Seminar Nasional Makalah kunci ISBN : 978-626-3288-03-7
REVITALISASI PERTANIAN BERKELANJUTAN
MENUJU KETAHANAN PANGAN DAN KEDAULATAN PANGAN
Oleh:
Dr. Ir. H. Suswono, MMA.
Menteri Pertanian RI
(Disampaikan pada Seminar Nasional
di Fakultas Pertanian
Universitas Jember, 17 Maret 2012)
PENDAHULUAN
Satu dekade terakhir, isu pangan menjadi tema strategis
ketika dunia di kejutkan oleh kenaikan harga secara global pada komoditi
biji-bijian, hingga sejumlah negara menghadapi krisis dan rawan pangan. Kejadian
tersebut mengharuskan
setiap negara untuk memformulasikan
kebijakan nasionalnya guna mencukupi
kebutuhan pangan penduduknya. Kondisi tersebut berkonsekuensi logis bagi semua
pihak dalam menempatkan ketahanan pangan sebagai sebuah agenda utama untuk
jangka menengah dan jangka panjang pembangunan, atau minimal menyadarkan bahwa
ketahanan pangan adalah sebuah agenda yang harus ditransformasikan secepatnya
secara kongkret.
Indonesia dengan
jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa pada tahun 2011 dihadapkan pada tantangan yang sangat
kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu kebijakan ketahanan pangan
menjadi isu sentral dalam pembangunan serta merupakan fokus dalam pembangunan
pertanian. Peningkatan kebutuhan pangan
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kebutuhan kesempatan kerja bagi
penduduk guna memperoleh pendapatan yang layak dan akses terhadap pangan, merupakan dua komponen utama dalam
perwujudan ketahanan pangan.
Setiap negara berusaha menghindar dari ancaman kelangkaan
pangan yang bersifat endogenous
seperti kenaikan jumlah penduduk,
membaiknya pendapatan, menurunnya produktivitas lahan akibat dampak dari perubahan iklim, cekaman lingkungan dan derasnya konversi fungsi lahan ke luar tujuan pertanian,
serta distorsi perdagangan dunia. Salah satu solusi menuju ketahanan pangan
adalah melalui kedaulatan pangan. Ketahanan
pangan dan kedaulatan pangan memiliki arti penting dan strategis untuk menjamin
kecukupan penyediaan pangan nasional. Oleh
karena itu pemerintah perlu melakukan revitalisasi
sektor pertaniannya secara berkelanjutan.
Revitalisasi
pertanian dapat diartikan
sebagai bentuk kesadaran
untuk menempatkan sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual melalui
peningkatan kinerjanya
dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Revitalisasi
pertanian juga dimaksudkan untuk membangun
komitmen dan kerjasama seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola pikir masyarakat dalam melihat sektor pertanian tidak hanya sebagai penghasil komoditas konsumsi. Sektor pertanian harus dipandang sebagai sektor yang multi fungsi dan
sumber kehidupan vital bagi masyarakat
Indonesia. Selain sebagai sumber
penghasil pangan dan bahan baku industri, pertanian juga merupakan basis pembangunan di daerah dan pedesaan.
Tulisan ini bertujuan
membahas revitalisasi pertanian berkelanjutan menuju pencapaian ketahanan
pangan dan kedaulatan pangan. Melalui
informasi
ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman kepada kita semua tentang arti pentingnya
ketahanan pangan dan kedaulatan pangan dalam penyediaan pangan nasional.
KETAHANAN
PANGAN DAN KEDAULATAN PANGAN
Ketahanan pangan
merupakan fenomena kompleks dengan
banyak
aspek dan faktor yang terkait. Oleh karena itu pengelolaanya perlu melibatkan banyak pihak.
