasi antara 67,67 cm -107,33 cm. Produksi uji galur yang
setara/diatas cek Ciherang (6,29 t/ha) dan Inpari 1(6,75 t/ha): ada 3 galur: BIO127-BC-WBC (6,24 t/ha) galur tahan WBC, BIO62-AC-BLAS/BLB03 (6,81 t/ha) galur tahan Blas dan BLB dan produksi tertinggi BIO129-BC,-WBC (7,11 t/ha) galur tahan WBC. Galur yang tahan kekeringan rata-rata
produksinya dibawah varietas cek.
Kata kunci : galur, varietas, produksi
ABSTRACT
To support
the food security of sustainable agriculture research and development,
technological innovation developed rice varieties resistant to stress pests, diseases
and environmental (drought). Because one of the main factors that have the
potential to increase national rice production technology is the new superior
variety (VUB).To obtain prospective new superior variety (VUB) production test conducted resulting
strain BB-Biogen in the dry season-1 (MK-1) 2010 in Ngawi regency of East Java.
The number of treatments there are 15, the number of strains tested 13 and two
varieties of check / comparison, Group Randomized experimental design, three
replicates. The research objective is to get the candidate varieties that can
be released into new varieties with high production potential and stress
resistance. Observations age of the plant strains and varieties of 100-105 days
after the scatterplot checks (HSS), found no symptoms of pests and diseases to
harvest, plant height varied between 67.67 cm -107.33 cm. Production test
strain equivalent / above checks Ciherang (6.29 t / ha) and Inpari 1 (6.75 t /
ha): there are three strains: BIO127-BC-WBC (6.24 t / ha) WBC-resistant
strains, BIO62-AC-BLAS/BLB03 (6.81 t / ha) Blas and BLB-resistant strains, and
the highest production BIO129-BC-WBC (7.11 t / ha) WBC-resistant strains.
Drought-resistant strains of the average production below the check varieties.
Key words: strains, varieties, production
KERAGAAN PRODUKSI VUB PADI
INBRIDA MK-1 DENGAN
PENERAPAN PTT DI KABUPATEN PROBOLINGGO
Sugiono
dan Kasmiyati
BPTP Jawa Timur Jl Raya Karangploso Km 4
Malang Tlp.(0341) 494052, fax(0341)471255
Email: bptp_jatim@yahoo.com
ABSTRAK
Badan Litbang
Pertanian telah banyak melepas varietas unggul baru (VUB) padi
inbrida/non hibrida, guna
mendukung program swasembada pangan berkelanjutan. Untuk menekan senjang
hasil ditingkat
penelitian dengan tingkat petani dan antar lokasi dilakukan pengkajian/demfram VUB padi inbrida
dengan penerapan PTT (pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu), dapat
diandalkan untuk mendukung program peningkatan produksi padi. Tujuan Pengkajian untuk mengetahui potensi produksi dan
pengenalan varietas baru ke petani,
diharapkan VUB dengan penerapan PTT bisa diadopsi petani sebagai inovasi teknologi
mendukung stabilitas dan peningkatan produksi, mengingat 90% produksi padi nasional dari lahan sawah. Lokasi pengkajian dikelompok tani “Lamur Jaya” Desa Jatiurip, Kecamatan
Krejengan, Probolinggo pada MK-1 2011. Rancangan percobaan RAK, perlakuan 8
varietas terdiri 7 VUB: Inpari 1, Inpari 4, Inpari 5, Inpari 6, Inpari 7,
Inpari 10, Inpari 13 dan 1 varietas cek/pembanding Ciherang. Hasil pengamatan
anakan produktip tertinggi Inpari 1 (17-18 batang)
tidak berbeda nyata dengan varietas
Inpari 10, Ciherang dan Inpari 5, terendah varietas Inpari 6, Inpari 4
dan Inpari 13 (14-15 batang). Tinggi tanaman, terpendek ditunjukan varietas
Inpari 1 dan Inpari 7 (84-86 cm), varietas inpari 6, Inpari 10, Inpari 13 dan
Inpari 13 tinggi tanaman (94-96 cm), VUB
tertinggi Inpari 5 (105 cm) varietas cek Ciherang (117,7 cm). Umur varietas Inpari 6 (141
hss/hari setelah sebar) kurang disenangi petani karena umur dalam, umur
varietas pembanding Ciherang, Inpari 1,
Inpari 5, Inpari 6, Inpari 7, Inpari 10 dan Inpari 13 sama 120 hss (tergolong
umur genjah). Hasil panen tertinggi
pembanding Ciherang (7,54 t/ha), VUB tertinggi Inpari
4 (6,77 t/ha), Inpari 10 (6,25 t/ha), Inpari
13 (5,73 t/ha), Inpari 7 (5,65 t/ha), Inpari 5
(5,20 t/ha) hasil terendah Inpari 6 (4,16 t/ha) dan inpari 1 (4,9 t/ha). Hasil
panen/produksi per hektar pada MK-1 tertinggi ditunjukan varietas Cek/pembanding
Ciherang (7,54 t/ha), varietas Ciherang masih layak dibudidayakan pada MK-1 dengan
ketentuan pada MH dan MK-2 harus ada pergiliran varietas lain (Inpari 4 atau
Inpari 10) karena Ciherang pada pengkajian MH di 17 Desa, di Kecamatan
Krejengan terserang blass (kresek)
ketahanan mulai patah, B/C ratio hasil pengkajian varietas Inpari 4 adalah 1,03
produksi (6,77 t/ha).
Kata kunci: varietas unggul baru(VUB), produksi, Inpari.
ABSTRACT
Agency for
Agricultural Research has a lot off new varieties (VUB) inbred rice /
non-hybrid, in order to support sustainable food self-sufficiency program. To
suppress the gap with the results of the research level and farm level
assessment conducted between sites / demfram new varieties rice inbred with the
implementation of ICM (integrated crop management and resources), can be relied
upon to support the increased production of rice. Assessment purposes to
determine the potential production and introduction of new varieties to
farmers, is expected new varieties with the application of ICM could be adopted
by farmers as an innovative technology to support stability and increased
production, considering that 90% of national rice production of paddy fields.
Locations grouped farm assessment "Lamur Jaya" Jatiurip Village, District
Krejengan, Probolinggo on dry season-1 2011. Experimental design (randomized block design), 3 replications,
treatment of 8 varieties: comprising seven (new varieties): Inpari 1, Inpari 4,
Inpari 5, Inpari 6, Inpari 7, Inpari 10, Inpari 13 and a variety of check /
comparison Ciherang. The results of observations of the highest productive
tillers Inpari 1 (17-18 bars) was not significantly different with varieties
Inpari 10, Ciherang and Inpari 5, the lowest varieties Inpari 6, Inpari 4 and
Inpari 13 (14-15 bars). Plant height, the shortest varieties shown Inpari 1 and
Inpari 7 (84-86 cm), varieties Inpari 6, Inpari 10 and Inpari 13 plant height
(94-96 cm), the highest new varieties Inpari 5 (105 cm) check varieties
Ciherang (117.7 cm). Age varieties Inpari 6 (141 day after the scatterplot) are
less favored because of the age of farmers, age Ciherang comparator varieties,
Inpari 1, Inpari 5, Inpari 6, Inpari 7, Inpari 10 and Inpari 13 at 120 HSS (short lifespan). The highest yields are comparable Ciherang
(7.54 t/ha), new varieties Inpari 4
highest (6.77 t/ha), Inpari 10 (6.25 t/ha), Inpari 13 (5.73 t/ha), Inpari 7
(5.65 t/ha), Inpari 5 (5.20 t / ha) yield the lowest Inpari 6 (4.16 t/ha) and
Inpari 1 (4.9 t/ha). Yields/production per hectare in the dry season-1
demonstrated the highest varieties of Cheque/comparator Ciherang (7.54 t/ha),
cultivated varieties Ciherang still worth the dry season-1 with the provisions
of the rainy season and dry season-2 there must be other varieties rotation
(Inpari 4 or Inpari 10) because Ciherang on (rainy season) assessment in 17 villages in District Krejengan
(infected blas/crackle) resistance began to break, B/C ratio assessment of varieties Inpari 4 is 1.03
production (6.77 t/ha).
production (6.77 t/ha).
Key words: new high
yielding varieties, production, Inpari.