Disamping Kementerian Pertanian, dituntut juga peran dari Kementerian lain yang bertanggung jawab di bidang
kelautan dan perikanan, kehutanan, perindustrian dan perdagangan, kesehatan,
koperasi, permukiman dan prasarana wilayah, pemerintahan dalam negeri,
keuangan, dan riset dan teknologi. Luasnya cakupan konsep ketahanan pangan
tersebut telah menempatkan peran strategis kebijakan pangan dalam mencapai
ketahanan pangan, sehingga diatur dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1996 tentang
Pangan. Dalam
UU Pangan tersebut,
secara gamblang didefinisikan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia
dalam konteks sebagai penduduk sebuah negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan
masyarakatnya secara sinergis. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk mewujudkan
ketahanan pangan disyaratkan adanya interdependensi dari sisi pemerintah dan
dari sisi masyarakat secara seimbang. Dengan demikian, secara eksplisit
ditegaskan dalam UU tersebut bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan. Sedangkan,
masyarakat berperan sebagai pihak yang bertugas menyelenggarakan proses
produksi, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang memiliki
hak untuk mengakses pangan yang cukup dalam hal jumlah, mutu dan harga yang
terjangkau. Dalam Peraturan Pemerintah
No. 68 Tahun 2002 konsep ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah ataupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
Konsep ketahanan
pangan juga meliputi
beberapa tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional, tingkat rumah
tangga dan
individu. Ketahanan pangan di suatu
wilayah bersifat
multidimensional yang ditentukan oleh berbagai faktor ekologis, sosial ekonomi
dan budaya serta melibatkan berbagai sektor. Mengacu
pada karakteristik yang beragam tersebut maka pemecahan masalah ketahanan
pangan wilayah harus bersifat holistik.
Indonesia dengan
jumlah penduduk yang banyak
dan terus bertambah memerlukan produk
pangan dalam jumlah yang terus meningkat. Dikaitkan dengan ketahanan pangan, hal ini menuntut perlunya upaya peningkatan produksi pangan secara berkelanjutan. Mengandalkan pangan
impor untuk ketahanan pangan
nasional tentu riskan terhadap berbagai
aspek kehidupan, termasuk ekonomi,
sosial, dan politik nasional.
Dalam pembangunan
pertanian nasional, ketahanan pangan
mempunyai peran yang sangat strategis
karena: 1) akses terhadap pangan dan
gizi yang cukup merupakan hak yang
paling asasi bagi manusia, 2) kecukupan pangan berperan penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, dan 3) ketahanan pangan menjadi salah satu pilar utama dalam menopang ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan.
Untuk masa mendatang, ketahanan pangan merupakan salah satu pilar dan tujuan
utama Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK), khususnya dalam revitalisasi pertanian, menghadapi empat ancaman utama, yaitu:1)
stagnasi dan pelandaian produktivitas akibat
kendala teknologi dan input produksi,
2) instabilitas produksi akibat serangan
hama-penyakit dan cekaman iklim,
3) penurunan produktivitas akibat degradasi
sumber daya lahan dan air serta penurunan
kualitas lingkungan, dan 4) penciutan
lahan, khususnya lahan sawah beririgasi
akibat dikonversi menjadi lahan nonpertanian.
Sumber penyediaan
pangan berasal dari 3 unsur yakni (a) produksi pangan dalam negeri, (b)
cadangan pangan, dan (c) pemasukan pangan. Namun demikian sumber penyediaan
pangan diutamakan berasal dari produksi pangan dalam negeri. Untuk memenuhi
cadangan pangan dalam negeri ini ditempuh melalui:
a.
mengembangkan sistem produksi pangan yang
bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal;
b.
mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan;
c.
mengembangkan teknologi produksi pangan;
d.
mengembangkan sarana dan prasarana produksi
pangan;
e.
mempertahankan dan mengembangkan lahan
produktif.
Cadangan pangan
dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan pangan, kelebihan pangan, gejolak
harga dan/atau keadaan darurat. Dalam
menghimpun cadangan pangan ini terdapat dua sumber utama yakni (a) Pemerintah, meliputi
pemerintahan desa, kabupaten, provinsi dan pusat, dan (b) Masyarakat. Dari dua sumber pembentuk cadangan pangan
tersebut, cadangan pangan pemerintah merupakan pangan tertentu yang bersifat
pokok. Sementara itu pemasukan pangan dilakukan
apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan tidak mencukupi
kebutuhan konsumsi dengan tetap memperhatikan kepentingan produksi dalam
negeri.
Dengan tercapainya
ketahanan pangan dalam negeri, diharapkan rakyat Indonesia menjadi mandiri
pangan dan akhirnya mengarah pada kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan adalah hak setiap bangsa
dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk
menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi
dari kekuatan pasar internasional.Kedaulatan Pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.
Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas
gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Secara konseptual,
kedaulatan pangan berarti hak setiap negara atau masyarakat untuk menentukan
sendiri kebijakan pangannya, melindungi sistem produksi pertanian dan
perdagangan untuk mencapai sistem pertanian yang berkelanjutan dan mandiri.Kedaulatan
pangan mengatur produksi dan konsumsi pertanian yang berorientasi kepada
kepentingan lokal dan nasional. Kedaulatan pangan mencakup hak untuk
memproteksi dan mengatur kebijakan pertanian nasional dan melindungi pasar
domestik dari dumping dan kelebihan produksi negara lain yang dijual sangat
murah.
STRATEGI PENCAPAIAN
KETAHANAN PANGAN DAN KEDAULATAN PANGAN
Upaya kearah
pencapaian ketahanan pangan dan kedaulatan pangan secara implisit tercermin
dalam visi pembangunan pertanian 2010 – 2014. Pada
kurun waktu 2010-2014 itu, Kementerian Pertanian menetapkan sistem pertanian
industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal untuk meningkatkan
kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor dan kesejahteraan petani sebagai visi
pembangunan pertanian. Sistem
pertanian industrial merupakan suatu sistem yang menerapkan integrasi usaha
tani disertai dengan koordinasi vertikal dalam satu alur produk, sehingga
karakteristik produk akhir yang dipasarkan dapat dijamin dan disesuaikan dengan
preferensi konsumen akhir.
Visi pembangunan
pertanian tersebut sejalan dengan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan pada 11
Juni 2005 yang menetapkan enam sasaran
utama, yakni: 1) peningkatan kesejahteraan
dan pengentasan kemiskinan,2) perluasan kesempatan kerja dan berusaha, 3) ketahanan pangan, 4) peningkatan daya saing pertanian, 5) pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, serta 6) pembangunan daerah. Keenam sasaran tersebut pada dasarnya dapat disarikan sebagai upaya untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendapatan, menjamin ketahanan pangan nasional, serta mengkonservasi,
merehabilitasi, dan
melestarikan sumber dayaalam.
Peningkatan kebutuhan
pangan nasional dengan
laju 1−2%/tahun terutama disebabkan
oleh pertambahan penduduk yang
saat ini sudah berjumlah lebih dari 220
juta jiwa. Oleh karena itu, selain sebagai salah satu sasaran utama, ketahanan pangan juga merupakan basis utama RPPK. Upaya
peningkatan produksi harus
diimbangi dengan peningkatan pendapatan
petani, kemudahan aksesibilitas konsumen,
dan aktualisasi keamanan pangan. Oleh karena
itu, produktivitas tinggi, efisiensi sistem
produksi, serta peningkatan mutu dan
nilai tambah produk menjadi tumpuan utama
revitalisasi pertanian.
Untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, ketersediaan pangan yang cukup dari segi kuantitas, kualitas, mutu, gizi, keamanan maupun keragaman, dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat harus dipenuhi. Hal
ini diatur dalam UUNo. 7/1996 tentang pangan dan PP No.68/2002 tentang ketahanan
pangan.
Sektor pertanian
menyumbang 18%terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menjadi sumber pandapatan bagi 45% penduduk. Selain tanaman pangan dan sayuran yang luas areal tanamnya mencapai lebih dari 16,30 juta ha, komoditas perkebunan dan buah-buahan dengan luas tanam lebih dari 25 juta ha merupakan tulang punggung dan menjadi salah satu tumpuan ekonomi dan pembangunan nasional. Tanaman pangan, terutama padi, merupakan komoditas strategis bagi ketahanan pangan, sedangkan tanaman perkebunan selain diperlukan untuk mendukung pengembangan industri dalam negeri juga berperan penting sebagai komoditas ekspor.