IDENTIFIKASI PEMANFAATAN
LAHAN DI KAWASAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT
(PHBM) MENDUKUNG PROGRAM
”SAPI BERLIAN” DI JAWA TIMUR
D. Hardini, S.K. Anna, Setiasih dan M. Mashuri1)
1) BPTP (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian) Jawa Timur
Jl. Raya
Karangploso Km.4, Malang. Email :
dhardinie@yahoo.com
ABSTRAK
Lahan untuk penanaman tanaman pakan ternak (TPT)
semakin terbatas dengan berubah fungsinya lahan khususnya pada sektor pertanian
pangan dan pemukiman, sehingga perlu ada alternatif penyediaan TPT yang adaptif
di lahan marginal seperti lahan dibawah tanaman hutan melalui introduksi jenis
TPT yang tahan naungan dan kompetitif untuk tumbuh bersama tanaman hutan. Luasnya lahan hutan yang ada di Jawa Timur
dan adanya program hutan sosial yang dikelola bersama masyarakat sekitar hutan
merupakan sumber lahan potensial unutk TPT dalam menunjang peningkatan populasi
sapi khususnya di Jawa Timur. Tujuan kegiatan ini adalah mengidentifikasi pemanfaatan lahan PHBM di 5 kabupaten di Jatim. Metode
yang dilakukan adalah survei menggunakan kuesioner berisi daftar pertanyaan unutk
40 orang masyarakat diwilayah PHBM di 5 Kabupaten (Malang, Kediri, Blitar,
Nganjuk dan Madiun). Hasil yang telah
dicapai dari survey di 5 kabupaten tercermin bahwa Ketersediaan tanaman
pakan ternak di semua kabupaten dirasakan masih kurang oleh semua petani,
terutama yang terjadi di kabupaten Madiun dan Blitar (82,14 dan 80,77%),
sedangkan di tiga kabupaten yang lain meskipun merasa masih kekurangan tapi
prosentasenya telatif sama dengan yang merasa cukup tersedia. Kekurangan tanaman pakan ternak terutama
dirasakan petani saat musim kemarau dan diluar musim panen tanaman pangan,
sehingga mereka harus mencari rumput ke kawasan hutan. Jumlah
pemberian tanaman pakan ternak/ekor/hari sampai 25 kg dominan diberikan oleh
petani di kabupaten Kediri dan Malang (50,00 dan 48,28%), sedangkan jumlah
pemberian antara 25 – 50 kg ditemukan di kabupaten Madiun dan Blitar (57,14 dan
50,00%), dan pemberian lebih dari 50 kg hanya dilakukan oleh sebagian kecil
petani di kabupaten Malang dan Blitar (17,24 dan 11,11%). Jumlah pemberian rumput pada ternak yang
dilakukan petani belum mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi fisiologis
ternak, sehingga penentuan jumlah pemberiannya hanya didasarkan kesanggupan ternak
dalam mengkonsumsi rumput yang diberikan. Sebagian besar petani belum
berpengalaman dalam mengawetkan tanaman pakan ternak yang tersedia melebihi
kebutuhan saat musim hujan. Di kabupaten
Madiun, semua petani belum pernah melakukannya.
Demikian pula di kabupaten Blitar, Malang dan Nganjuk sebagian besar
belum pernah melakukan pengawetan TPT masing-masing sebanyak 88,89; 82,76 dan
75,00%. Jumlah petani terbanyak yang
mempunyai pengalaman dalam pengawetan tanaman pakan ternak terdapat di
kabupaten Kediri yaitu sebanyak 56,67%. Ternak pada umumnya hanya diberikan
tanaman pakan ternak, dan tidak diberi pakan tambahan. Sebagian besar petani tidak memberikan pakan
tambahan seperti yang terjadi di kabupaten Nganjuk, Malang dan Madiun (96,43; 75,86
dan 73,33%), sedangkan di kabupaten Kediri banyak petani yang memberikan pakan
tambahan (76,67%).
Kata Kunci : Tanaman Pakan Ternak, Kawasan Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM), Program Sapi Berlian
Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Alokasi Waktu Kerja dan Konstribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani Kelapa Dalam (Cocos nucifera L.) Pada Perkebunan
Rakyat Di Berbagai Tipologi Lahan Pasang Surut Provinsi Sumatera Selatan
Yudhi Zuriah WP 1) : M.Yamin 2), Sriati 3),
Marwan Sufri 4)
1) Mahasiswa PPS UNSRI ; 2,3,4) Dosen Pembimbing Disertasi
Jurusan
Agribisnis STIPER Sriwigama
Jalan Demang IV-Demang Lebar Daun Lorok
Pakjo Palembang (30137)
yudhi.wardi@yahoo.com
Abstrak
Penulisan ini
bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi alokasi
waktu kerja rumah tangga petani dan pendapatan usahatani kelapa dalam serta konstribusinya terhadap
pendapatan rumah tangga keluarga pada perkebunan rakyat di tipologi lahan pasang surut yang
berbeda. Dalam penelitian ini pemilihan unit sampling dilakukan dengan metode penarikan contoh disproportionate stratified random sampling (Bungin, 2010), berdasarkan pola yang diterapkan oleh petani
contoh, yaitu pola monokultur dan polikultur dengan jumlah sampel
yang akan diteliti sebanyak 240 KK.Hasil analisis dengan menggunakan regresi
nonlinier, menunjukkan bahwa
secara bersama-sama faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi waktu kerja rumah
tangga petani kelapa dalam, yaitu
tipe lahan pasang surut A, B, C,
D, tingkat pendidikan, pola usahatani, umur petani, jumlah tanggungan keluarga,
pendapatan per kapita, upah tenaga kerja pria dan upah tenaga kerja pria. Sementara itu hasil analisis pengaruh
masing-masing varibel bebas (faktor yang berpengaruh nyata dan positif secara
statistik) terhadap alokasi waktu kerja rumah tangga petani kelapa dalam, yaitu
tipe lahan pasang surut B dan C, pola usahatani, umur petani, pendapatan per kapita, dan upah tenaga kerja
wanita. Sedangkan faktor yang tidak
berpengaruh nyata secara statistik, yaitu lahan tipe pasang surut A, tingkat
pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan upah tenaga kerja pria.Pendapatan dan kontribusi pendapatan
usahatani kelapa dalam pada pola monokultur dan Polikultur di lahan pasang surut tipe A dan B lebih besar dibandingkan tipe C dan D. Konstribusi pendapatan rumah tangga petani kelapa pada pola monokultur
dan polikultur di lahan tipe A dan B
tergolong besar, sedangkan pada tipe C dan D tergolong sedang.
Kata kunci : ”Cocos Nucifera L”,
Lahan pasang surut, Alokasi waktu kerja, Pendapatan dan konstribusi pendapatan.
Abstract
The study is aimed to analyze the determinants of working allocation
time and the income and its contribution of the coconut farm households on
different typological land area of coconut public plantation on tidal land
area. Disproportionate stratified random sampling was used in withdrawing 240
farm households as the samples (Bungin, 2010), in
accordance to the applied farming pattern, monoculture and polyculture.
The
result of linier regression analysis showed that the determinants of working
allocation time of the coconut farm households included tidal land typologies
A, B, C, or D; education level; farming pattern; farmers’ age; number of
household members; per capita income; male workers’ wage; and female workers’
wage. Meanwhile, the independent variables which were
statistically significant in influencing the working allocation time of the
coconut farm household included tidal land typologies B and C; the farming
pattern; farmers’ age; per capita income; and female workers’ wage. On the
other hand, the independent variables which were statistically insignificant in
influencing the working allocation time of the coconut farm household included tidal
land typology A; farmers’ education level, number of household member; and male
workers’ wage.
The
income and its contribution gained from coconut farming on tidal land
typologies A and B for both monoculture and polyculture were higher than the
ones gained from typologies C and D. Income contribution for both monoculture and polyculture on land typologies A and B were
categorized as high income contribution, whereas on land typologies C and D
were categorized as moderate income contribution.
Keywords :
”Cocos Nucifera L”, Tidal
land, Working time allocation, Income, and Income Contribution
Pertumbuhan Stum Okulasi Mata Tidur Klon PB 260 dalam
Polibag
yang Ditumbuhkan di daerah Dataran Tinggi*
The Growth of
budded stump Clone PB 260 in upland
Lucy Robiartini1**, M.Umar Harun1,
Renih Hayati1 Yakup Parto1
1Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
UNSRI Jln. Raya Palembang –Prabumulih
km 32 Indralaya , Ogan Ilir Sumatera Selatan
*Bagian dari
Disertasi **alamat korespondensi
Abstrak
Peluang untuk mengembangkan tanaman
karet ke wilayah lain, seperti ke daerah dataran tinggi menjadi pertimbangan,
mengingat lahan untuk tanaman karet di dataran rendah semakin berkurang, akibat
persaingan komparatif dengan komoditas perkebunan lainnya dan juga minat petani
kopi didataran tinggi untuk diversifikasi usaha dengan tanaman karet. Penelitian
bertujuan untuk mendapatkan informasi pertumbuhan stum okulasi mata tidur klon
PB 260 dalam polibeg yang ditumbuhkan di daerah dataran tinggi. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Mei 2011
sampai September 2011, di Desa Karya Nyata Kecamatan Semendo kabupaten
Muaraenim (760 m dpl) dan desa Sembawa Kabupaten Banyuasin (10 m dpl) Provinsi
Sumatera Selatan. Pertumbuhan stum sampai stadia satu payung daun menunjukkan
bahwa di dataran tinggi pertumbuhan stum mengalami hambatan pada lilit tunas
dan jumlah daun. Hasil analisis
karakter fisiologi daun didapat kandungan kadar sukrosa, protein, dan pati
yang lebih tinggi, sedang kadar lemak
lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan stum okulasi mata tidur klon
PB 260 yang ditumbuhkan di daerah dataran rendah.
Kata
Kunci : Hevea brasiliensis, dataran tinggi, stum okulasi mata tidur
Abstract
The
prospect of rubber crop to another part of Indonesia to be highland should be
considered because the suitable area in lowland tend to decrease. The cause of decreasing of rubber crop area
are competition to another industrial crop and farmer interest to change their
commodity coffea to rubber. The aim of the research is the collect information
about growth of budded stump clone PB 260
in polybag in highland (760 m ). The research was conducted from Mei 2011 until
September 2011, at Karya Nyata Village Semendo Muara Enim (760 m about sea
level) and Sembawa village Banyu Asin (10 m about sea level) South Sumatera. The
result should the growth of budded stump in highland had slower than in variables,
girth and number of leave. Fisiology character indicated the sucrose, starch and protein
were higher, however fat was lower than the leave stump in lowland.
Key words : Hevea brasiliensis, highland, budded stump.
PENYUSUNAN ANJURAN PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI PADA TANAMAN KEDELAI
DI WILAYAH DARATAN KABUPATEN SUMENEP
Zainal Arifin, Indriana Ratna Dewi dan Dwi Setyorini
BPTP Jawa Timur
Jl. Raya Karangploso
KM 4, Malang
ABSTRAK
Pengelolaan lahan dengan pemupukan spesifik lokasi merupakan upaya
meningkatkan efisiensi biaya produksi dan mengoptimalkan peningkatan produksi kedelai. Penggunaan pupuk yang efisien pada dasarnya adalah
memberi pupuk baik unsur hara makro maupun hara mikro dalam jumlah, macam dan
bentuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman kedelai. Tujuan penelitian adalah menyusun anjuran pemupukan spesifik lokasi pada tanaman kedelai di wilayah daratan Kabupaten Sumenep.
Penelitian dilaksanakan di 248 desa wilayah daratan Kabupaten Sumenep, dengan 4 tahap kegiatan, yaitu (a) persiapan, (b) survey pendahuluan dan
wawancara semi struktural, (c) pengambilan sample tanah berdasarkan kluster
secara dekomposit mewakili 25 ha, dan (d) penyusunan data status hara tanah dan
anjuran pemupukan spesifik lokasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah
daratan Kabupaten Sumenep tingkat kesuburan tanahnya rendah dengan kondisi
iklim kering berdasarkan tipe iklim Oldeman adalah E3, E4, E5, D3, dan D4,
sehingga mempengaruhi dosis pemupukan. Dosis pemupukan pada tanaman kedelai adalah : 25-75 kg Urea/ha, 50-100 kg SP-36/ha dan 75-100 kg KCl/ha.
Kata kunci : Anjuran
pemupukan, kedelai, wilayah
daratan kabupaten Sumenep
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN JAGUNG
DI WILAYAH KEPULAUAN KABUPATEN
SUMENEP
Zainal Arifin, Indriana Ratna Dewi dan Diding Rahmawati
BPTP Jawa Timur
Jl. Raya Karangploso KM 4,
Malang
arifin_bptpjatim@yahoo.co.id
ABSTRAK
Tanaman jagung dapat tumbuh dan berproduksi secara
optimal diperlukan informasi kualitas dan
karakteristik lahan serta manajemen tertentu. Oleh karena itu, pengumpulan data
penggunaan lahan berikut statusnya merupakan bagian dari kegiatan pemetaan
kesesuaian lahan untuk tanaman jagung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di wilayah kepulauan Kabupaten
Sumenep. Lokasi penelitian meliputi seluruh wilayah administratif Kabupaten
Sumenep kawasan kepulauan yang terdiri dari 9 kecamatan (84 desa), yaitu
Kecamatan Giligenteng, Talango, Nonggunong, Gayam, Raas, Sapeken, Arjasa,
Kangayan dan Masalembu. Data dan peta yang dikumpulkan meliputi : sumberdaya
lahan berupa peta wilayah Kabupaten Sumenep, data iklim (curah hujan) serta
survey lokasi penelitian. Penyusunan kesesuaian lahan untuk tanaman jagung mengacu pada konsep sistem pakar (Expert System) dengan pendekatan pencocokan (matching) antara karakteristik iklim
dan sumberdaya lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman jagung. Data diolah secara sederhana dan
dinterpretasikan dengan peta-peta digital kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di wilayah kepulauan Kabupaten
Sumenep. Hasil penelitian menunjukkan
wilayah kepulauan Kabupaten Sumenep tergolong beriklim kering dengan tipe iklim
berdasarkan Oldeman E4 dan D3 dengan bulan basah antara 1-4 bulan dan bulan
kering 6-11 bulan. Jenis tanahnya terdiri dari Aluvial Hidromorf; Komplek
Mediteran Grumusol, Regosol dan Litosol; Regosol Coklat kekuningan; dan Komplek
Mediteran Merah dan Litosol. Peta digital kesesuaian lahan dari masing-masing
wilayah kepulauan Kabupaten Sumenep cukup beragam dan pada dasarnya hampir
semua wilayah kepulauan di dominasi oleh sesuai dan sebagian sesuai marginal
untuk tanaman jagung.
Kata kunci : Kesesuaian lahan,
tanaman jagung, wilayah kepulauan Kabupaten
Sumenep
Analisis Trend Hasil Per Satuan Luas Tanaman Padi
Tahun 1970 -2010
dan Ketahanan pangan
di Provinsi Jawa
Timur
Tutik Setyawati
Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur
Jln. Raya
Karangploso Km 4, PO. Box 188. Malang. 65101
ABSTRAK
Daerah
produsen beras di Indonesia tidak merata, 50-70% produksi padi terpusat di
pulau Jawa. Jawa Timur merupakan
produsen padi terbesar ke dua di Indonesia, sekitar 17,2 % produksi padi
Indonesia dipasok dari provinsi Jawa Timur. Namun demikian, beberapa fenomena
kekurangan pangan yang terjadi beberapa tahun terakhir menimbulkan pertanyaan,
apakah produksi pangan di masa mendatang tetap dapat mengimbangi laju
pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan apakah ketahanan pangan dapat
dipertahankan. Pada tahun 2010 produksi padi di Jawa Timur mencapai 11.643.773
ton, dengan penduduk berjumlah 37.476.757
jiwa, namun menurut data sosial ekonomi tercatat adanya penduduk miskin
di desa mencapai 3.655.760 jiwa dan di kota mencapai 1.873.550 jiwa. Sehubungan dengan hal di atas, makalah ini
bertujuan menganalisis pola temporal trend produksi padi selama periode 1970- 2010 dan hubungannya
dengan perkembangan ketahanan pangan di provinsi Jawa Timur. Penelitian ini
menggunakan data sekunder tahunan produksi, produktivitas dan luas areal
tahunan padi, padi sawah dan padi ladang periode tahun 1970-2010 dan bertujuan
menganalisis pola temporal produksi dan hasil persatuan luas menggunakan
analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis jangka panjang
1970-2010 menunjukkan adanya pelambatan peningkatan areal panen yang
ditunjukkan dengan nilai ( -0, 207 ) untuk padi keseluruhan, (- 0,158) untuk padi ladang dan ( -0,743)
untuk padi sawah. Demikian juga pada
analisis per sepuluh tahunan, kecuali pada tahun 2000-2010. Merespon indikasi
perlambatan luas panen tersebut, diharapkan kegiatan penelitian atau pengkajian
yang berorientasi peningkatan daya hasil perlu mendapat prioritas. Terkait
dengan ketahanan pangan terlihat adanya ketersediaan pangan daerah belum
menjamin tingkat daya beli masyarakat setempat.
Kata kunci :
Padi, Padi ladang, padi sawah, Trend hasil
per satuan luas, kemiskinan, ketahanan pangan
ABSTRACT
Rice-producing
areas in Indonesia
is uneven, 50-70% of rice production is concentrated in Java. East Java is the
second largest rice producer
in Indonesia, approximately
17.2% of rice production is supplied from the Indonesia province of East Java. However, some phenomena of food
shortages that occurred in recent years raises the question whether in future
food production can still keep pace with the growing population and whether the
food security can be maintained. In 2010 rice production in East Java reached
11,643,773 tons, with a total population of 37,476,757 people, but according to
socio-economic data recorded in the village the population reached 3.65576
million poor people and the city reached 1.87355 million inhabitants. In connection with the above, this paper aims to analyze the temporal
patterns of rice production trend over the period 1970 - 2010 and its
association with the development of food security in East Java province. This
study uses secondary data the annual production, productivity and the annual
area of rice, paddy and paddy fields in the period 1970-2010 and aims to
analyze the temporal patterns of production and the broad unity using
regression analysis. The results showed that long-term analysis of 1970-2010
showed a slowing in harvest area
indicated by the value (-0, 207) for the whole rice, (-0,158) for the paddy and (-0.743) for the paddy fields. Similarly, the analysis of a
ten-year, except in the year 2000-2010. Respond to indications of a slowing in harvested area, the expected activity-oriented research or assessment
of yield improvement needs to be prioritized. Related to food security looks a
local food availability does not guarantee the purchasing power of local
communities.
Key words: Rice, paddy, paddy fields, yield trend per unit
area, poverty, food security
PERAN VARIETAS UNGGUL
BARU DALAM USAHA PENYEDIAAN DAN PERBANYAKAN BENIH UNGGUL MENDUKUNG SL-PTT DI
BALI
Ida Bagus Kade Suastika
dan A.A.N.B. Kamandalu
Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bali
Jln.
By Pass Ngurah Rai Pesanggaran, Denpasar P.O. BOX: 3480
Telp.