Meningkatnya
kesadaran masyarakat tentang
keamanan pangan, kesehatan, lingkungan,
dan gizi berdampak terhadap peningkatan
permintaan produk pertanian yang
bersih dan aman dikonsumsi. Dalam konteks RPPK, aspek lingkungan juga menjadi isu yang sangat penting di sektor pertanian, baik dalam kaitannya dengan keamanan pangan dan kelestarian sumberdaya
alam dan lingkungan di tingkat nasional
maupun untuk kepentingan.
REVITALISASI PEKARANGAN UNTUK KETAHANAN
PANGAN
Terjadinya ancaman
perubahan iklim, disamping hama yang terus meningkat, berpotensi menghambat
produksi pangan. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang semakin pesat juga menambah
tantangan pangan bagi bangsa Indonesia. Laju
konsumsi bahan pangan yang semakin tinggi musti diimbangi upaya produksi bahan
pangan secara maksimal. Ancaman
ketahanan pangan, diakui atau tidak, cukup menghantui bangsa Indonesia. Krisis pangan tentu sangat mungkin
menjerumuskan negara ke jurang krisis sosial-ekonomi.
Revitalisasi
pekarangan menjadi jalan yang sangat rasional untuk turut menanggulangi ancaman
kerapuhan pangan. Wacana sadar pangan dengan cara memaksimalkan kembali peran
pekarangan perlu digarap menjadi gerakan kolektif untuk membebaskan masyarakat
dari bencana kekurangan gizi. Revitalisasi pekarangan tidak semata-mata
terbatas pada pemanfaatan lahan di sekitar rumah, tetapi juga pekarangan jauh
dari rumah (tanah kebun) yang biasanya dibiarkan bero (tidak ditanami).
Kearifan para
pendahulu mengolah pekarangan dengan cara membudidayakan tanaman alternatif
untuk kebutuhan pokok sehari-hari patut diteladani. Ubi dan jagung, misalnya
perlu kembali ditanam di pekarangan. Jika
sewaktu-waktu padi gagal panen, kedua tanaman tersebut bisa menjadi penunjang
kebutuhan pokok pangan di tingkat keluarga. Revitalisasi
pekarangan sekaligus bisa dijadikan gerakan penganekaragaman tanaman pangan. Ketergantungan masyarakat pada beras bisa
dikurangi secara perlahan-lahan jika kegiatan pemanfaatan pekarangan tersebut mampu menyediakan pilihan
tanaman sumber pangan alternatif yang memiliki kualitas
karbohidrat dan nutrisi yang memadai.
Wujud konkrit dari
revitalisasi pekarangan tersebut adalah mendorong terbentuknya kawasan rumah
pangan lestari (KRPL). KRPL ini merupakan refleksi ketahanan pangan dan
kedaulatan pangan yang dapat diperankan
langsung oleh masyarakat luas dengan menyandarkan sumberdaya lokal yang telah
ada. Secara bertahap pengembangan KRPL akan dilakukan di
seluruh kabupaten/kota di Indonesia dengan melibatkan peran aktif dari
pemerintah daerah dan pemangku kepentingan setempat.
REVITALISASI
PERTANIAN BERKELANJUTAN
Pertanian
berkelanjutan merupakan cara
bertani yang mengintegrasikan secara komprehensif aspek lingkungan hingga
sosial ekonomi masyarakat pertanian. Melalui mekanisme cara bertani
yang demikian dapat
terpenuhi kriteria (1) keuntungan ekonomi; (2)
keuntungan sosial bagi keluarga tani dan masyarakat; dan (3) konservasi
lingkungan secara berkelanjutan. Pada
prinsipnya pertanian berkelanjutan bertujuan untuk memutus
ketergantungan petani terhadap input eksternal.
Pelaksanaan pertanian
berkelanjutan bersumber dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai,
menjamin dan melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya
pertanian sebagai kehidupan. Dengan
demikian, pertanian berkelanjutan merupakan tulang punggung bagi terwujudnya
kedaulatan pangan.