(0361) 720498, Fax. (0361) 720498
Email:bptp_bali@yahoo.com
Abstrak
Varietas
unggul merupakan salah satu komponen teknologi yang handal dan cukup besar
sumbangannya dalam meningkatkan produksi padi nasional, baik dalam kaitannya
dengan ketahanan pangan maupun peningkatan pendapatan petani. Varietas unggul tanaman yang dihasilkan sudah
cukup banyak, namun sering benihnya tidak tersedia di tingkat petani. Melalui kegiatan penyediaan dan perbanyakan
benih unggul secara berkelanjutan diharapkan dapat memecahkan permasalahan
kelangkaan ketersediaan benih unggul bermutu yang selalu terjadi setiap
tahunnya di Bali pada saat tanam baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kegiatan ini dimaksudkan untuk : (1) menghasilkan
benih padi untuk memenuhi ketersediaan benih unggul bermutu mendukung kegiatan
SL-PTT dalam upaya mendukung program peningkatan produksi padi, (2) mempercepat
penyebaran/penggunaan benih unggul bermutu di tingkat kelompok tani/pengguna
lainnya agar konsep gilir varietas dapat dilaksanakan, (3) meningkatkan
ketrampilan kelompok penangkar dalam usaha penyediaan dan perbanyakan benih
unggul untuk memenuhi ketersediaan benih unggul bermutu secara
berkelanjutan. Kegiatan dilakukan
bekerjasama dengan kelompok penangkar KUAT subak Guama, desa Selanbawak,
Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan; subak Kumpul, desa Bone, Kecamatan
Blahbatuh, Kabupaten Gianyar; subak Penarungan, desa Penarungan, Kecamatan
Mengwi, Kabupaten Badung; subak Kusamba (Ketut Tanggin), desa Kusamba,
Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, dan Koptan Panca Utama subak Jagaraga,
desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Dari hasil kegiatan penyediaan dan
perbanyakan diperoleh benih sebanyak 89.546 kg dengan rincian 35.744 kg benih
Cigeulis kelas BP/SS, 12.265 kg benih Ciherang kelas BP/SS, 1416 kg benih
Inpari 10 kelas BD/FS, 18.440.kg benih Inpari 10 kelas BP/SS, 12.720 kg benih
Inpari 13 kelas BP/SS, dan 8.961 kg benih Inpari 13 kelas BR/ES. Sebagian besar produksi benih yang dihasilkan
dari kegiatan penyediaan dan perbanyakan benih dari masing-masing kelompok
penangkar telah terdistribusi/tersalurkan ke berbagai kabupaten/kota se-Bali
dimanfaatkan untuk mendukung program pemerintah dalam upaya penyediaan bantuan
langsung benih unggul (BLBU) dan cadangan benih nasional (CBN) bagi kelompok
tani/pengguna lainnya mendukung SL-PTT di Bali bekerjasama dengan PT. Sang
Hyang Sri dan PT. Pertani, dan sebagian lagi disalurkan melalui kios-kios dan
kelompok tani (subak). Dengan menggunakan varietas unggul baru mampu meningkatkan
produksi per hektar hingga 15-20%.
Kata kunci: VUB, penyediaan dan
perbanyakan benih, SL-PTT
ABSTRACT
Corn
crop can grow and produce an optimal quality of the information required and
certain land characteristics and management. Therefore, the following land use
data collection status is part of the mapping of land suitability for corn
crop. This study aims to determine the suitability of land for corn crops in
Sumenep archipelago. Location of research covering all areas of administrative
regions Sumenep archipelago consisting of nine sub-districts (84 villages), the
Giligenteng, Talango, Nonggunong, Gayam, Raas, Sapeken, Arjasa, Kangayan and
Masalembu Sub-district. Data and maps collected includes : land resources in
the form of a map of the area Sumenep, climate data (rainfall) as well as
survey research sites. The preparation of land suitability for crop corn refers
to the concept of expert system with matching approach between the
characteristics of climate and land resources with the growing requirements of
corn. Data processed in a simple and interpreted with digital maps of land
suitability for crop corn in Sumenep archipelago. The results showed an
archipelago Sumenep belonging dry climate with climate types Oldeman : E4 and
D3 with the wet months between 1-4 months and 6-11 months dry months. Soil type
consists of Alluvial Hidromorf; Complex Mediterranean Grumusol, Regosol and
litosol; Regosol yellowish brown, and the Mediterranean Complex Red and
Litosol. Digital maps of land suitability of each area is quite diverse
archipelago Sumenep and basically almost all of the islands is dominated by a
suitable and most appropriate marginal for corn crops.
Key words: Suitability of land, corn crop, archipelago Sumenep
Key words: Suitability of land, corn crop, archipelago Sumenep
UJI ADAPTASI
KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU
PADI
TERHADAP PENYAKIT BLAS
Ida Bagus Kade Suastika
Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bali
Jln
By Pass Ngurah Pesanggaran, Denpasar P.O. BOX: 3480
Telp.
(0361) 720498; 724381, Fax. (0361) 720498
Email:bptp_bali@yahoo.com
Abstrak
Pengujian
adaptasi ketahanan beberapa varietas unggul baru (VUB) padi terhadap penyakit
blas dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui ketahanan beberapa VUB padi terhadap serangan penyakit blas. Pengujian dilaksanakan di lahan sawah subak
Guama, desa Selanbawak, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan dari bulan September
sampai Desember 2011. Pengujian
menggunakan rancangan acak lengkap (RAK) dengan 4 (empat) perlakuan termasuk kontrol. Perlakuan VUB padi yang di uji diantaranya
adalah Inpari 10, Inpari 13, serta Cigeulis dan Ciherang sebagai kontrol. Bibit padi ditanam pada petak alami ukuran 250-400
m2 dengan sistem tanam pindah legowo 2:1 dengan jarak tanam 50 cm x
25 cmx 12,5 cm. Pemupukan dengan dosis
200 kg Urea/ha + 200 kg Phonska/ha + 2 ton/ha pupuk organik. Parameter yang
diamati meliputi keragaan tanaman (tinggi tanaman, jumlah anakan/rumpun),
komponen hasil (panjang malai, jumlah gabah/malai, jumlah gabah isi/malai dan
jumlah gabah hampa/malai) serta hasil dan serangan penyakit blas yang dilakukan
pada saat menjelang panen. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa varietas Inpari 13 bereaksi tahan terhadap serangan
penyakit blas dan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Cigeulis dan
Ciherang) dengan tingkat serangan 1% dibandingkan dengan 10% dengan hasil gabah
kering panen (GKP) per hektar lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kontrol
(Cigeulis dan Ciherang) yaitu 8146 kg/ha dibandingkan dengan 6810 kg/ha dan
7167 kg/ha. Sedangkan varietas Inpari 10
bereaksi peka (rentan) terhadap serangan penyakit blas dan berbeda nyata
dibandingkan dengan kontrol (Cigeulis dan Ciherang) dengan tingkat serangan 45%
dibandingkan dengan 10% dengan hasil gabah kering panen (GKP) per hektar lebih
rendah dan berbeda nyata dengan kontrol (Cigeulis dan Ciherang) yaitu 5667
kg/ha dibandingkan dengan 6810 kg/ha dan 7167 kg/ha.
Kata
kunci:
VUB, penyakit blas, adaptasi
DAYA
DUKUNG JERAMI PADI DAN LIMBAH TERNAK SAPI PADA USAHATANI INTEGRASI SAPI-PADI SAWAH DI DESA PANGSAN, KABUPATEN
BADUNG
Oleh
Ni
Luh Gede Budiari, I.B.G. Suryawan dan I N. Sugama
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali
Jl.
By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar Selatan, Bali, 80222
E-mail : bptp_bali@yahoo.com
ABSTRAK
Jerami
padi yang dihasilkan selama ini sebagian besar dibakar dan sebagian kecil
dikembalikan ke dalam tanah, sehingga masih mempunyai peluang untuk dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya dukung
jerami padi untuk penggemukan sapi. Penelitian dilaksanakan di Desa Pangsan,
Kabupaten Badung dari bulan April sampai dengan Nopember 2011. Bahan penelitian
berupa ternak sapi sebanyak 20 ekor dan jerami padi yang dihasilkan dari lahan
sawah seluas 1 ha. Jerami padi sebelumnya difermentasi terlebih dahulu selama 7
hari. Perlakuan pakan yang diberikan, yaitu hijauan makanan ternak (HMT) sesuai
cara petani (P0) dan 50% HMT + 50% jerami fermentasi + 2 kg dedak
padi (P1). Parameter yang diamati adalah a) bobot badan awal, b)
pertambahan bobot badan harian, c) bobot badan akhir, d) produksi feses dan
urine sapi, dan e) produksi jerami padi.
Hasil penelitian menunjukan, bahwa perlakuan P1 meningkatkan bobot
badan harian dan bobot badan akhir secara nyata (P>0,05) jika dibandingkan
dengan sapi yang hanya diberikan pakan HMT (P0). Peningkatan berat
badan disebabkan karena kandungan nutrisi jerami padi terfermentasi yang
dikombinasikan dengan HMT dan dedak padi sesuai dengan kebutuhan sapi Bali
sehingga pertumbuhannya jauh lebih baik. Satu ha lahan sawah mampu menyediakan
pakan jerami padi untuk 7 ekor sapi dan
untuk 1 ha lahan sawah kebutuhan pupuknya dapat dipenuhi dari 3 ekor
sapi per musim atau 6 ekor per tahun. Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan, bahwa untuk luas lahan sawah 1 ha mampu mendukung penyediaan pakan
untuk 7 ekor sapi per tahun tetapi kebutuhan pupuk dapat dipenuhi dengan 6 ekor
sapi, sehingga kelebihan produksi pupuk dari limbah sapi bisa dijual sebagai
nilai tambah dari usatani integrasi sapi-padi sawah.
Kata kunci: sapi, jerami, pupuk, limbah,
integrasi
ABSTRACT
Rice
straws produced are mostly burned and are only small amount returned into the
land, so that is a chance to utilize as feed. This research is aimed to find
out the carrying capacity of rice straw for fatening cow. Research was
conducted in Pangsan Village, Badung Regency, from April to November 2011.
There were 2 treatments, i.e. P0= pure green forage (HMT), as farmer
practice, and P1= 50% HMT + 50% fermented straw + 2 kg rice
bran. Parameters observed were a)
initial body weight, b) daily body weight increase, c) final body weight, d)
production of feces and urine, dan e) production of rice straw. Results showed that P1
significantly increased daily and final body weight as compared to P0. Increasing of body weight was
contributed by nutrition value of fermented rice straw combined with HMT and
rice bran that was adequate for Balinese cow needs for growth. One hectare rice
field was able to provide feed for 7 cows and for one hectare rice field
organic fertilizer was able to be supplied from 3 cows every season or 6 cows
per year. The exciding fertilizers produced from cow wastes can be sold as a
additional value of cow-rice integrated farming.
Key words: cow, rice straw, fertilizer,
waste, integration
PERBEDAAN SISTIM PEMELIHARAAN TERHADAP INFESTASI PARASIT GASTROINTESTINAL
PADA SAPI BALI
Nyoman Sugama dan Nyoman Suyasa
Balai Pengkajain Teknologi Pertanian (BPTP) Bali
Jl. By Pass Ngurah Rai,
Pesanggaran, Denpasar Selatan, Bali, 80222
E-mail : n.suyasa@yahoo.com ;
bptp_bali@yahoo.com
Abstrak
Untuk mendukung program ketahanan pangan
dan meningkatkan produksi di bidang peternakan maka pemerintah
telah mencanangkan Program Percepatan Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK), yang harus dicapai pada tahun 2014. Sapi Bali merupakan ternak primadona di Bali yang
banyak dipelihara oleh masyarakat Bali. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
usaha pengembangan ternak sapi Bali dari aspek manajemen adalah faktor
kesehatan atau kontrol penyakit. Penyakit parasit gastrointestinal merupakan salah satu penyakit yang menyerang
ternak sapi pada berbagai umur. Penyakit ini secara tidak langsung dapat menyebabkan
kematian ternak, tetapi dalam jangka panjang dapat merugikan karena akan
menurunkan produksi ternak. Pola pemeliharaan ternak sapi akan turut
mempengaruhi perkembangan agen penyakit parasit pada ternak sapi. Untuk
mengetahui sejauh mana perbedaan tingkat infestasi parasit pada pola
pemeliharaan yang berbeda perlu dilakukan pemeriksaan terhadap feses sapi.
Penelitian dilakukan di Kubutambahan, kabupaten Buleleng, menggunakan 60 ekor
sapi Bali yang dibagi tiga kelompok umur yaitu jantan dewasa,betina dewasa dan
pedet. Sampel yang diambil berupa feses sapi dalam pengawet formalin 10% ,
serta dilakukan pemeriksaan di Balai Besar Veteriner Denpasar dengan
menggunakan metode Apung (Whitlock) dan metoda Sedimentasi (whitlock).
Pemeriksaan meliputi jumlah EPG feses dan jenis parasit gastrointestinal yang
menginfeksi sapi. Hasil yang diperoleh dianalisis secara Deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan prevalensi infeksi parasit gastrointestinal pada ke tiga
kelompok umur di luar SIT (40%) lebih
tinggi jika dibandingkan di SIT (27%). Sedangkan pasca pemberian obat cacing pada
kelompok jantan terjadi penurunan dari 13% menjadi 7% (SIT) dan tetap 38% (luar
SIT). Jumlah parasit yang menginfeksi
terdiri dari 7 jenis/spesies baik pada SIT maupun luar SIT dengan spesies yang
berbeda. Sedangkan tingkat infeksi parasit gastrointestinal pada semua kelompok
umur tergolong ringan karena jumlah EPG/OPG masih dibawah 500 butir/gram feses.
Kata kunci : sapi Bali, pola
pemeliharaan, parasit gastrointestinal
DIFFERENCE SYSTEM MAINTENANCE OF THE
BALI CATTLE IN GASTROINTESTINAL PARASITIC INFESTATIONS
Abstract
To support and enhance food security programs in the field of livestock production, the government has launched the Self-Sufficiency Program Acceleration Beef and Buffalo (PSDSK), which must be achieved in 2014. Bali cattle is the favorite livestock in Bali wich are maintained by the community of Bali. One of the factors that determine the success of the business development of the Bali cattle management aspects are health factors or disease control. Gastrointestinal parasitic disease is one disease that attacks cattle at various ages. This disease can indirectly cause the death of livestock, but in the long run can be detrimental because it will reduce the production of livestock. Pattern maintenance of cattle will also influence the development of parasitic disease agents in cattle. To find out the extent to which differences in levels of parasite infestation in different patterns necessary maintenance checks on cattle feces. The study was conducted in Kubutambahan, Buleleng district, using 60 Bali cattle is divided into three age groups of adult males, adult females and calf. Samples taken in the form of cow feces in the preservative formalin 10%, and examined at the District Infestigation Center in Denpasar using floating method (Whitlock) and Sedimentation method (Whitlock). Examination include the number and type of fecal EPG gastrointestinal parasite that infects cattle. The results obtained were analyzed by descriptive. Results showed the prevalence of gastrointestinal parasitic infections in the three age groups outside of SIT (40%) higher than in the SIT (27%). While the post-drug administration in groups of male worms there is a decrease from 13% to 7% (SIT) and remained 38% (out of SIT). The number of parasites that infect consists of 7 species / species both in and outside the SIT, with different species. While gastrointestinal parasite infection rates in all age groups relatively mild because of the amount of EPG / OPG is still below 500 grains / gram of feces.
Keywords: Bali cattle, pattern maintenance, gastrointestinal
parasites
PEMANFAATAN LIMBAH KOPI SEBAGAI PAKAN
TERNAK
UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI
Nyoman
Suyasa, dan Nyoman Sugama
Balai Pengkajain Teknologi Pertanian (BPTP)
Bali
Jl.
By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar Selatan, Bali, 80222
E-mail : n.suyasa@yahoo.com
; bptp_bali@yahoo.com
Abstrak
Dewasa ini kebutuhan akan nilai gizi
masyarakat, khususnya protein hewani per kapita masih belum memadai. Walaupun
jumlah ternak meningkat apabila dibandingkan dengan tingkat kebutuhan yang juga
meningkat, tetap saja terjadi kesenjangan. Hal ini telah pula diantisipasi oleh
pemerintah dengan mencanangkan Program Percepatan Swasembada Daging Sapi dan
Kerbau (PSDSK) dan ini merupakan salah
satu program utama Kementerian Pertanian saat ini dalam mengatasi ketahanan
pangan. Limbah pertanian diantaranya limbah kulit kopi selama ini tidak
termanfaatkan dengan baik dan jumlah limbah sangatlah besar yang berpotensi
dipakai sebagai pakan ternak. Penelitian ini dilakukan di Kubutambahan
kabupaten Buleleng menggunakan 21 ekor sapi Bali masa penggemukan dengan bobot
badan rata – rata 250 – 300 kg/ekor. Dengan perlakuan : P0 : sapi yang
diberikan pakan seperti biasa dipelihara petani (10 % rumput dan hijauan)dari
bobot badan , P1 : P0 + pakan berupa limbah kopi 2 kg/ekor/hari, dan P2 : P0 +
1 kg Limbah kopi + 1 kg Dedak Padi + 5 cc Probiotik Biocas /ekor/hari. Pemberian
pakan tambahan diberikan selama 4 bulan (120 hari) dan Bobot harian yang dicapai adalah P0 : 0,21
kg/ekor/hari, P1 : 0,55 kg/ekor/hari dan P2 : 0,57 kg/ekor/hari. Peningkatan
bobot harian tertinggi terjadi pada P2 yaitu 0,57 kg/ekor/hari, disebabkan
selain karena pakan tambahan limbah kopi dan padi juga karena adanya probiotik
Biogas.
Kata kunci : Sapi Bali, Limbah Kopi, Penggemukan,
Produktivitas.
UTILIZATION OF WASTE COFFEE AS ANIMAL FEED
BALI CATTLE TO IMPROVE PRODUCTIVITY
BALI CATTLE TO IMPROVE PRODUCTIVITY
Abstract
Recently the need for the nutritional value of the community, especially animal protein per capita is still not adequate. Although the number of livestock increased when compared with the level of demand has also increased, it is still a gap. It was also anticipated by the government launched the Self-Sufficiency Program Acceleration Beef and Buffalo (PSDSK) and this is one of the main program the Ministry of Agriculture in addressing food security. Agricultural wastes such as waste during the coffee skin is not utilized properly and the enormous amount of waste that could potentially be used as livestock feed. The research was conducted in Kubutambahan, Buleleng district using 21 head of Bali cattle fattening, period with average body weight - 250-300 kg / head. With treatment: P0: cattle feed as usual provided the farmers maintained (10% grass and forage) of body weight, P1: P0 + coffee waste in the form of feed 2 kg / head / day, and P2: P0 + 1 kg of coffee waste + 1 kg waste Rice bran + 5 cc Probiotics Biocas / head / day. Provided additional feeding for 4 months (120 days) and daily weight achieved is P0: 0.21 kg / head / day, P1: 0.55 kg / head / day and P2: 0.57 kg / head / day. The highest daily increase in weight occurred in the P2 : 0.57 kg/ head / day, caused due to additional food waste in addition to coffee and rice are also due to the probiotics Biocas.