Upaya mencapai target
utama pembagunan pertanian di atas tentu tidaklah mudah, karena dihadapkan pada
kondisi permasalahan dan tantangan pembangunan pertanian yang tidak ringan, di
samping juga gerak dinamika lingkungan strategis internasional, regional dan
lokal yang semakin kompleks. Untuk menghadapi kondisi tersebut Kementerian
Pertanian menerapkan Strategi 7 GEMA Revitalisasi yaitu revitalisasi lahan;
revitalisasi perbenihan dan perbibitan;
revitalisasi infrastruktur dan sarana; revitalisasi sumber daya manusia;
revitalisasi pembiayaan petani, revitalisasi kelembagaan petani; serta
revitalisasi teknologi dan industri
hilir. Dalam implementasi 7 GEMA Revitalisasi ini di lapangan membutuhkan
kerjasama dan komitmen oleh para pelaku pembangunan pertanian di berbagai
jenjang pemerintahan yang disesuaikan
dengan karakteristik prospek dan potensi yang ada di masing-masing daerah.
Revitalisasi
pertanian ditempuh dengan empat langkah pokok yaitu peningkatan kemampuan
petani dan penguatan lembaga pendukungnya, pengamanan ketahanan pangan,
peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk
pertanian dan perikanan serta pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan
mendukung produksi pangan dengan tetap memperhatikan kesetaraan gender dan
kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Kebijakan dalam
peningkatan kemampuan petani dan nelayan serta pelaku pertanian dan perikanan
lain serta penguatan lembaga pendukungnya, diarahkan untuk:
1.
Revitalisasi penyuluhan dan pendampingan
petani, termasuk peternak, nelayan, dan budidaya ikan.
2.
Menghidupkan dan memperkuat lembaga pertanian
dan perdesaan untuk meningkatkan akses petani dan nelayan terhadap sarana
produktif, membangun delivery system
dukungan pemerintah untuk sektor pertanian, dan meningkatkan skala pengusahaan
yang dapat meningkatkan posisi tawar petani dan nelayan.
3. Peningkatan
kemampuan/kualitas SDM pertanian.
Kebijakan dalam
pengamanan ketahanan pangan diarahkan untuk: (1) mempertahankan tingkat produksi beras dalam
negeri dengan ketersediaan minimal 90 persen dari kebutuhan domestik, agar
kemandirian pangan nasional dapat diamankan, (2) meningkatkan ketersediaan pangan ternak dan
ikan dari dalam negeri,
yang diarahkan untuk meningkatkan populasi
hewan dan produksi pangan hewani dalam negeri agar ketersediaan dan keamanan
pangan hewani dapat lebih terjamin untuk mendukung peningkatan kualitas SDM,
dan (3) Melakukan diversifikasi pangan untuk menurunkan ketergantungan pada
beras dengan melakukan rekayasa sosial terhadap pola konsumsi masyarakat
melalui kerjasama dengan industri pangan, untuk meningkatkan minat dan
kemudahan konsumsi pangan alternatif. Hingga saat ini konsumsi perkapita beras Indonesia sekitar 139,15
kg/kapita/tahun, jauh lebih tinggi dari konsumsi dunia yang hanya sekitar 60
kg/kapita/tahun. Sebagai perbandingan Malaysia mengkonsumsi 80 kg/kapita/tahun,
Thailand 60 kg/kapita/tahun, Jepang 50 kg/kapita/tahun, bahka Korea Selatan
hanya sekitar 40 kg/kapita/tahun. Dengan jumlah penduduk yang besar dan akan
terus bertambah, maka dominasi beras dalam pola konsumsi pangan ini akan
memberatkan upaya pemantapan pangan secara berkelanjutan di tingkat lokalita.
Tantangan ke depan adalah bagaimana mendidik masyarakat untuk melakukan
diversifikasi produksi dan konsumsi bahan pangan sesuai dengan skore pola
pangan harapan (PPH) yang dicanangkan. Melalui tercapainya PPH diharapkan
ketahanan pangan nasional akan dapat dicapai secara berkelanjutan. Sebagai
catatan skore PPH meningkat dari 74
pada tahun 2006 menjadi 81,9 pada tahun 2008 dan sekurang-kurangnya diharapkan akan mencapai 93,3 pada tahun 2014. Di samping itu
sumber daya alam yang tersedia dapat dikembangkan untuk mendorong komoditas
pangan lain dan bahan baku industri yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat serta devisa negara.