Keywords: Bali Cattle, Waste
Coffee, Fattening, Productivity
DOMINASI VUB DALAM
MENUNJANG USAHA PERBENIHAN
DAN UPAYA PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS PADI
Ni Putu Sutami, dan
IBK Suastika
Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Bali
Abstrak
Penggunaan benih bermutu varietas
unggul adalah salah satu penentu
keberhasilan usaha penangkaran untuk mendukung ketersediaan benih padi. Upaya
yang dilakukan untuk memperbanyak benih
bermutu dari varietas unggul padi di Bali adalah melakukan penumbuhan petani
penangkar dengan pembinaan yang intensif. Kegiatan penangkaran yang dilakukan
oleh Subak Kumpul Gianyar menggunakan beberapa VUB padi sawah, antara lain
Inpari 10, 13, Ciherang serta Cigeulis. Jenis
benih yang tersedia dan ditanam antara lain FS dan SS. Pengkajian dilaksanakan
oleh petani yang dihimpun dalam satu
wadah kelompok tani. Kajian kegiatan meliputi: introduksi VUB padi sawah dan
penerapan teknologi PTT dan survei Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
sejauhmana penerimaan dan perkembangan varietas yang telah dilepas dan
mengetahui faktor-faktor apa saja yang menentukan varietas unggul tersebut
diterima atau diminati oleh petani. Hasil penelitian menunjukkan VUB Inpari 10
cocok diusahakan di Subak Kumpul karena produksinya lebih tinggi dibandingkan
dengan Ciherang yang biasa ditanam oleh petani setempat dengan keunggulan
berkisar antara 1 sampai 1,5 ton gabah kering panen. Beberapa permasalahan yang
dijumpai menghambat usaha perbenihan padi antara lain rendahnya
ketrampilan/keahlian SDM sehingga
kemampuan dalam mengadopsi VUB menjadi benih bersertifikat masih rendah,
kurangnya lembaga pemasaran benih dan kurangnya sistem informasi perbenihan
sehingga belum dapat memberikan solusi perbenihan yang maksimal. Dampak
pengkajian terhadap penggunaan VUB sangat positif dapat dilihat dari banyaknya
petani disekitar wilayah pengkajian mencari benih VUB yang telah
didesiminasikan.
Kata Kunci : Dominasi VUB ,
Usaha Perbenihan dan produktivitas padi
RESPON BEBERAPA JENIS PUPUK
ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
PADI VARIETAS UNGGUL CIGEULIS
Wayan
Sunanjaya dan
Made Delly Resiani
Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.
Jl
By Pass Ngurah Rai Pesanggaran Denpasar
E-mail :
bptp_bali@yahoo.com
ABSTRAK
Subsektor pertanian tanaman pangan mempunyai peranan penting dan strategis
dalam pembangunan nasional maupun regional.
Keberhasilan pembangunan pertanian akan terwujud apabila terjadi
peningkatan ketahanan pangan, peningkatan produksi pertanian. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) pada
padi sawah merupakan salah satu model atau pendekatan pengelolaan usahatani
padi, dengan mengimplementasikan berbagai komponen teknologi budidaya yang
memberikan efek sinergis. PTT
menggabungkan semua komponen usahatani terpilih yang serasi dan saling
komplementer, untuk mendapatkan hasil panen optimal dan kelestarian lingkungan
(Sumarno dkk. 2000; Badan Litbang Pertanian 2008). Pupuk organik merupakan salah satu sumber hara
potensial untuk mensubstitusi penggunaan pupuk anorganik. Pupuk organik juga memegang peran yang sangat
penting untuk memelihara kesuburan tanah (fisik, kimia, dan biologi tanah).Penelitian dilaksanakan di Subak Ayung, Desa Buduk,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai 20
Juli sampai dengan 24 Oktober 2011.
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok sederhana (RAK) 4 (empat)
ulangan dengan perlakuan beberapa jenis pupuk organik. Penanaman di lakukan dengan sistem tegel 20x20cm. Petak percobaan menggunakan petak alami. Jumlah
sampel tanaman tiap petak alami sebanyak 10 rumpun. Sedangkan untuk variabel hasil menggunakan
ubinan berukuran 5 x 5 m. Analisa data
dilakukan sesuai dengan rancangan yang digunakan, sedangkan uji beda nilai
rata-rata dengan BNT taraf 5%. Parameter yang diamati antara lain : tinggi tanaman
maksimun, jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah isi dan hampa per malai, jumlah gabah isi dan
gabah total per malai, bobot 1000 butir biji dan hasil gabah kering panen per
hektar. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik memberikan
pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap seluruh variabel yang diamati. Perlakuan pupuk Enzimbiotan memberikan hasil gabah kering
panen tertinggi sebesar 8,19 t ha-1 atau meningkat sebesar 7,76 %
jika dibandingkan dengan kontrol sebesar
7,60 t ha-1. . Tingginya hasil gabah kering panen hektar-1 didukung
oleh tinggi
tanaman maksimun, jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah isi dan hampa per malai, jumlah gabah isi dan
gabah total per malai, bobot 1000 butir biji dengan nilai korelasi r 0,01
(0,708) masing-masing sebesar 0,830**; 0,923**; 0,905**; -0,865**, 0,959**;
0,854**; dan 0,950**
Kata kunci :
Respon, pupuk organik, Cigelis
PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF UNTUK SAPI BALI BETINA
I Nyoman Sugama, Luh Gde
Budiari dan Made Astika
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali
Jl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar Selatan,
Bali, 80222
E-mail : bptp_bali@yahoo.com
ABSTRAK
Upaya peningkatan produktivitas ternak sapi di
daerah Bali itu dihadapkan pada keterbatasan jumlah hijauan pakan ternak
khususnya di musim kemarau, sehingga perlu dicarikan pakan alternatif untuk mensubstitusi
rumput lapangan/HMT. Salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah
dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah pertanian terutama jerami
padi. Untuk meningkatkan kandungan nutrisi jerami padi perlu dilakukan
pengolahan/fermentasi. Penelitian dilakukan di desa Pangsan, Kec. Petang, Kab.
Badung, Bali tahun 2011 untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan jerami padi
terfermentasi terhadap produktivitas sapi bali betina. Penelitian menggunakan
RAK dengan 18 ekor sapi bali betina umur 12 bulan yang dibagi dalam 3 perlakuan
yaitu : P0: sapi diberikan pakan HMT ( kontrol), P1: sapi diberikan 50% HMT +
50% jerami padi terfermentasi + dedak padi 1 kg/ekor/hari+ probiotik Promix 200
gr/100 kg konsentrat, P2: sapi diberikan 50% HMT + 50% jerami padi
terfermentasi + dedak padi 1 kg/ekor/hari + probiotik Starbio 250gr/100 kg
konsentrat. Analisis data sesuai rancangan dan uji lanjut BNT 5%. Hasil
penelitian menunjukkan perlakuan P2 memberikan peningkatan berat badan harian
tertinggi (0,34 kg/ekor/hari), selisih skor kondisi tubuh ternak(1,4), angka service
perconception terendah (1,25), serta berat lahir pedet (17 kg/ekor). Sedangkan
umur kebuntingan terendah terjadi pada kelompok kontrol (286 hari). Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan pemberian pakan HMT+jerami padi terfermentasi yang
dikombinasikan dengan dedak padi dan probiotik mampu maningkatkan produktivitas
sapi bali.
Kata
Kunci : sapi
bali, jerami padi, produktivitas sapi bali
ABSTRACT
Efforts to increase the productivity of
Bali cattle in
the area were faced with a
limited amount of forage, especially in the dry season, so need to look for alternatives
to substitute feed grass field / HMT. One alternative to
a cheap supply of feed and competitive is
through the utilization of agricultural
waste, especially rice straw. To
improve the nutritional content of
rice straw needs to be done processing / fermentation.
The study was conducted in the village
Pangsan, district. Evening, Badung regency, Bali in 2011 to determine the effect of fermented rice straw utilization
on the productivity of Bali cattle females. Research
using RGD with 18 head of cattle bali female
age 12 months, divided into 3 treatment are:
P0: cows given feed
HMT (control), P1:
HMT cows given
50% + 50% rice
straw fermented rice bran + 1 kg / head / day + probiotics gr/100
Promix 200 kg of
concentrates, P2: HMT cows given 50% + 50% rice straw
fermented rice bran
+ 1 kg / head / day + probiotics Starbio 250gr/100
kg of concentrate. Analysis of data according to the design and test advanced
LSD 5%. The
results showed treatment P2
provides the highest daily weight gain (0.34 kg
/ head / day),
the difference in livestock body
condition score (1.4), service number perconception
lowest (1.25), and
calf birth weight (17 kg / tail). While the lowest
pregnancy age occurred
in the control group (286 days). From the
research results can be concluded HMT + feeding fermented rice straw combined
with rice bran
and probiotic capable
maningkatkan productivity of Bali cattle.
Keywords: bali cattle, rice straw, the productivity of Bali cattle
PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS JERUK SIEM KINTAMANI MELALUI PEMUPUKAN ORGANIK DAN TINGKAT
PENDAPATAN YANG DITERIMA PETANI DI DESA BELANTIH, BANGLI
Oleh :
Ida Ayu Parwati dan Luh Gede Budiari
Balai Pengkajain
Teknologi Pertanian (BPTP) Bali
Jl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar Selatan,
Bali, 80222
E-mail : n.suyasa@yahoo.com
; bptp_bali@yahoo.com
Abstrak
Penambahan bahan
organik kedalam tanah pada siklus usahatani selain berdampak positif terhadap
kesuburan lahan juga berdampak terhadap efisiensi terhadap penggunaan input
luar. Limbah padat ternak setelah diolah melalui bioproses maupun konvensional,
dapat dimanfaatkan untuk memupuk tanaman. Namun petani di desa belantih dalam
pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk belum maksimal dan belum diolah
sehingga produktivitas belum maksimal. Kajian ini bertujuan untuk melihat peningkatan produksi pada tanaman jeruk
setelah dilakukan pemanfaatan pupuk dari limbah ternak dan tingkat pendapatan
yang diterima oleh petani setelah perlakuan. Kajian dilakukan di Desa Belantih
dari tahun 2009 sampai 2011 melibatkan 30 orang petani koperator. Pendekatan
yang digunakan dalam kajian ini adalah before and after. Parameter yang diamati
dalam kajian ini adalah bobot buah per biji, jumlah buah per kilogram, bobot
buah per tanaman dan bobot buah per hektar. Data dianalisis dengan t-tes. Untuk
melihat tingkat pendapatan petani dilakukan analisis usahatani. Hasil kajian
menunjukan terlihat bahwa bobot buah per biji mengalami peningkatan berat
sebesar 33,11% setelah perlakuan, jumlah buah per kilogram setelah pengkajian
meningkat 17,67%, bobot buah per tanaman meningkat 65,82% dan konversi ke
hektar bobot buah meningkat 65,82%.
Biaya yang dikeluarkan per hektar pada tahun 2011 pada tanaman jeruk sebelumnya
sebesar Rp 13.590.425,53, total penerimaan petani
sebesar Rp 33.617.012,28. Setelah dikurangi biaya usahatani petani
mendapatkan keuntungan Rp 20.026.595,74. Sedangkan pengeluaran biaya per hektar
setelah menerpakan paket teknologi introduksi
Rp 28.534.042,55, dengan jumlah
penerimaan sebesar sebesar Rp 83.617021,28. Setelah dikurangi biaya usahatani
sebesar Rp 28.534.042,55, petani mendapatkan keuntungan Rp 55.082.978.72. Hasil
ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan yang diterima petani setelah dilakukan
perbaikan budidaya lebih tinggi dari sebelum introduksi walaupun ada tambahan
pengeluaran biaya berupa upah tenaga untuk pengolahan pupuk, upah pemangkasan
dan upah perawatan tanaman.
Kata Kunci
: produktivitas, jeruk, pupuk organic, pendapatan
IMPROVING PRODUCTIVITY THE ORANGE KINTAMANI THROUGH ORGANIC FERTILIZATION AND INCOME LEVEL RECEIVED OF FARMERS IN THE VILLAGE BELANTIH,BANGLI
Abstract
The addition of organic matter into the soil at the farm
cycle other than a positive impact on soil fertility also affect the efficiency
of the use of external inputs. Solid
waste cattle when processed through bioprocess and conventional, can be used to
fertilize crops. But farmers in
the village belantih in the utilization of animal waste as fertilizer is not
maximized and have not been processed so that productivity is not
maximized.This study aims to see an increase in production of citrus after the
utilization of manure from livestock waste and the level of income received by
the peasants after the treatment. Studies
conducted in the Village Belantih from 2009 to 2011 involving 30 people
cooperator farmers. The approach
used in this study is the before and after. Parameters
observed in this study is the weight of seeds per fruit, number of fruit per
kilogram, weight of fruit per plant and weight of fruit per hectare. Data were analyzed by t-test. To see the level of farm income of
farmers carried out the analysis. The
study results showed that the weight of fruit per visible grain weight
increased by 33.11% after treatment, the number of fruit per kilogram after the
assessment increased 17.67%, weight of fruit per plant increased 65.82% and the
conversion increased to 65 hectares of fruit weight, 82%. The
cost per hectare in 2011 to the citrus crop to Rp 13,590,425.53, the total
revenue of Rp 33,617,012.28 farmers. After
deducting the benefit of farmers farming costs Rp 20,026,595.74. While expenditures per hectare after
the introduction of technology packages menerpakan Rp 28,534,042.55, with
revenues amounting to Rp 83.617021,28. After
deducting the cost of Rp 28,534,042.55 farming, farmers benefit Rp
55.082.978.72.These results indicate that the level of income received by
farmers after the repair cultivation is higher than before the introduction,
although there are additional expenses in the form of wage labor costs for
processing manure, wage cuts and wage treatment plant.
Keywords: productivity, orange, organic fertilizer, income
Keywords: productivity, orange, organic fertilizer, income
PENGARUH KONSENTRASI CaCl2
DAN VARIETAS KENTANG TERHADAP SIFAT FISIK DAN SENSORIS KERIPIK KENTANG (Solanum tuberosum L.)
Lailatul Isnaini dan PER. Prahardini
Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km.4 Malang
Email : lailatulisnaini26@yahoo.co.id
ABSTRAK
Konsentrasi CaCl2 dan jenis varietas kentang
merupakan dua hal yang harus diperhatikan dalam metode perendaman keripik
kentang. Penggunaan konsentrasi larutan CaCl2 yang terlalu rendah
akan menghasilkan keripik kentang yang kurang renyah bahkan liat, sedangkan
penggunaan konsentrasi larutan CaCl2 yang terlalu tinggi akan
menghasilkan keripik kentang yang berasa kapur. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui varietas dan konsentrasi CaCl2 terhadap sifat
fisik, kimia dan organolpetik keripik kentang. Penelitian menggunakan RAL
dengan 3 ulangan. Perlakuannya adalah kentang varietas Segunung dan Margahayu serta konsentrasi CaCl2 (b/v) 0 %, 0,5 %
dan 1 %. Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak dan
uji organoleptik (warna, kerenyahan, aroma, rasa dan nilai kesukaan secara umum).
Hasil analisa menunjukkan bahwa jenis varietas kentang dan konsentrasi CaCl2
berpengaruh nyata terhadap kadar air
(2,11%) dan kadar
lemak (41,38%) keripik
kentang sedangkan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu (2,7%) keripik kentang. Bahan baku keripik kentang
yang terbaik menggunakan varietas Margahayu konsentrasi perendaman CaCl2 0,5
% akan memperoleh kripik kentang dengan tekstur
renyah, warna kuning kecoklatan, flavor enak dan aroma kentang yang
kuat.
Kata kunci :
Perendaman ,penggorengan , keripik
kentang.
The concentrates and
kind the variety of chips influence to the quality of potatoes chips ( Solanum tuberosum L. )
ABSTRACT. The
concentrates of and kind the variety of chips, were two
points that should be watched in submerge methods of potatoes chips. The use of
lower concentrates solution will produce the
crispy less potatoes chips even rubbery, whereas the use of higher concentrates solution will produce
limed potatoes chip. The aim of this research is to knowing the potatoes chips
qualities that influence by kind of variety and concentrates to the physical, chemical
and organoleptics characteristic. This research uses RAL with three
repetitions. The treatment that uses was utilization potato in variety Segunung
and Margahayu and concentrates (b/v) 0%, 0,5% and 1%.
Observable parameter was water contents, ash contents, grease contents and
organoleptics test include color, texture, aroma, taste and general partiality
point. Analysis results show that kind of potato variety and concentrates have the real influence to
the water contents (2,11%) and grease contents (41,38%) of the crisp whereas
not really influence to the ash contents (2,7%) of the potatoes chips. The best
basic substance of potatoes chips is Margahayu variety with 0.5% concentrates will produce crispy
potatoes chips, yellow brown color, real treat and strongly potatoes aroma.
Key words: submerged, frying, potatoes chips.
PENGARUH KONSENTRASI KARBOKSIL METIL SELULOSA (CMC)
TERHADAP MUTU
SARI BUAH SALAK (Salacca edulis)
Lailatul
Isnaini
Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km.4 Malang
Email : lailatulisnaini26@yahoo.co.id
ABSTRAK
Upaya
diversifikasi pangan telah banyak dilakukan masyarakat, salah satunya dengan
mengolah salak menjadi sari buah. Sari buah
adalah cairan yang diperoleh
dari memeras buah, baik disaring maupun tidak, yang tidak mengalami fermentasi
dan dimaksudkan untuk minuman segar yang langsung dapat diminum dengan penambahan gula dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan. Sari buah salak
yang disimpan sering mengalami pengendapan dan penurunan mutu. Salah satu untuk
mencegah hal tersebut digunakan karboksil metal selulosa (CMC). Penelitian ini
dilakukan di Desa Kademangan Kecamatan Pagelaran dari bulan Oktober sampai
November 2011. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui konsentrasi CMC yang terbaik pada pembuatan sari buah salak.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) diulang
sebanyak 3 kali. Perlakuannya yang diuji adalah (1) tanpa pemberian CMC
(control) (2) pemberian CMC yaitu 0,02 % (3) pemberian CMC yaitu 0,03%, (4)
pemberian CMC yaitu 0,04% (b/v). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian CMC pada sari buah salak dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh nyata terhadap mutu sari buah selama penyimpanan 6 minggu. Perlakuan penambahan bahan karboksil metil
selulosa (CMC) 0,04% memberikan hasil terbaik dengan nilai pH (4,59),
kandungan vitamin C (7,29 mg/100g)
dan kestabilan (88,78%).