Kebijakan dalam
peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk
pertanian dan perikanan diarahkan untuk:
1.
Pengembangan usaha pertanian dengan
pendekatan kewilayahan terpadu dengan konsep pengembangan agribisnis.
Pendekatan ini akan meningkatkan kelayakan dalam pengembangan/skala ekonomi,
sehingga akan lebih meningkatkan efisiensi dan nilai tambah serta mendukung
pembangunan pedesaan dan perekonomian daerah.
2.
Penyusunan langkah-langkah untuk meningkatkan
daya saing produk pertanian dan perikanan, misalnya dorongan dan insentif untuk
peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian dan perikanan,
peningkatan standar mutu komoditas pertanian dan keamanan pangan, melindungi
petani dan nelayan dari persaingan yang tidak sehat.
3.
Penguataan sistem pemasaran dan manajemen
usaha untuk mengelola resiko usaha pertanian serta untuk mendukung pengembangan
agroindustri.
Untuk menjamin
tercapainya upaya tersebut dilakukan berbagai program yang bertujuan untuk
memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan sampai ke tingkat
rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan nasional. Kegiatan pokok yang dilakukan meliputi:
1.
Pengamanan ketersediaan pangan dari produksi
dalam negeri, antara lain melalui pengamanan lahan sawah di daerah irigasi,
peningkatan mutu intensifikasi, serta optimalisasi dan perluasan areal
pertanian. Sebagai catatan
implementasi inovasi teknologi seperti benih unggul dan teknologi budidaya
tepat guna telah menghasilkan tingkat produktivitas komoditas pangan nasional
yang tidak kalah dengan negara lain, namun karena jumlah konsumen (penduduk)
yang terus meningkat menyebabkan tidak berimbangnya rasio antara penyediaan dan
kebutuhan pangan;
2.
Peningkatan distribusi pangan, melalui
penguatan kapasitas kelembagaan pangan dan peningkatan infrastruktur perdesaan
yang mendukung sistem distribusi pangan, untuk menjamin keterjangkauan
masyarakat atas pangan;
3.
Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil,
melalui optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pertanian untuk pasca panen dan
pengolahan hasil, serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi pertanian untuk
menurunkan kehilangan hasil (looses);
4.
Diversifikasi pangan, melalui peningkatan
ketersediaan pangan hewani, buah dan sayuran, perekayasaan sosial terhadap pola
konsumsi masyarakat menuju pola pangan dengan mutu yang semakin meningkat, dan
peningkatan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif/pangan lokal; dan
5.
Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan,
melalui peningkatan bantuan pangan kepada keluarga miskin/rawan pangan,
peningkatan pengawasan mutu dan kemanan pangan, dan pengembangan sistem
antisipasi dini terhadap kerawanan pangan.
PENUTUP
Mewujudkan
ketahanan pangan bagi negara berkembang seperti Indonesia bukanlah hal yang
sederhana. Pada satu sisi, kebutuhan
pangan nasional terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Sementara
di sisi lain, laju pertumbuhan produksi pangan relatif lebih lambat dari
pertumbuhan permintaannya.
Keberhasilan
pencapaian ketahanan pangan dan kedaulatan pangan memerlukan komitmen semua
stakeholders. Pemerintah daerah dan
masyarakat menjadi unsur utama strategi peningkatan dan
pemantapan ketahanan pangan rumah tangga dan wilayah.Sementara itu pemerintah
(pusat dan daerah) lebih berperan sebagai fasilitator dan menciptakan kondisi
yang kondusif bagi masyarakat dan swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan
ketahanan pangan. Salah
satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan ketahanan pangan tersebut
adalah melalui pemberdayaan kelembagaan lokal seperti lumbung desa dan
peningkatan peran masyarakat dalam penyediaan pangan.
Dari kesemuanya itu, revitalisasi pertanian berkelanjutan
adalah faktor kunci yang perlu diberikan perhatian dan menjadi komitmen kita
melaksanakannya dengan penuh tanggungjawab.
Panitia Seminar Nasional Faperta Unmuh Jember hal. 1