Kata
Kunci : Buah Salak, sari buah, CMC
THE EFFECT OF CONCENTRATION carboxyl methyl cellulose (CMC)
QUALITY OF FRUIT SALAK SARI (Salacca edulis)
QUALITY OF FRUIT SALAK SARI (Salacca edulis)
ABSTRACT
Diversification of effort has been made public, one of them
by processing the bark into the juice. Juice is the liquid obtained from
squeezing the fruit, whether filtered or not, who did not undergo fermentation
and is intended for fresh drinks can be taken directly by the addition of sugar
and food additives are permitted. Juice is stored fruits often have deposition
and degradation. One of is used to prevent metal carboxyl cellulose (CMC). The
research was conducted in the Village District Kademangan performances from
October to November 2011. This study aims to determine the best concentration
of CMC in the manufacture of cider fruits. The study design used was completely
randomized design (CRD) was repeated 3 times. The treatment being tested are
(1) without giving CMC (control) (2) provision of CMC is 0.02% (3) provision of
the 0.03% CMC, (4) provision of CMC is 0.04% (w / v). The results showed that
administration of CMC on fruits juice with different concentrations
significantly affect the quality of fruit during storage of 6 weeks. Treatment
of the addition of carboxyl methyl cellulose (CMC) 0.04% gave the best results
with pH value (4.59), vitamin C (7.29 mg/100g) and stability (88.78%).
Keywords: Snak fruite, juice, CMC
Keywords: Snak fruite, juice, CMC
UJI
SUBSTITUSI PUPUK BOKASI DAN NPK (SUPERTANI ) DALAM UPAYA PERBAIKAN BUDIDAYA PADI SAWAH DI KABUPATEN MADIUN
Luluk
Sulistiyo Budi1, Sukar1 dan Djoko Setyo Martono1
University of Merdeka Madiun. Serayu Street, No. 79 Madiun.
E-mail: luluksb@yahoo.co.id,
Abstrak
Keberhasilan
program swasembada beras sangat ditentukan oleh meningkatnya produksi padi,
namun demikian akhir-akhir ini sering terjadi permasalahan tentang kelangkaan
pupuk makro anorganik yang beredar dimasyarakat sehingga diperlukan alternatif
strategi yang efektif dan efisien.
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan paket teknologi budidaya
melalui pemupukan yang berimbang dengan mengkombinasikan penggunaan pupuk
bokasi dan NPK supertani sebagai
pengganti pupuk UREA, SP36 dan
KCL atau NPK lain yang di rekomendasikan. Metode penelitian menggunakan
RAK dengan satu faktor yaitu kombinasi pemupukan berimbang
terdiri dari 3 formula (UREA + NPK
supertani) A (150:10), B (200:10), C
(250:10),dan 3 formula (Bokasi + NPK
supertani)m, yaitu E ( 3000:10), F
(4000:10) dan G kontrol (UREA 400, SP-36 150,dan KCL 100). Hasil penelitian
menunjukkan beda nyata terhadap
parameter tinggi tanaman, sedangkan parameter produksi tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata Hipotesa diterima, terutama pada parameter produksi bobot
GKS (gabah kering sawah) dan
bobot GKG (gabah kering giling)
dibandingkan dengan kontrol. Nilai
rata-rata GKG tertinggi di capai oleh perlakuan C (Urea 200;10 kg NPK
supertani) sebesar 8,6 ton/Ha, sedangkan kontrol hanya 7,8 ton/Ha. Sedangkan pada kombinasi bokasi dan NPK (supertani)
nilai rata-rata GKG tertinggi 7,0 ton/Ha, namun trendnya masih naik, dan diduga
penggunaan dosis bokasi masih dapat ditingkatkan agar dapat memberikan
manfaat. Dengan demikian penggunaan
bokasi dan NPK (supertani) potensial sebagai substitusi pupuk dalam upaya peningkatan produksi padi.
Keyword :
Substitusi, Pemupukan, Bokasi, dan Supertani, padi sawah
SUBSTITUTION TEST ON BOKASI FERTILIZER AND SUPERTANI (NPK) TO IMPROVEMENT LOWLAND RICE CULTIVATION IN MADIUN REGENCY
Luluk Sulistiyo Budi1, Sukar1 and Djoko Setyo Martono1
Luluk Sulistiyo Budi1, Sukar1 and Djoko Setyo Martono1
1.
Lecturer Faculty of Agriculture, University of Merdeka Madiun. Serayu Street, No. 79 Madiun. E-mail: luluksb@yahoo.co.id,
Abstract
Rice self-sufficiency program's success is largely determined
by the increase in rice production, however,
the recent common issues of macro inorganic
fertilizer scarcity in circulation in the community so that the required alternative
strategies that effectively and
efficiently. The purpose of
this study is the result cultivation technology package through a
balanced fertilization by
combining the use of fertilizers
and NPK supertani
bokasi instead of UREA fertilizer, SP36
and KCl or
other NPK recommended.
Methods of research using RGD with a combination of balanced fertilization factor is composed
of three formulas
(NPK + UREA
supertani),ie A (150:10), B (200:10), C (250:10), and 3 formula
(NPK + Bokasi
supertani ), ie
E (3000:10), F
(4000:10) and G
controls (UREA 400,
SP-36 150, and
KCL 100). The
results show a real difference
to the parameters of plant height, whereas the production parameters showed no significant difference hypothesis is accepted, mainly on
the production parameters of the weight of GKS (unhusked
rice) and dup
weight (dry milled
grain) compared to controls. The average value of the highest MPD achieved by treatment
C (200 Urea,
10 kg NPK supertani)
of 8.6 tonnes /
ha, whereas the
controls only 7.8 ton / Ha. While the combination bokasi
and NPK (supertani)
the average value of the highest MPD 7.0 tons / ha, but the trend
is still rising, and
the alleged use of bokasi dose can still
be improved in order to provide benefits.
Bokasi and thus
the use of NPK (supertani)
potential as a substitute for fertilizer in an effort to increase rice production
Keyword:
Substitution, Fertilization, Bokasi, and Supertani,
lowland rice.
Kemampuan
Kompetisi Beberapa Varietas Padi Gogo Lokal Terhadap Gulma
Competitive
Ability of The Local Dry Rice Field Varieties to Weed
Gayuh
Prasetyo Budi *)
*)
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Jl. Raya
Dukuhwaluh PO BOX 202 Telp. (0281) 636751 Purwokerto 53182
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui varietas padi gogo yang biasa ditanam petani
yang tahan terhadap kompetisi gulma. Penelitian dilakukan di Desa
Bojongsari, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas dimulai bulan Juni 2011
sampai dengan Oktober 2011. Penelitian menggunakan Rancangan Acak
Kelompok 2 faktor dengan 2 ulangan. Faktor 1. Varietas padi gogo, terdiri
atas : Cere Prontol Bertugi, Genjah Pare, Mlati dan Situ Bagendit. Faktor
2. Penyiangan gulma terdiri atas : tidak disiang, disiang 1 kali pada
umur 21 hst, disiang 2 kali pada umur 21 dan 42 hst, disiang 3 kali pada umur
21, 42, dan 63 hst dan disiang terus-menerus (bebas gulma). Hasil
penelitian menunjukkan varietas Mlati dan Situ Bagendit memberikan respon
pertumbuhan dan hasil yang lebih baik dari pada varietas Cere Prontol Bertugi
dan Genjah Pare pada perlakuan gulma yaitu varietas Mlati menghasilkan bobot
gabah per rumpun : 39,87 g dan Situ Bagendit : 37,41 g per rumpun.
Varietas Mlati dan Situ Bagendit mempunyai kemampuan kompetisi lebih tinggi
terhadap gulma, hal ini terlihat dari nilai kompetisi varietas Mlati dan Situ
Bagendit secara nyata lebih tinggi yaitu : 1.35 dan 1.04.
Kata Kunci : Kemampuan Kompetisi,
Padi Gogo, Gulma.
Abstract
The
objective of this research was to study dry rice field variety that is usual
planted which has competitive ability against weed. The experimental
research was conducted at Bojongsari Village, Kembaran, Banyumas from June
2011- October 2011 The experiment used a Randomized Completely Block
Design with 2 factors and 2 replications. Factor 1. Dry Rice Field
Variety, consisted of Cere Prontol Bertugi, Genjah Pare, Mlati and Situ
Bagendit, Factor 2. Weeding, consisted of no weeding, once weeding in 21 days
after planting (21 dap), twice weeding in 21 and 42 dap, three times weeding in
21, 42 and 63 dap, and clean weeding. The experiment result showed that
Mlati and Situ Bagendit give better response of the growth and yield than
Cere Prontol Bertugi and Genjah Pare in weed treatment that Mlati has an
unhulled rice’s weight 39.87 g and Situ Bagendit is 37.41 g per stool.
Mlati and Situ Bagendit have better competitive ability to weed and it proves
from Mlati and Situ Bagendit caused the highest for the competition value :
1.35 and 1.04.
Key Words : Competitive Ability, Dry Rice Field, Weed.
Good News For Faperta Unmuh Jember... Go and Go Agriculture UMJ.
BalasHapus